KEPRINEWS – Penerapan pelayanan distribusi Pertalite menggunakan QR Code mendapat keluhan dari sejumlah supir angkot yang ada di Kota Tanjungpinang.
Bukannya menolak, namun mereka khawatir kebijakan tersebut dapat membuat profesi mereka sebagai supir angkot terancam, sebab hampir sebagian angkot yang beroperasi di Tanjungpinang telah mati pajak.
Salah satu supir angkot, Bujang menjelaskan, bahwa syarat pendaftaran QR Code Pertalite yakni pajak kendaraan hidup, kondisi ini membuat angkot yang mati pajak tidak bisa mendaftar pada program pengendalian subsidi Pertalite tersebut.
“Penerapannya kan 1 Oktober 2024, ini menjadi kendala bagi supir angkot, karena memang rata-rata angkot di Tanjungpinang sudah mati pajak,” kata Bujang, Minggu (15/8/2024).
Menurutnya, kendaraan angkutan kota atau angkot dulunya sempat menjadi tranportasi primadona bagi masyarakat Tanjungpinang, namun kini perlahan-lahan mulai ditinggalkan.
Hal ini, membuat nasib supir angkot mulai memprihatinkan karena minimnya penumpang, sehingga membuat mereka tak mampu membayar pajak kendaraan angkot.
“Jangankan membayar pajak, kita makan saja susah. Kalau kita bayar pajak kita tidak bisa makan, apalagi menjadi supir sudah menjadi mata pencaharian kami selama puluhan tahun lamanya,” keluhnya.
Memang kata dia, pemerintah setempat turut memaklumi kondisi supir angkot yang tidak bisa membayar pajak, dimana setiap razia selalu melepas dan tidak menangkap angkot dengan pajak kendaraan mati.
“Kalau setiap kali razia, kendaraan angkot selalu dibebaskan. Pemerintah memaklumi kondisi kami,” ujarnya.
Kendati demikian, ia meminta kepada pemerintah agar dapat mencarikan solusi agar para supir angkot di Tanjungpinang masih bisa mendapatkan subsidi Pertalite ditengah kebijakan baru ini.
“Yang masih beroperasi sekarang hampir 200 angkot, dan sebagian mati pajak. Mudah-mudahan ada solusi dari pemerintah, karena mau tidak mau kita beralih ke BBM botolan yang lebih mahal,” pungkasnya. (un)