KEPRINEWS – Menanggapi pemberitaan di beberapa media online tentang perselisih antara Raja Malik Hamzah dan Tengku Pahmi di Pulau Penyengat pada Minggu 26/6/2022, Raja Malik memberikan klarifikasi dan menceritakan kronologis kejadian.
Diceritakan Raja Malik, semulanya ia membahas berkenaan pengusulan Pulau Penyengat menjadi Warisan Dunia. Pembahasan itu melibatkan dirinya dan Said Zaldy Al Qudsy di wall facebook milik Basyarudin idris.
Pembahasan bahkan debat berlanjut pada fakta sejarah tentang Pulau Penyengat sebagai mas kawin Engku Puteri Raja Hamidah.
“Kami berbagi pendapat. Tiba-tiba masuk ke wall Fb Oom saudara Tengku Pahmi. Komentar Tengku sangat tendensius. Beberapa kali Tengku berkomentar bahwa kami berbohong tentang sejarah dan bahkan melontarkan pernyataan bahwa Ayahnda saya (Almarhum Raja Hamzah Yunus) adalah pencuri naskah milik keluarganya,” pungkasnya.
Lanjutnya, ketika kalimat kotor dan tidak beradab dilontar oleh Tengku Pahmi terhadap almarhum ayahnya, maka ia menjadi marah. Kalimat yang tidak pantas itu haruslah dia perjelas dan pertanggungjawabkan. Apalagi disampaikan diruang publik yang dibaca mungkin ribuan orang.
“Maka saya mendatangi Tengku di gedung Engku bilik Pulau Penyengat dengan maksud minta klarifikasi. Tapi Tengku beranggapan saya datang untuk menyerang dan memukul dia. Kami berdua bertengkar tanpa disaksikan orang lain,” tuturnya.
TRengku pahmi melakukan provokasi sehingga terjadi perkelahian. Dalam hanya hitungan detik ada pihak yang datang dan meleraikan.
“Sebelum pergi dari tempat kejadian saya melontarkan kalimat, ini belum selesai. Maksudnya adalah tuduhan pahmi kepada almarhum ayah saya sebagai pencuri naskah harus di perjelas dan dibuktikan.
Berkenaan tentang naskah-naskah kuno yang menjadi pegangan dan simpan kami adalah naskah yang dikumpulkan oleh Almarhum Ayah saye Raja Hamzah Yunus dari berbagai sumber,” terangnya.
Itu dilakukan mulai tahun 1960-an jauh sebelum Tengku lahir dan jauh sebelum terbentuknya Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga yang katanya ada naskah hilang dari simpanan mereka.
“Pada tahun 1982 Almarhum ayah saya mendirikan Yayasan Kebudayaan Indera sakti Pulau Penyengat. Lembaga penyelamat Manuskrip dan Naskah Kuno Riau dan juga sebagai Lembaga informasi kebudayaan Melayu. Semenjak tahun 2002 setelah Ayah saya meninggal dunis maka saya meneruskan mengurus Yayasan Kebudayaan Indera sakti sampai hari ini,” ucapnya.
Tidak kurang ada 300 orang individu yang sudah kami bantu kajian tentang Kemelayuan dari strata S1 sampai S3 baik dari dalam maupun luar negeri. Bagi mereka Pulau Penyengat dengan semua khazanah yang ada adalah tempat dapat memberikan kepuasan kepada orang yang ingin mengkaji dan mengetahui tentang alam Melayu.
“Bagi kami dan sebagian besar masyarakat Penyengat, Tengku Pahmi dan kelompoknya sering membuat kegaduhan di Penyengat. Bahkan mereka pernah mengklaim sebagai waris pulau Penyengat dan berhak atasnya. Sebagian orang yang belajar sejarah dan silsilah saya membantah klaim mereka itu dengan sumber-sumber rujukan sejarah yang sahih,” katanya.
Alhamdulillah, Insya Allah, kerja menjaga, menyelamatkan dan memperkenalk Pulau Penyengat akan terus dibuat. Ini adalah kerja seumur hidup. Termasuk menjaga Pulau Penyengat dari gerombolan orang-orang yang ingin merusaknya. (*)