Keputusan untuk bercerai itu artinya melanggar rancangan, ketetapan Allah bagi perkawinan. Karena perceraian tidak pernah dibenarkan oleh Allah. Larangan perceraian itu harga mati dan harus dijunjung tinggi. Karena perceraian tidak pernah dibenarkan oleh Allah. Perkawinan adalah komitmen monogami seumur hidup.
– Perceraian Itu Bukan Akhir Solusi Keputusan, Tapi Awal Kehancuran
– Perkawinan Adalah Komitmen Monogami Seumur Hidup Yang Bukan Poligami
– Bercerai Itu Artinya Orang Tua Merampas Kebahagian Anak
KEPRINEWS – Menanggapi angka perceraian di Tanjungpinang yang terus meningkat tahun 2020, dimana catatan Pengadilan Agama Kota Tanjungpinang, tercatat kasus perceraian Tanjungpinang-Bintan sepanjang tahun 2020 mencapai 900 kasus. Hal ini menunjukan angka yang lebih besar dari tahun 2020.
Kepada wartawan belum lama ini, Ketua Pengadilan Agama Tanjungpinang Imaluddin mempaparkan ratusan kasus cerai didominasi gugatan cerai dari istri. Para istri dengan berbagai alasan sehingga menggugat cerai suami-nya. Kasus cerai didominasi usia pernikahan antara 1 hingga 10 tahun.
Dari total 900 gugatan cerai, sekitar 90 persen yang dikabulkan Majelis Hakim. 5 persen berhasil diselesaikan secara mediasi.
Perceraian Itu Bukan Akhir Solusi Keputusan, Tapi Awal Kehancuran
Menanggapi hal ini, salah satu aktivis keluarga muda yang berdomisili di Tanjungpinang Perum Gesya Gurindam Nori Aseng (43) menjelaskan bahwa perceraian merupakan akhir dari sebuah ikatan pada sebuah pernikahan yang awalnya diharuskan berjalan seumur hidup.
Perceraian sendiri tidak hanya akhir dari sebuah hubungan antara dua insan, namun dalam artian luas yang meiputi anak, harta benda serta lembaga pemerintah dan Allah itu sendiri. Semua yang sudah terlibat ini juga akan menanggung resiko dari perceraian tersebut yang umumnya menciptakan sebuah dampak buruk konflik berkepanjangan.
“Dengan angka cerai yang meningkat 50 kasus dari tahun 2019, dari pihak pemerintah alangkah baiknya menambahkan kegiatan sosialisasi untuk rumah tangga. Bukan hanya hal-hal yang berkaitan dengan serimonial dan lainnya, tapi penting juga untuk agenda antisipasi perceraian, agar dapat diminimalisirkan atau tidak ada lagi kasus cerai yang tidak diinginkan,” tuturnya.
Dikatakan Nori, fenomena perceraian terjadi dari 2 perspektif yang berbeda yakni, cerai hidup dan cerai mati. pada umumnya cerai hidup diakibatkan dari dasar ketidakcocokan, perzinahan, KDRT, pertengkaran, ekonomi dan berbagai alasan lain yang di pakai untuk alasan cerai. Sementara cerai mati terjadi karena salah satu pasangan meninggal dunia.
Dijelaskannya, penyebab dari perceraian yang utama adalah faktor dari manusia itu sendiri dan juga faktor duniawi sekular. Dimana faktor manusia diliputi rasa tidak puas, mau menang sendiri serta sifat egois. Sementara faktor duniawi meliputi perzinahan, materialisme serta kenikmatan duniawi.
Perceraian yang terjadi di dalam keluaga adalah hal yang tidak dikehendaki oleh Allah. Manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, mereka hidup bersama dan membangun suatu keluarga yang atas izin dan atas ketetapan Allah itu sendiri.
Perkawinan Adalah Komitmen Monogami Seumur Hidup & Bukan Poligami
Nori memaparkan, larangan perceraian pernikahan haruslah dijunjung
tinggi. Begitu juga dengan sebuah pernikahan harus dijunjung tinggi. Pernikahan yang benar dan merupakan kehendak Allah itu perkawinan monogami sampai akhir hayat.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin anara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga bahgia dan kekal berdasarkan ketuhanan Ynag Maha Esa.
Pernikahan adalah suatu peraturan yang ditetapkan oleh Allah secara permanen selamanya. Contoh sederhana, mengapa dikatakan hanya perkawinan monogami?
Monogami ada sejak dari mulanya, ketika Allah menciptakan seorang pria (Adam) dan memberinya hanya satu isteri (Hawa) dan keduanya hidup bersama secara permanen (seumur hidup).
“Menjadi suami atau istri yang baik tidak boleh melihat contoh pada zaman-zaman dahulu yang tidak sama dengan sekarang. Tapi menjadikan Firman Tuhan itu dasar untuk hubungan suami istri. Yang tidak patut dicontohi seperti poligami itu yang diikuti. Karena kehendak Allah hanya ada monogami,” tegasnya.
Bercerai Itu Artinya Orang Tua Merampas Kebahagian Anak
Perceraian memiliki muatan negatif terhadap perkembangan psikologi anak. Survei membuktikan pada umumnya perceraian itu artinya kita merampas kebahagian anak dan kasih sayangnya yang ditukar dengan kesenangan kita sendiri.
Perceraian jelas merenggut kasih sayang dan perhatian anak dari kedua orang tuanya. Apapun ceritanya, konsekuensi perceraian itu fakta. Setiap keputusan itu ada konsekuensinya yang harus diketahui.
Perceraian yang selalu berawal dari suatu konflik atau pertengkaran suami istri yang terlalu lama, jadinya dendam atau kehilangan rasa dalam hubungan, menikah terlalu mudah, kemalasan yang menimnbulkan masalah ekonomi, kurangnya komunikasi, hal-hal vital kehancuran keluarga yang harus diperhatikan.
Sebab perceraian dalam suatu keluarga prinsipnya membawa dampak buruk bagi orang tua, anak dan lingkungan. “Perceraian akan mempengaruhi pola pikir suami-istri dengan rasa bersalah berkepanjangan, dimana keluarga yang gagal dalam membina, gagal menjaga pernikahan. Dan ini akan memperkeruh perjalanan hidup selanjutnya. Hindari lah perceraian,” tuturnya.
Seharusnya keluarga membutuhkan suasana harmonis, kerukunan, warna kekeluargaan, namun dengan keputusan yang salah berbuah perceraian yang mengubah situasi indah bagi anak itu menjadi gersang. (Redaksi01)