KEPRINEWS – Dengan adanya pemberitaan awal keprinews.co, Rabu (9/8), berjudul “Berkolaborasi Palsukan Dokumen, PT Syahnur Cairkan Miliaran Rupiah DJPL yang Diduga Fiktif” mendapatkan beragam tanggapan dan sorotan tajam dari warganet melalui postingan berita di sejumlah Medsos.
Dari pernyataan Direktur Utama (Dirut) PT Syahnur, Sarjoni, kepada keprinews.co, Rabu (9/8), terkait dugaan pencairan fiktif dana Jaminan Lingkungan pasca tambang bauksit PT Syahnur, di Tanjung Moco Dompak, ia berdalih hanya di perusahaan, tidak mengurus masalah Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL).
Dibeberkannya, masalah pengurusan dokumen DJPL itu Budi. Sejak tahun 2010, Budi yang kelola dokumen DJPL PT Syahnur.
Ketika ditanya wartawan, selain Budi, siapa lagi yang terlibat dalam kepengurusan DJPL PT Syahnur, Sarjoni menjawab hal itu tanyakan ke Budi.
Salah satu pejabat di Pemprov Kepri (namanya dirahasiakan) yang mengetahui kejadian itu secara persis, kepada media ini, Kamis (10/8), menjelaskan, bukan hanya pihak perusahaan yang terlibat dalam kasus dugaan pencairan fiktif tersebut. Tapi melibatkan sejumlah pejabat Pemprov Kepri, teristimewa sejumlah oknum-oknum pejabat di Dinas Pertambangan Kepri saat itu.
Pasalnya, untuk memuluskan pemalsuan dokumen dan kelengkapan data penunjang lainnya, agar bisa mencairkan anggaran miliaran rupiah, membutuhkan kerja sama dan kolaborasi pihak-pihak yang memiliki kuasa dan kewenangan.
Kemana aliran dana ini mengalir? DJPL yang telah menyerap anggaran diperkirakan Rp5 miliar secara bertahap, patut diperiksa dan menjadi atensi pihak penegak hukum.
“Ada beberapa LSM dan lembaga teman saya yang akan membuat laporan ke KPK dan Kejagung dalam waktu dekat ini. Agar penerima aliran dana siluman bisa mempertanggungjawabkan secara hukum. Perbuatan melawan hukum dengan merugikan negara miliaran rupiah dengan cara memalsukan sejumlah dokumen reklamasi lahan pasca tambang, mencairkan DJPL, harus dan wajib ditindak lanjuti oleh penegak hukum,” tegasnya.
Sebelumnya, Rabu (9/8), ia menjelaskan bahwa kegiatan reklamasi oleh PT Syahnur dengan laporan revitalisasi lingkungan dengan capaian keberhasilan 100 persen di Tanjung Moco Dompak area kawasan FTZ, Kota Tanjungpinang, itu murni pembohongan dan pemalsuan dokumen.
Lokasi penataan dan pematangan lahan yang dilakukan Pemprov Kepri diakhir tahun 2020, untuk pembangunan jalan, disulap menjadi lokasi kegiatan reklamasi PT Syahnur.
” Sebelumya, kasus ini telah dilaporkan ke APH oleh sejumlah warga Kepri, sejak tahun 2021. Namun belum terlihat tindak lanjut APH,” tutupnya.
Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah, Lanny, menanggapi pernyataan Dirut PT Syahnur , Sarjoni, yang terkesan lari dari tanggung jawab, hanya dengan melemparkan sebuah keselahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh direktur utama..
Direktur utama merupakan penanggungjawab tertinggi secara penuh pada suatu perusahaan, Memiliki wewenang dan privilege yang tidak semua golongan atau karyawan.
Dalam praktiknya, Dirut memiliki tugas memimpin, mengawasi, memilih dan menentukan staf-staf yang membantu melakukan bagian-bagian perkejaan berdasarkan bidangnya.
“Jadi, Budi yang dimaksudkan itu adalah bawahannya, yang ditunjuk untuk mengerjakan sesuatu yang ditugaskannya. Seperti pengurusan DJPL. Kan Dirut bisa menggatikan orang lain ketika tidak sesuai dengan ekspektasi. Artinya, Budi bekerja bertanggungjawab ke Dirut pada internya. Ketika terjadi masalah eksternal seperti ini, itu adalah tanggung jawab penuh Dirut Sarjoni. Ini adalah sah dalam aturan dan pertanggungjawaban perusahaan secara umum,” tegasnya.
Jadi, dalam hal ini, ketika diperhadapkan dengan hukum, yang bertanggungjawab adalah direktur utamanya.
“Tidak mungkin melakukan pencairan DJPL Dirutnya tidak mengetahuinya. Karena tanda tangan dan kuasa apapun yang menyangkut dengan perusahaan tersebut itu di bawah kendali Dirut.
Budi sebagai pengurus DJPL PT Syahnur, sampai berita ini diterbitkan belum dapat dikonfirmasi. (Tim)