KEPRINEWS – Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (DPUPP) Kepri, tahun 2023 menghasilkan rentetan proyek strategis bermasalah, dan terdapat segudang dugaann penyelewengan anggaran, berpotensi merugikan negara, serta menghambat proses pembangunan yang diharapkan.
Aktivis Muda Tanjungpinang, Maya, menyoroti hasil kerja DPUPP yang perlu dipertanyakan dan harus menjadi atensi Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini diperkuat dengan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di DPUPP, paling banyak bermasalah.
Seperti, 7 paket pekerjaan program strategis, terjadi kesalahan penganggaran. 5 proyek pembangunan dihibahkan ke instansi lain, 2 proyek lainnya, dikapitalisasi ke aset tetap, yang terdapat kekurangan volume dan keterlambatan kerja.
2 proyek besar, pekerjaan hibah konstruksi, pembangunan lanjutan Rumah Sakit AD bernilai Rp4.433.552.100 dan pembangunan gedung lanjutan lainnya berjumlah Rp12.297.785.000. Kedua proyek tersebut terindikasi tidak sesuai spesifikasi dan terjadi kelebihan bayar.
Begitu juga pekerjaan jasa konsultansi konstruksi yang bernilai fantastis, Rp28 miliar lebih, dengan realisasi Rp27 miliar lebih atau 98,53 persen.
“Pada jasa konsultansi ini, diduga terjadi sejumlah penyelewengan anggaran, dilaksanakan tidak sesuai prosedur. Pembayarannya tidak berdasarkan prestasi kerja, terdapat tumpang tindi waktu pelaksanaan pekerjaan biaya personel tenaga ahli. Dimana bersangkutan melakukan lebih dari satu kegiatan, di tempat berbeda dengan waktu yang sama atau laporan pembayaran fiktif,” ucapnya.
Seirama dengan itu, Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), Lanny, menambahkan, pekerjaan pemeliharaan kantor DPUPP juga bermasalah. Pelaksanaan kegiatannya tidak sesuai kontrak, terdapat kekurangan volume.
Realisasinya tidak mencerminkan kondisi sebenarnya, tidak sesuai Permendagri nomor 77 tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. Dokumen kontrak serta penerimaan pembayaran berdasarkan laporan kemajuan fisik, tidak sesuai dengan mutu dan kemajuan real pekerjaan yang dikerjakan.
Bukan hanya itu, anggaran perjalanan dinas DPUPP juga menjadi sorotan. Diduga terjadi laporan pertanggungjawaban fiktif. Sebagian realisasi dinas luar diduga terjadi manipulasi laporan keuangan.
“Contohnya, biaya hotel, dibayarkan namun tidak menginap di hotel tersebut. Dari daftar catatan hotel (guest history) di tanggal penugasan, tidak ada nama bersangkutan. Luar biasanya lagi, harga penginapan di mark up,” ungkapannya.
Sama halnya pada pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja hibah yang belum memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen pertanggunjawaban.
Tidak dilengkapi SK gubernur tentang penetapan penerima, pakta integritas, surat pernyataan tanggung jawab, dan laporan penggunaan dari penerima hibah.
Untuk itu, LPKP berharap, APH menindaklanjuti paket-paket pekerjaan di DPUPP, baik itu lelang atau PL.
Informasi yang didapat selama ini, terdapat indikasi ketidaksesuaian antara pelaksanaan dengan kontrak, ketidaksesuaian prosedur pengujian mutu pekerjaan, ketidaksesuaian metode pelaksanaan konstruksi.
Termasuk indikasi ketidaksesuaian nilai pembayaran dengan spesifikasi dan kemajuan riil pekerjaan di lapangan. Persetujuan laporan kemajuan fisik pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi riil. Indikasi persetujuan laporan hasil pemeriksaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Termasuk dugaan penyimpangan proses pengadaan, persetujuan terhadap gambar kerja atau addendum, yang tidak didukung dengan perhitungan teknis yang benar.
“Kami akan uraikan satu persatu sejumlah kegiatan DPUPP, pada pemberitaan edisi lanjutan yang terdapat dugaan, kecurangan, penyelewengan, mark up, tidak sesuai spesifikasi dan kualitas bangunan dan lain sebagainya. Harapan kami juga, agar pihak penegak hukum memberikan atensi lebih di sejumah proyek DPUPP, bila ditemui adanya pelanggaran yang merugikan keuangan negara, ditindak tegas,” tutupnya.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak DPUPP Kepri belum dapat dikonfirmasi. (tim)