Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu, mempunyai sifat sesuai dengan undang-undang, merupakan penerimaan negara. Rokok Ilegal adalah tindakan melawan hukum, siapapun yang melakukan peredaran berdasarkan UU dikenakan sanksi pidana berkisar 1 hingga 5 tahun penjara. Di Kepri, khususnya Tanjungpinang merupakan wilayah subur untuk mafia rokok tanpa cukai.
KEPRINEWS – Aktivitas rokok tanpa pita cukai atau ilegal merupakan bisnis terlarang yang sangat merugikan negara. Di Provinsi Kepri, termasuk Kota Tanjungpinang, peredaran dan penjualan rokok ilegal sepertinya dibiarkan. Buktinya sampai saat ini, sejumlah toko sampai warung berskala kecil menjual bebas beragam rokok tanpa cukai seperti rokok HD, REXO dan lainnya.
Salah satu pemilik warung, Ati (nama panggilan), di daerah Batu 10 Tanjungpinang yang menjual sejumlah jenis rokok ilegal dengan cara dipajang secara terang-terangan, mengatakan, bahwa selama ini mejual rokok legal dan ilegal aman-aman saja.
“Kalau betul pengedar dan penjual rokok ilegal itu adalah tindakan pidana berdasarkan aturan yang merugikan negara, buktinya tidak ada yang melarang. Tidak penah ada petugas bersangkutan datang ke warung dengan mengatakan kalau beberapa jenis rokok ini ilegal dan melawan hukum. Bahkan kami pajang di depan kaca untuk dijual. Dan ini bukan hanya di warung kami, hampir semua warung yang menjual rokok itu,” tuturnya dengan santai.
Dikatakan Ati, kalau ada aturan UU untuk rokok ilegal, itu mungkin tidak berlaku di Tanjungpinang, hanya berlaku di luar daerah. Penjualan rokok tanpa cukai bahkan lebih tinggi pembelinya dari rokok bercukai dengan harga yang lebih mahal.
Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah, Lanny, menyampaikan, walaupun media terus memberitakan maraknya peredaran rokok tanpa pita cukai di Kepri, teristimewa Tanjungpinang, namun fakta aktivitas rokok ilegal ini terus meningkat secara signifikan, dinilai pengawasan kepabeanan membiarkannya, hanya sekali-kali melakukan penangkapan sejumlah batang rokok, dan orang yang membawa rokok dibebaskan. Alhasil peredaran rokok ilegal terus meningkat sampai ke setiap pelosok.
Penjualan bebas di sejumlah toko dan warung kecil secara terang-terangan memajang rokok ilegal, menunjukan keseriusan penindakan barang atau rokok ilegal menjadi tanda tanya besar. Kenapa pihak berwenang yang berkompeten tidak bisa dan dapat melakukan tindakan hukum yang serius dengan melakukan razia di sejumlah warung dan menangkap para pengusaha nakal yang telah merugikan negara serta mempidanakan pengusaha nakal tersebut.
“Peluang pasar rokok ilegal masih terbuka lebar dan bebas disini. Pembiaran terus terjadi. Parahnya lagi, warung kecil yang persis berada disamping Kantor Bea Cukai Tanjungpinang, memajang rokok-rokok tanpa cukai secara terang-terangan. Kenapa terus dibiarkan bisnis ilegal? Apakah ada jatah untuk pembiaran pasar rokok tanpa cukai,” pungkasnya dengan nada bertanya.
Seharusnya kasus peredaran rokok tersebut menjadi tanggung jawab dan perhatian serius oleh aparat penegak hukum. Pasalnya, praktek tersebut melanggar UU RI No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
“Untuk tindakan hukum, memang bukan hanya sepenuhnya ada di Bea Cukai, namun juga perhatian dari semua pihak terkait agar ikut memberantas peredaran rokok yang dilarang keras oleh pemerintah. Siapapun yang melakukan peredaran sesuai instruksi UU dikenakan sanksi pidana berkisar 1 hingga 5 tahun penjara,” ungkapnya.
Jelas UU telah disebutkan barang siapa yang menyimpan atau menjual, menukar serta memperoleh dan memberikan barang tanpa cukai juga dapat dipidana dengan ketentuan yang sama. “Artinya peredaran itu dapat menjerat si penjual dan si pembeli. Namun aturan hukum untuk masalah ini di daerah kita sepertinya tidak dilakukan, hingga menyuburkan tindakan pidana yang merugikan negara terus berkembang dengan pesat,” tuturnya.
Dikutip dari laman Ombudsman Kepri menanggapi seputar peredaran rokok ilegal, Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, juga mengatakan terdapat sanksi hukum bagi penjual, pengedar dan juga pemakainya.
Sanksi hukum itu sangat jelas tertuang di Pasal 54 Undang-undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai menyebutkan, menawarkan atau menjual rokok polos atau rokok tanpa cukai terancam pidana penjara 1 sampai 5 tahun, dan/atau pidana denda 2 sampai 10 kali nilai cukai yang harus dibayar.
“Jadi seharusnya Bea Cukai Batam melaksanakan secara tegas dan konsisten dalam melakukan penegakan hukum,” ujar Lagat melalui pesan singkat yang dikirimnya melalui aplikasi WhatsApp kepada media ini, baru-baru ini.
Masih menurut Lagat, Bea Cukai dapat melibatkan lembaga lain dengan membentuk tim pemberantasan peredaran rokok ilegal tersebut, diantaranya Satpol PP, Kepolisian, Kejaksaan, Kodim dan Disperindag.
Ombudsman berharap kasus-kasus peredaran rokok ilegal tanpa cukai ini di Kepri dapat segera diatasi karena negara akan mengalami kerugian yang terus akan membesar kalau penegakan hukum tidak berjalan.
Semoga Bea Cukai dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam memberantas dan melakukan langkah-langkah pencegahan peredaran rokok ilegal ini.
“Ombudsman Perwakilan Kepri akan terus memantau upaya-upaya yang akan dilakukan,” pungkasnya.
Informasi yang dihimpun tim media, untuk wilayah Kota Batam, Bintan, Tanjungpinang dan Lingga, rokok Rexo Bold tanpa pita cukai dikendalikan oleh seseorang berinisial Nor. Nor merupakan pihak swasta yang turut diperiksa KPK atas kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati non aktif Bintan Apri Sujadi dan Mohd Saleh Umar.
Dalam kasus dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai (BKC) rokok dan mikol pada pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) Bintan, Nor ini telah diperiksa KPK sebanyak 2 kali.
Hingga berita ini dipublikasikan, awak media masih berupaya mengkonfirmasi Nor. (TIM)