KEPRINEWS – Dugaan proyek fiktif pengadaan ganti rugi lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seluas 2 hektar di Jalan Tanjung Permai Arah Pasar Baru RT 12/RW 02 Tanjung Uban Selatan, Kecamatan Bintan Utara, yang dilaksanakan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bintan, nilai anggaran APBD 2018 sebesar Rp2.440.100.000, menjadi prioritas pemeriksaan kejaksaan Bintan.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) Kabupaten Bintan, Herry Wahyu mengaku telah diperiksa beberapa kali sebagai saksi oleh Penyidik Kejari Bintan.
Ia mintai keterangannya untuk penyelidikan dan penyidikan, atas kasus dugaan tidak pidana korupsi (Tipikor), penyelewengan pembayaran lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Tanjunguban, Kecamatan Bintan Utara, untuk tahun anggaran 2018 lalu.
“Iya, saya sekitar tiga kali dipanggil (diperiksa),” ucap Herry Wahyu saat dikonfirmasi wartawan di halaman Kantor Camat Bintan Timur, Rabu (29/6/2022).
Ia pun mengharapkan dukungan dari berbagai pihak agar kasus itu cepat ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan.
“Tolong doa restu ajalah. Maksudnya doa biar saya selesai dan selamat,” tutur Herry.
Doa itu ia maksudkan adalah agar tidak terjerat korupsi TPA. “Iya kan, itu kan kita mau cari aman, itu kan doa cari aman,” harapnya.
Saat ditanya pada pokok materi perkara Tipikor itu, Herry malah enggan memberikan keterangan lebih jauh. Dengan alasan masih ada kegiatan yang harus ia hadiri saat itu.
“Saya tidak berani ngomong soal itu. Oke, saya ikut acara, orang sudah mulai,” imbuhnya sambil ia bergegas pergi dengan Camat Bintan Timur, M Sofyan.
Sementara itu, Kajari Bintan I Wayan Rian mengatakan, pihaknya saat ini sedang menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari BPK atas perkara korupsi TPA tersebut.
“Saat ini Kejari Bintan, masih menunggu penghitungan dari Tim Audit BPK,” ucap Kajari Bintan, I Wayan Riana, beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan, pihaknya belum melakukan gelar perkara penetapan tersangka kasus korupsi itu. Menurut I Wayan, pembelian lahan TPA itu bersumber dari Dispermkim Bintan yang saat itu di masa jabatan Herry Wahyu dan selaku Ketua Tim Pembayaran Lahan dimaksud.
“Kita belum menetapkan tersangka. Tunggu setelah ada total kerugian negara/daerah dari BPK,” tegasnya.
Secara singkat I Wayan menambahkan, modus operandi perkara lahan TPA itu. Bermula, di lahan itu bermasalah yakni, ada Surat Tebas seluas 2 Hektare (Ha). Lalu muncul sporadik sebanyak 10. Namun, ada seorang warga bernama Ari S yang menguasai tiga sporadik.
“Tiga sporadik Ari S itu, ada satu sporadik yang dibeli oleh Dinas Perkim seharga Rp 2,4 miliar lebih termasuk kawasan hutan produksi 5 ribu meter persegi,” pungkasnya. (hk)