KEPRINEWS – Pengadaan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, pada gelombang pertama yang dilaksanakan pada 1 Oktober hingga 20 Oktober 2024, menjadi polemik dan sorotan tajam publik.
Seperti yang dikatakan Junaidi, honorer di Dinas Pendidikan (Disdik) Kepri yang telah bekerja kurang lebih 14 tahun, kepada keprinews.co, Senin (11/11), menuturkan, bahwa dirinya, mewakili rekan-rekan seperjuangan di 14 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menyuarakan hak mereka untuk tidak diabaikan dan digantikan dengan para pegawai yang bukan haknya.
Ditegaskan Junaidi, bahwa hak-hak dan peluang kelulusan menjadi PPPK penuh waktu bagi dirinya dan rekan-rekan honorer PTT dan THL yang terkena imbas masuknya honorer tumpangan ke sejumlah OPD yang tidak ada kejelasan dari pihak yang terkait.
“Saya akan akan mengumpulkan data-data bersama rekan-rekan di OPD lain juga. Apabila ada indikasi maladministrasi yang dilakukan oleh para peserta seleksi PPPK sehingga mereka lulus verifikasi, kami langsung sesegera mungkin melaporkan ke aparat penegak hukum (APH),” tegasnya.
Dirinya selaku staf honorer yang mewakili beberapa OPD terimbas dampak penambahan honorer yang tidak jelas asal asulnya, bukan bekerja di OPD terkait, terdiri kurang lebih ada 14 OPD.
14 OPD yang terimbas, seperti Disperindag, Disnaker, DPUPP, Disdik, Dispenda, Dinas kesehatan, Perpustakaan, BKAD, dan lainnya.
“Jangan anggap remeh kami-kami ini yang telah mengabdi belasan tahun, jika hak dan kesempatan kami ditikung dialihkan ke orang yang bukan haknya. Kami sangat merasa sediih dan kecewa, karena perjuangan pak Ansar Ahmad yang memperhatikan kurang lebih 4000 honorer menjadi rusak akibat ketidakprofesionalan pihak BKD dalam mensosialisasikan dan melaksanakan penerimaan seleksi PPPK di Pemprov Kepri, sehingga menjadi ricuh,” terangnya.
Seirama dengan itu, salah satu perjabat di Pemprov Kepri (namanya dirahasiakan) yang peduli dengan nasib para honorer yang tidak jelas kelulusan ke depan akibat ada honorer siluman yang bertambah, mengatakan, proses seleksi PPPK kali ini sebetulnya sudah sesuai dengan jumlah honorer yang terdata.
Hanya saja proses ini dinodai dengan banyak praktek curang yang dilakukan peserta yang mendapatkan SK dan surat pengamalan kerja dari OPD yang bukan tempatnya bekerja.
Praktek curang dilakukan peserta, diantaranya melakukan pemalsuan dokumen persyaratan administratif untuk lolos seleksi.
Adapun dokumen persyaratan yang disebut-sebut paling rawan dipalsukan adalah SK honorer dan surat pengalaman kerja yang dibuat telah bekerja di atas 2 tahun.
Termasuk salah satu motif pemalsuan berupa penambahan masa kerja, dari yang belum genap 2 tahun menjadi cukup 2 tahun atau lebih selain SK honorer yang benar-benar fiktif.
Praktek serupa juga dilakukan PPPK tenaga teknis yang memalsukan pengalam kerja agar relevan dengan bidang yang dilamar. Semoga dugaan kecurangan ini dapat ditindak lanjuti APH untuk menegak keadilan dan menjadi contoh ke depan agar tidak sembarangan melakukan manipulasi data pegawai. (tim)