KEPRINEWS – Pemegang hak atas tanah kerap merasa risau ketika tanah miliknya dikuasai oleh pihak lain. Sudah diupayakan dengan jalur musyawarah, kekeluargaan namun si pemakai tanah tetap tidak bersedia dengan permintaan pemilik atas hak-nya terhadap tanah yang digunakan. Pemakai tidak mengetahui upaya hukum yang dapat digunakan dan tidak memahami ketentuan hukum yang dapat menjerat pelaku.
Seperti yang dikatakan Bambang Kepada KepriNews.co Senin (19/10/2020) via seluler, dimana pembangunan proyek Sapras wisata Desa Ekang Anculai yang bernilai Rp668 juta menggunakan tanah milik warga Kampung Mergosari RT 002/RW 001, Desa Ekang Anculai, Kecamatan Telok Sebong, Bintan tanpa melakukan perundingan dan izin dari pemilik tanah untuk dilakukan pembangunan wisata berbagai fasilitas untuk sapras taman wisata desa oleh Pemdes setempat.
Seperti yang dilansir dari Suarasiber.com bawasannya pemilik tanah Darius Melo Tukan (61) sebagai tokoh masyarakat di desa tersebut, telah menegaskan tidak akan membiarkan sapras itu digunakan oleh pemerintah desa, apabila tidak ada kejelasan atau tanpa perundingan hitam di atas putih dengannya selaku pemilik lahan.
Lanjut Bambang, kerap terdengar di sejumlah daerah, dimana persoalan yang sering terjadi di masyarakat adalah istilah “penyerobotan” (stellionnaat). Masih ada yang tidak memahami unsur-unsur tindak pidana yang dikualifikasi sebagai tindak pidana kejahatan terhadap hak atas tanah.
‘Seharusnya pihak atau panitia desa yang membangun taman wisata ini dilakukan dengan tidak merugikan warga sendiri. Artinya menggunakan tanah milik warga tanpa kepastian atau ditempuh dengan musyawarah dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Bukan langsungn dibangun sesuka hati tanpa dilakukan izin pemilik tanah. Ini apa namanya,” tutupnyan dengan nada bertanya. (Red)