Anggaran Kosumsi di DPRD Batam, Kinerja Kejari Batam Terlihat Tak Proaktif Plus Mandul
KEPRINEWS – Melihat kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam pada penanganan kasus korupsi anggaran konsumsi pimpinan DPRD Batam periode 2017-2019, terlihat tidak proaktif dan mandul. Hal ini dikatakan Oleh Sekretaris I Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Lasmi, kepada KepriNews.co Kamis (18/06/2020), setelah, mendengar /membaca statement Kajari Batam Dedie Tri Haryadi di Media.
Dikatan Lasmi, kenapa dibilang mandul? Pasalnya, pada keterangannya di pers, dari Kejari untuk melakukan proses hukum selanjutnya masih menunggu hasil perhitungan nilai kerugian negara dari BPKP Kepri. Setelah ada perhitungan nantinya dari BPKP, Kejari Batam akan kaji lagi.
“Ini sudah di luar fungsi kejaksaan yang sebenarnya. Apakah Kejari ini bekerja secara estafet dengan BPKP, jadi harus menunggu? Tidak melakukan investigasi sendiri sesuai tupoksinya. Makanya selama beberapa tahun belakangan ini hasil kinerja Kejari Batam itu apa? Kenapa harus menunggu, tidak sistim menjemput bola. Bekerja jangan jadi kayak orang pemalas,” tuturnya dengan nada bertanya.
Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 Tentang BPKP mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional. Artinya hanya mengawasi secara preventif. BPK yang berfungsi untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Berbeda dengan Tupoksi kejaksaan.
“Contoh, ketika teguran atau catatan BPK tidak dihiraukan, aturan BPKP itu hanya sebatas administrasi. Jangan aturan yang sama digunakan oleh Kejari yang memiliki fungsi lain secara represif, yaitu mengembalikan uang. Ini korupsi bukan pinjaman pakai uang, jadi pakai acara pengembalian,” pungkasnya.
Mengacu pada UU Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI, diuraikan, kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).
Jadi Intinya, ruang lingkup kerja kejaksaan lebih luas, sebagai lembaga penegak hukum, menegakan supremasi hukum. Dimana melaksanakan penuntutan dan tugas lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jangan mengikuti ketentuan dari BPK yang notabene-nya hanya sebatas administrasi dengan cara pengembalian.
Ditambahkan lagi oleh Wakil Ketua DPD 1 IPK Provinsi Kepri Iwan Key, bahwa keterangan Kejari Batam menerima pengembalian uang senilai Rp160.072.000 dari 12 orang saksi atas kasus dugaan korupsi anggaran konsumsi. Masing-masing saksi yang mengembalikan itu, yakni TF senilai Rp41 juta, RRD senilai Rp14 juta, DRT senilai Rp8.412.000, RG senilai Rp9,8 juta, RG senilai Rp22 juta, LR senilai Rp10 juta, RFS senilai Rp16 juta, TRJ senilai Rp3 juta, MRL senilai Rp 15juta, AWN senilai Rp3,7 juta, MK senilai Rp9,8 juta, RRD senilai Rp7.360.000.
“Terbukti mereka sudah melakukan dugaan korupsi dengan mengembalikan uang. Sebelum dilakukan pengembalian, jelas kerugian negara itu ada, dari total keseluruhan yang dikembalikan. Seharusnya ini adalah perbuatan melanggar hukum yaitu korupsi. Anak SMA mencuri HP saja senilai Rp3 jutaan itu langsung ditangkap dan penjara. Ini mencuri uang negara pakai acara pinjam pakai uang,” terangnya.
Di koperasi saja itu pakai bunga. Kalau sistim penegakan hukum ini digunakan, tiap hari bisa lah mencuri uang negara sampai puluhan, ratusan juta rupiah. Bila ketahuan, kan bisa dicicil, dikembalikan? Dimana supremasi hukum, penegakan hukum yang berkeadilan. Yang namanya mencuri ya tetap mencuri, dia mencuri mobil, mencuri uang, atau mencuri baju orang lain, itu dikatakan mencuri. Mobil, uang atau baju itu bukan ukurannya, tapi barometer disebutkan mencuri karena mengambil yang bukan milik dan haknya.
“Sama halnya dengan KKN yang terjadi tidak dilihat dari nilainya. Sebab arti korupsi atau rasuah sebenarnya adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Korupsi tidak ditentukan oleh nilai besar kecilnya uang, tapi tentang tindakan seseorang yang menguntungkan dirinya. Nilai angka rupiah bukan jadi ukuran,” pungkasnya.
Singkat cerita mencuri HP saja dengan nilai yang relatif kecil langsung ditangkap dan dipenjarakan. Apakah karena itu aturan di kalangan masyarakat jadi ditegakan seperti itu. Di kalangan pejabat sudah ratusan juga masih dikatakan saksi, dan bisa dikembalikan secara mencicil. Apakah karena itu di kalangan pemerintah jadi diberlakukan aturan yang tidak berimbang?
“Kami harapkan Kejari Batam dapat melakukan tugas dan fungsinya berdasarkan aturan yang berlaku. Sejauh ini laporan masyarakat ke Kejaksaan Negeri Batam sudah berapa banyak, dibandingkan dengan penegahkan hukum yang dihasilkan,” tutupnya. (Redaksi01)