
KEPRINEWS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) serta melaunching empat aplikasi pelayanan Kejati Kepri di Aula Sasana Baharuddin Lopa, Kamis (18/702024).
Kegiatan dengan tema “Judi Online Dalam Perspektif Tindak Pidana dan KUHP Baru Serta Dampak Sosial Bagi Masyarakat Kepulauan Riau” ini dihadiri langsung oleh Wakil Kejati Kepri, Sufari.
Dalam sambutannya, Sufari menyampaikan, bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Bhakti Adhyaksa ke-64 dan HUT IAD ke-XXIV tahun 2024.
Sesuai tema diatas, menurutnya Judi Online (Judol) sebagaimana diketahui merupakan bentuk modern dari aktivitas perjudian yang kini dilakukan melalui jaringan internet.
“Meskipun caranya berbeda, esensinya tetap sama dengan perjudian konvensional,” jelasnya.
Menurut Dr. Imron Rosyadi dari Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Universitas Muhammadiyah Surakarta, judol adalah money game yang sudah direkayasa.
Data menunjukkan bahwa sekitar empat juta orang di Indonesia terlibat dalam praktik judi online per Juni 2024.
Terbaru, menurut laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, mayoritas pemain judi online berasal dari kalangan masyarakat berpendapatan rendah, dengan usia yang bervariasi mulai dari anak-anak hingga orang tua.
“Ini menunjukkan betapa meluasnya dampak negatif dari judol terhadap masyarakat kita, terutama bagi mereka yang seharusnya menggunakan uangnya untuk kebutuhan produktif,” ujar Sufari.
Bahkan lanjutnya, bahaya judol bagaikan racun yang menggerogoti masa depan generasi muda. Ibarat api yang membakar, judol dapat menghanguskan mimpi dan harapan mereka.
Awalnya, judol mungkin tampak menarik dan menjanjikan keuntungan instan. Namun, di balik layarnya tersembunyi bahaya yang mengintai dapat menjerumuskan generasi muda ke dalam lingkaran setan kecanduan.
“Sehingga, uang yang seharusnya digunakan untuk hal-hal positif, seperti pendidikan dan pengembangan diri, lenyap ditelan taruhan,” tuturnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, perputaran uang akibat judol di Indonesia mencapai Rp. 600 Triliun. Ini adalah angka yang sangat fantastis dan menunjukkan betapa masifnya operasi judol di negara kita.
Pemerintah pun mengakui betapa sulitnya memberantas judol ini karena berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi meskipun sudah bertindak nyata, dan bukan hanya himbauan semata.
“Hingga saat ini, pemerintah telah berhasil men-takedown sekitar 2,1 juta situs judol, ini adalah upaya yang luar biasa untuk mengurangi akses masyarakat terhadap platform-platform yang merusak tersebut,” tegasnya.
Dalam upaya memperkuat tata organisasi dan meningkatkan pelayanan, Kejati Kepri meluncurkan empat aplikasi yang diharapkan dapat mendukung tugas dan fungsi dalam penegakan hukum.
Keempat aplikasi ini ialah bagian integral dari program Rencana Aksi Perubahan (RAP) yang diikuti oleh para peserta Pendidikan Pelatihan Administrator Tahun 2024 dari Kejati. Melalui aplikasi-aplikasi ini, Kejati Kepri berkomitmen untuk lebih dekat dengan masyarakat dan mewujudkan penegakan hukum yang adil, pasti, dan bermanfaat.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan memperkenalkan aplikasi untuk pelayanan masyarakat, terdiri dari Sistem Informasi Pelacakan Aset (SILAT) Perkara Korupsi Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kepri, dirancang untuk melacak aset-aset yang terkait dengan tindak pidana korupsi.
“Dengan adanya SILAT, proses pelacakan aset menjadi lebih efektif dan transparan, sehingga dapat meminimalisir risiko penyalahgunaan aset serta mempercepat pemulihan kerugian negara,” imbuhnya.
Selanjutnya ada Aplikasi Hukum Sinar Kepri, sebuah program penyuluhan dan penerangan hukum gratis dari pintu ke pintu bagi masyarakat miskin dan rentan.
Program ini dijalankan oleh Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dengan tujuan meningkatkan kesadaran hukum di kalangan masyarakat dan memberikan bantuan hukum yang diperlukan.
Kemudian, Aplikasi Sistem Informasi Restitusi (Si-Resti) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), aplikasi ini berfungsi untuk mengelola dan memantau restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang, yang dioperasikan oleh Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri.
“Dengan adanya Si-Resti, proses pengajuan dan pemberian restitusi menjadi lebih ter-struktur dan terpantau dengan baik, sehingga dapat memberikan keadilan dan pemulihan bagi para korban secara lebih cepat dan tepat,” jelas Sufari.
Terakhir, Aplikasi Sistem Informasi Persuratan Undangan Pimpinan (Simpedan), yang dikelola oleh Bagian Tata Usaha Kejakti Kepri.
Aplikasi ini bertujuan untuk mengelola persuratan dan undangan secara lebih efektif dan efisien. Dengan digitalisasi proses persuratan, diharapkan dapat mengurangi birokrasi yang berbelit dan mempercepat alur komunikasi serta koordinasi antarbagian di lingkungan Kejati Kepri.
Peluncuran empat aplikasi ini bukan hanya sekadar inovasi teknologi, tetapi juga merupakan bentuk nyata dari komitmen kami dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Kepulauan Riau.
“Melalui Forum Group Discussion ini, kami mengajak semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam memanfaatkan dan mengembangkan aplikasi-aplikasi ini demi tercapainya tujuan bersama, yaitu penegakan hukum yang lebih baik dan lebih dekat dengan masyarakat,” pungkasnya. (un)