KEPRINEWS – Melihat sejumlah daerah dari realisasi penyaluran bantuan sosial ke masyarakat yang terdampak pandemi covid-19 amburadul, tidak tepat sasaran, dikatakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kepada wartawan baru-baru, terindikasi terjadi upaya ‘kampanye terselubung’ yang berpotensi mengarah pada penyelewengan pidana pemilu seperti dilakukan oleh beberapa kepala daerah dengan mencantumkan foto mereka dalam bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat di tengah pandemi virus corona.
Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo dilansir dari bbc.com, mengatakan apa yang dilakukan sejumlah kepala daerah itu dapat dikenakan sanksi pidana namun belum dapat diterapkan karena belum ditetapkan tanggal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah, Pilkada, setelah diundur dari tanggal 23 September 2020. Dimana secara keseluruhan terdapat 270 daerah yang akan melaksanakan Pilkada.
“Motifnya sama, menempel foto di sembako bansos yang diberikan seperti beras, minyak, dan gula. Ketika bantuan dikasih label foto kepala daerah yang berpotensi ikut pilkada, itu adalah upaya kampanye terselubung. Bansos digunakan sebagai pencitraan, sosialisasi, dan elektoral,” ungkapnya
Lanjut Ratna, tindakan yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah yang mencantumkan fotonya di bansos masuk dalam kategori pelanggaran pidana pemilu, mengacu pada Pasal 71 Ayat (3) UU Pilkada. Pasal 71 Ayat (3) UU Pilkada berbunyi, “melarang gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri, maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Namun untuk saat ini, kata Ratna, terjadi kekosongan hukum akan tindakan para kepala daerah tersebut. Sehingga yang bisa dilakukan oleh Bawaslu adalah memberikan surat imbauan kepada para kepala daerah itu untuk menghentikan tindakannya.
Pihak Istana Melarang Momen Bencana Dimanfaatkan Untuk Politik Dalam Kemasan Bansos
Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan ia meminta para kepala daerah untuk stop berkampanye melalui bansos sementara pihak Istana menimbang apakah perlu dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Pihak Istana meminta para kepala daerah untuk tidak memanfaatkan momen bencana untuk berkampanye politik melalui bansos.
“Itu tidak tepat dari kacamata etika politik karena masyarakat sekarang tidak butuh kampanye, mereka butuh bantuan untuk bertahan hidup. Stop berpolitik dan mulai bekerja menyelamatkan rakyat,” Donny.
“Tapi sejauh ini saat belum ada hukum yang mengatur, pemerintah mengimbau agar momen krisis ini jangan dipakai untuk politik jangka pendek, kampanye. Ini momen keselamatan rakyat di atas apapun,” katanya.
Ditambahkan lagi oleh Titi Anggraini yaitu terdapat beberapa alasan mengapa bansos rawan diselewengkan baik untuk kepentingan politik maupun tujuan pelanggaran lainnya. Pertama, kata Titi, adalah mentalitas dan perilaku kepala daerah yang menyimpang, koruptif, dan tidak berintegritas. Faktor ini yang menjadi penyumbang terbesar penyalahgunaan dana bansos.
“Kedua, mentalitas itu ditambah dengan tipologi penggunaan bansos yang lebih mudah dan fleksibel. Artinya perencanaan, pencairan dan pertanggungjawaban dana itu mudah dibandingkan penggunaan program pemerintah yang lain,” kata Titi.
Ketiga, lanjut Titi, adalah tidak berfungsinya institusi pengawasan sehingga membuka lebar pintu penyimpangan. “Kalau DPRD dan inspektorat mengawasi maksimal maka politisasi bansos itu tidak akan terjadi,” katanya. Terakhir, karena para kepala daerah tidak berprestasi sehingga merasa takut untuk tidak terpilih kembali dalam pilkada mendatang.
“Mereka tidak percaya diri mengandalkan kinerja yang sudah dilakukan, makanya berusaha mempercantik diri dengan cara instan dan menggunakan sumber daya negara pula melalui bansos,” tutupnya. (bbc.com/red)