Implementasi penegakan hukum terhadap penyelundupan memerlukan moralitas yang baik, tegas dalam menegakan keadilan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan sampai proses pemusnahan harus disertai dengan penegakan hukum yang jelas sesuai prosedural yang ditetapkan oleh hukum di Indonesia.
KEPRINEWS – Kepada KepriNews.co belum lama ini, via Whatsapp, Humas Bea Cukai Tanjungpinang, Oka Ahmad mengatakan bahwasannya Bea Cukai Tanjungpinang tahun 2020 telah mengumpulkan penerimaan negara dari Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor sebanyak kurang lebih Rp1,8 triliun, serta berhasil melakukan 324 kali penindakan atas barang-barang ilegal.
Pada pelaksanaan pemusnahan kemarin, Rabu (3/3/2021), terdiri dari 3.171.793 batang rokok, 10.302 kaleng dan botol minuman mengandung ethil alkohol, 19 unit sepeda dan skuter, serta barang lainnya seperti barang-barang elektronik, parfum, sex toys, tas, sepatu, perkakas dan sebagainya. Pelaku tindak pidana penyeludupan dimana?
Wakil Ketua I Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Danri kepada KepriNews.co Minggu (21/03/2021) menilai prosedur penangkapan, penyitaan barang-barang ilegal hasil diseludupkan secara ilegal oleh Bea Cukai (BC) Tanjungpinang disinyalir tidak mentaati aturan UU sepenuhnya, dalam hal ini.
Secara gamblang instrumen aturan dijelaskan, bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 102 UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan akan dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan pidana penjara paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Jadi prosedur hukum jelas dalam kasus penyelundupan. Tersangaka penyelundupan diancam dengan sanksi pidana, diabaikan sehingga para pelaku kejahatan barang ilegal tidak melewati proses pengadilan dan tidak di hukum dengan hukum pidana. Kenapa pelaku penyeludupan tidak diproses hukum, tapi barangnya dilakukan proses hukum dengan cara penyitaan.
Secara singkat diuraikan Danri pada teknis penerapan penegakan hukum tindak pidana penyeludupan sudah ditetapkan dengan mekanisme penerapan tindakan sesuai UU. Berdasarkan Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan disebutkan, setelah menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang kepabeanan, memanggil bersangkutan untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak pidana kepabeanan.
Sektor ekonomi yang dianggap vital bagi negara yaitu bidang ekspor impor. Para penyeludup dalam menjalankan bisnisnya, untuk memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur ekspor-impor yang berlaku dengan melakukan penyelundupan guna menghindari pajak atau cukai. Ini lah yang sangat merugikan negara hingga triliunan rupiah dari tahun ke tahun.
“Apabila pelaku ini dibiarkan, tidak diproses sesuai ketentuan, maka kejahatan penyeludupan yang tidak dibenarkan negara itu akan terus terjadi. Pertanyaannya boleh kah pihak bea cukai tidak memenuhi ketentuan hukum dalam penerapan kasus penyeludupan? Apakah itu sah bagi negara, atau diperbolehkan untuk hal ini. Apakah tidak ada sanksi hukum untuk pegawai BC bila tidak menataati prosedur penegakan hukum yang berlaku,” ucapnya dengan nada bertanya.
Dalam hal KepriNews.co kembali mengkonfirmasi pihak BC Tanjungpinang lewat humas BC, Oka, via whatsapp, baru-baru ini, mempertanyakan para pelaku tindak pidana penyeludupan berdasarkan hasil barang sitaan BC yang dimusnakan, Oka tidak bisa menjawab pertanyaan wartawan. Malahan Oka berbalik bertanya kepada wartawan yang melakukan konfirmasi, sudah berapa tahun anda menjadi wartawan? (TIM)