KEPRINEWS – Menanggapi pemberitaan KepriNews.co seputar galian C di Kabupaten Natuna, oleh PT ABM di tanah negara tepatnya di Desa Gunung Puteri, setelah diklarifikasi dari pihak perusahaan, beberapa poin yang dikatakan oleh RO (inisial) dari pihak perusahaan menjelaskan kepada KepriNews.co Minggu (10/05/2020).
Pertama, pekerjaan galian C ini dilakukan oleh PT Asa Jaya Amalia (AJA) sesuai surat kuasa yang diberikan untuk hak guna atas tanah itu dalam melakukan aktivitas perussahaan. Jadi bukan di lakukan oleh PT ABM. Dikatakannya, bahwa sebelum melakukan kegiatan galian C, lokasi tanah galian tersebut sudah dilakukan sesuai prosedur aturan dilakukan perusahaan.
Pihak perusahaan telah melakukan upaya hukum terbaik sebelum beraktivitas di zona itu, dimana tanah tersebut pada awalnya tidak dikatakan itu tanah negara atau tanah bermasalah. Tapi ada pemiliknya dan pemiliknya tersebut itu memiliki surat yang sah.
“Kami melakukan kegiatan di Desa Gunung Puteri ini, untuk kemajuan daerah itu juga, selain dampak ekonomi terbantu, pembangunan berjalan, dan aktivitas ini kami tetap kami mengikuti kaidah-kaidah penambangan yang sehat, aman dan terkendali. Karena berbeda dengan jenis pertambang bauksit yang memiliki target tertentu dari hasil bumi,” ungkapnya.
Singkat cerita, kalau pun itu dari pihak Pemdes atau yang lain mengatakan status tanah itu adalah milik negara atau bermasalah, tapi pihak perusahaan telah melakukan prosedur sebenarnya dari pemilik tanah yang memiliki surat tanah.
Intinya perusahaan melakukan aktivitas ini bukan menabrak aturan, tapi dilakukan mengikuti aturan . “Kalau pun aktivitas ini ada warga yang terganggu atau melakukan hal yang salah, tolong disampaikan ke pihak perusahaan, agar semuanya berjalan dengan baik dan sesuai. Kami pun tidak akan mau melakukan pekerjaan yang beresiko kalau berstatus resmi tanah negara,” terangnya sembari mengatakan pihak perusahaan selalu siap menerima kritikan untuk kebaikan dan kemajuan perusahaan.
Definisinya, status tanah itu yang diketahui bukan tanah negara. Pasalnya, bila status itu benar, tak akan ada surat kepemilikan tanah perorangan. Dalam hal ini perusahaan tetap berpatokan pada surat tanah yang ada, bukan sekedar kata-kata status tanah itu A dan B. “Jadi prasangka dan isu kami asal beraktivitas di tanah itu yang seakan-akan memanfaatkan tanah pemerintah itu tidak benar, dimana kami telah melakukan upaya hukum untuk beraktivitas di lokasi itu yang memilki surat kuasa bermeterai,” tutupnya. (TIM)