KEPRINEWS – Lima tenaga ahli fraksi yang diduga fiktif terus menjadi sorotan sejumlah anggota DPRD Bintan dan masyarakat.
Kelima tenaga ahli ini, mendapatkan remunerasi berupa honor tiap bulan, dibayar Rp25 juta, per orang Rp5 juta.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu anggota DPRD Bintan, Komisi II, Tarmisi, belum lama ini, kepada keprinews.co, dikatakan, bahwa tidak mengetahui siapa kelima tenaga ahli yang dimaksudkan.
“Saya tidak kenal dan tidak tahu tentang lima orang ini. Nanti saya tanyakan ke teman anggota lainnya, mungkin ada yang tahu,” ucapnya.
Seirama dengan itu, seorang anggota DPRD Bintan (enggan namanya disebut), Kamis (2/11), menuturkan, tidak mengetahui lima tenaga ahli yang disebut-sebut itu.
“Jujur saya tidak tahu siapa lima orang ini. Jangan-jangan Sekwan pun tak kenal. Kan seharusnya kalau tenaga ahli fraksi, apa lagi pembayaran honornya per bulan. Berdasarkan Perkada Bintan tentang SSH ketentuannya, paling sedikit 3 hari kerja dalam 1 minggu dan memenuhi paling sedikit 2 jam dalam 1 hari jam kerja. Kalau gitu pasti kenal dong, ini kok saya tidak kenal,” ungkapnya.
Tiga hari kerja dalam seminggu, minimalnya 2 jam dalam satu hari kerja, artinya wajib gunakan daftar absensi.
Apakah daftar hadir tenaga ahli itu ada, sebagai dasar penilaian kehadirannya sesuai Perkada. Kalau tidak ada ini cacat administrasi, indikasi perbuatan melawan hukum.
Mengenai lima orang ini diduga fiktif. Dijelaskannya, untuk pengangkatan tenaga ahli fraksi DPRD harus melalui berbagai tahapan prosedur dan mekanismenya. Dan ini berlangsung secara transparan, semua orang tahu, dan pasti kenal.
Tenaga ahli fraksi harus memenuhi persyaratan, berpendidikan paling rendah strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun. Menguasai bidang pemerintahan; dan menguasai tugas dan fungsi DPRD.
Pengadaan tenaga ahli fraksi berdasarkan PP18/2017, PP12/2018 pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Ini perlu diusut tuntas, dan menjadi atensi APH,” tegasnya.
Diperjelas lagi oleh seorang pegawai di Bintan (namanya dirahasikan), menerangkan, bahwa pada TA 2022, sekretariat DPRD menganggarkan belanja barang dan jasa berjumlah Rp25.696.591.124.
Yang terealisasi Rp22.004.727.220 atau 85,63% . Dari anggaran ini, terdapat realisasi belanja jasa, berupa pembayaran honorarium tenaga ahli sebesar Rp300 juta.
Indikasi pembayaran fiktif honor tenaga ahli tercatat ada 5 orang, per orang satu bulan terima Rp5 juta, dikalikan 12 bulan.
Penetapan sebagai tenaga ahli,, kehadiran atau jam kerja, capaian kinerja, sistem pembayaran honor, ada aturannya.
Parahnya lagi, dokumen pertanggungjawaban kegiatan pembayaran honor pada bulan Oktober dan November 2022 tidak jelas. Pembayaran honor langsung ditransfer ke rekening masing-masing tenaga ahli.
Perkada Bintan nomor 52 tahun 2017, petunjuk pelaksanaan Perda nomor 6 tahun 2017, tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD. Pasal 28 ayat (4) menyatakan, bahwa tenaga ahli fraksi diberikan kompensasi setiap bulan dengan memperhatikan standar keahlian, prinsip efisiensi, dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dalam hal ini, Ketua Cindai Tanjungpinang-Bintan Samiun, sangat menyayangkan indikasi ini terus terjadi dengan bermacam-macam kegiatan. Sepertinya terjadi pembiaran oleh aparat penegak hukum. Setiap tahun, selalu terdengar berita miring dan pemberitaan media mengenai dugaan penyelewengan anggaran di sekretariat DPRD Bintan.
“Karena dibiarkan, dimanjakan, tidak ada penegakan hukum, jadi dugaan tindak pidana korupsi tambah hari tambah subur di instansi ini. Penegakan hukum harus merata lah, jangan tembang pilih, jangan buat kecewa masyarakat, dan tambah hilang kepercayaan kami ke penegakan hukum,” ungkapnya.
Untuk itu, Ketua Cindai Tanjungpinang-Bintan meminta kepada Sekwan DPRD Bintan untuk membuktikan keberadaan kelima tenaga ahli tersebut.
“Kami minta respon Sekwan untuk menjawab pertanyaan kami masyarakat, agar dapat membuktikan secara sah dan prosedural, mekanisme pengangkatan tenaga ahli, mekanisme pembayarannya, sesuai Perkada dan ketentuan SSH,” pintahnya.
Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), Lenny, juga meminta kepada pihak Kajari Bintan mengenai laporan dugaan korupsi kegiatan Bimtek oleh salah satu LSM, agar diproses sesuai aturan yang berlaku.
Ada istilah yang menyebutkan, sehebat-hebatnya seseorang mencuri uang rakyat, dan semandul-mandulnya penegakan hukum untuk seorang koruptor, ada karma menanti. Cepat atau lambat, suara dan doa masyarakat suatu saat akan terjawab dengan sendirinya.
Terkait indikasi tindak pidana korupsi di Sekretariat DPRD, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bintan I Wayan Eka Widdyara, saat dimintai tanggapan, beberapa waktu lalu, mengatakan akan melihat dulu.
Sekwan DPRD Bintan, Riang Anggraini saat dikonfirmasi Rabu (11/10) mengatakan sedang ada kegiatan di luar.
“Boleh ke pejabat kami yg membidangi publikasi dan media ya Riono,” tulinya.
Pada saat keprinews.co melakukan konfirmasi ke Riono, ia menjawab hal ini bukan bidangnya.
Kembali media ini melakukan konfirmasi ke Riang Anggraini, Sabtu (14/10), Minggu (15/10), Senin (16/10), Selasa (17/10), Rabu (18/10), Kamis (19/10), dan sudah dilakukan konfirmasi berulang, Riang Anggraini belum menjawab, sampai berita ini diterbitkan. (red)