
KEPRINEWS – Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Provinsi Kepri, Kennedy Sihombing, terus melakukan perlawan terhadap sejumlah perusahaan yang menguasai lahan tidak sesuai peruntukan, dan membelah hak-hak masyarakat petani di sejumlah daerah.
Termasuk lahan terlantar sekitar 1000 hektar di Pulau Poto Desa Kelong, Kecamatan Bintan Pesisir, yang diklaim milik dari PT Hansa Megah Pratama.
Dijelaskannya, pemegang hak atas tanah Pulau Poto adalah PT Hansa Megah Pratama dengan 2 sertifikat hak pakai nomor 01 luas 5.505.357 M2 (550 hektar) Tahun 1999 dengan masa berakhir serifikat Hak Pakai 7-11-2024, nomor 08 luas 4.139.266 M2 (413 hektar) tahun 2001 dengan masa berakhir serifikat Hak Pakai 19-7-2026.
Sertifikat Hak Pakai atas nama PT Hansa Megah Pratama (HMP) dengan luas kurang lebih 1000 ha diperuntukan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata dan perdagangan, sesuai surat izin tempat usaha (SITU) tahun 2013 yang keluarkan Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Pemerintah Kabupaten Bintan.
Fakta di lapangan, PT HMP tidak memanfaatkan lahan 1000 ha sesuai peruntukan yang menjadi dasar sertifikat hak pakai. Akhirnya, lahan sebesar itu menjadi tanah terlantar. Artinya PT HMP tidak mengikuti amanah UU untuk peruntukan sertifikat.
Menyingkapi hal ini, Kennedy meminta pemerintah, instansi yang berkompeten dalam hal ini, harus mengambil sikap dan tindakan tegas. Pasalnya, sertifikat atas nama PT HMP dengan luas lahan 1000 hektar ditelantarkan. Tidak pernah dimanfaatin, tidak diusahakan, ditelantarkan, atau tidak melaksanakan berdasarkan peruntukanya.
Peruntukan yang dimaksud, Agro Wisata, usaha pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata dan perdagangan, sesuai Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tahun 2013.
Mengacu pada UU nomor 5 tahun 1960, bahwa hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak mengelola, wajib dicabut atau dihapus, sebab jangka waktunya berakhir syarat tidak dipenuhi.
Intinya, PT HMP melanggar instruksi UU yang mengatur tentang pertanahan pada peruntukan pengelolaan lahan, hingga menyebabkan terjadi tanah terlantar.
Berdasarkan hasil investigasi tim L-KPK di lokasi lahan PT HMP, terlihat patok dari PT MMJ yang melarang masyarakat untuk memamfaatkan lahan tanpa izin. Parahnya, hanya PT HMP yang pernah memiliki sertifikat hak pakai, namun yang melakukan aksi melarang untuk masyarakat bertani itu PT MMJ.
“Kami harap lokasi lahan ini di Pulau Poto untuk menjadi atensi APH, karena ada perusahaan yang lain melakukan pemblokiran, larangan untuk masyarakat memanfaatkan lahan tersebut. Bersama kita berantas mafia,” tutupnya. (un)