KEPRINEWS – Saat ini penggunaan anggaran di Sekretariat DPRD Bintan Tahun 2022, menjadi sorotan publik.
Mulai dari mekanisme pembayaran dan sejumlah belanja diduga terjadi fiktif, penggelembungan anggaran, dan tabrak aturan.
Seorang staf di sekretariat DPRD (namanya dirahasikan-red), baru-baru ini, membeberkan bahwa pada tahun 2022, terdapat sejumlah pembayaran dan belanja yang diduga dimanipulasi. Termasuk indikasi penyelewengan anggaran Bintek, pengadaan nasi kotak.
“Tahun 2022 saya banyak tahu seputar pertanggungjawaban laporan keuangan di sekretariat, ya dapat dikatakan ada indikasi fiktif, mark up, termasuk perjalan dinas. Coba pihak APH melakukan pemeriksaan mengenai laporan keuangan dan realisasinya, pasti ketahuan. Intinya diduga terjadi banyak penyimpangan. Satu-satu kita buka indikasi kecurangan di Sekwan,” ujarnya kembali kepada keprinews.co, Jumat (13/10).
Ada 5 orang tenaga ahli yang menjadi beban anggaran belanja barang dan jasa DPRD tahun 2022. Coba cek 5 tenaga ahli tersebut, kalau 5 orang ini benar keberadaannya. Dilihat dengan absen dan kehadiran tenaga ahli tersebut. Apakah kelima tenaga ahli itu ada orangnya semua? Karena pembayarannya per bulan, jadi wajib ada di kantor.
Diperkuat melalui temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Dalam temuan tersebut, diuraikan, mekanisme pembayaran honorarium tenaga ahli di sekretariat DPRD yang tidak tepat dan langgar aturan.
Diuraikan, sekretariat DPRD menganggarkan belanja barang dan jasa tahun anggaran 2022 senilai Rp25.696.591.124, dengan realisasi senilai Rp22.004.727.220 atau 85,63%. Realisasi ini, antara lain berupa pengeluaran honorarium narasumber, moderator, pembawa acara, dan panitia.
Di kegiatan penyediaan jasa pelayanan umum kantor, diketahui terdapat realisasi honorarium narasumber atau moderator, pembawa acara, dan panitia senilai Rp300.000.000 selama TA 2022.
Pembayaran honor tenaga ahli di 2022 senilai Rp300.000.000, (12 bulan x 5 orang x Rp5.000.000). Pembayaran tersebut langsung ditransfer ke rekening masing-masing tenaga ahli.
PPTK membayar honorarium lima tenaga ahli tersebut dengan menggunakan mekanisme honorarium narasumber atau pembahas, moderator, pembawa acara, panitia. Selain itu, dokumen pertanggungjawaban sebagian kegiatan pembayaran honor pada bulan Oktober dan November 2022 tidak lengkap.
Peraturan Bupati Bintan Nomor 52 Tahun 2017 tentang petunjuk pelaksanaan Perda nomor 6 tahun 2017, menyatakan bahwa, tenaga ahli fraksi diberikan kompensasi setiap bulan dengan memperhatikan standar keahlian, prinsip efisiensi, dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Keputusan bupati tentang SSH daerah dengan ketentuan yaitu memenuhi paling sedikit 3 hari kerja
dalam 1 minggu dan memenuhi paling sedikit 2 jam dalam 1 hari jam kerja.
Pembayaran yang terjadi tidak berdasarkan SSH, dan tidak memperhatikan standar keahlian, prinsip efisiensi, dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Kondisi tersebut mengakibatkan administrasi keuangan atas pembayaran honorarium tenaga ahli tidak tertib. Kondisi ini disebabkan Sekretaris DPRD tidak cermat dalam menerapkan mekanisme pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku.
Sekwan DPRD Kabupaten Bintan, Riang Anggraini, saat dikonfirmasi via whatsapp, bahwa temuan BPK sudah ditindaklanjuti kelengkapannya.
“Alhamdulillah temuan tersebut sudah ditindaklanjuti dan dipenuhi kelengkapan administrasinya,” jawabnya Rabu (11/10), kepada media ini.
Kepala Inspektorat Bintan Irma Annisa, saat dikonfirmasi seputar mekanisme pembayaran di Sekwan DPRD Bintan, Rabu (11/10) mengatakan, apa bila aparat pengawas BPK, BPKP, APIP kalau sudah ada yang mengaudit tidak boleh mengaudit kasus yang sama lagi.
“Setelah saya cek untuk permasalahan audit BPK ini, untuk semua hasil dari rekomendasi yang disampaikan BPK kepada OPD terkait sudah ditindaklanjuti semua oleh OPD tersebut,” ungkap.
Menanggapi pemberitaan ini, dugaan terjadi pembayaran dan belanja fiktif, mekanisme pembayaran tabrak aturan, Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Mhd Hasim, kepada media ini mengatakan, bahwa selain temuan BPK, indikasi yang terungkap dari orang dalam sendiri, itu harus dilaporkan ke APH.
“Nantinya kami akan berkoordinasi dengan orang dalam di sekretariat dewan, kalau ia bersedia memberikan kami data dan pentunjuk, maka kami akan melaporkan Sekwan DPRD ke APH. Kami berharap penyalahgunaan anggaran di sekretariat DPRD Bintan mulai tahun anggaran 2022 dan 2023 menjadi atensi para penegak hukum,” mintanya. (red)