
KEPRINEWS – Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Rudi Margono, didampingi sejumlah pejabat Kejati bersama Kajari Tanjungpinang Lanna Wanike Pasaribu, Kasi Pidum Kejari Tanjungpinang, Kajari Lingga Rizal Edison, dan Kasi Pidum Kejari Lingga, melaksanakan expose terhadap perkara pidana.
Ekspos perkara dilakukan dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung yang diwakili Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejangung Nanang Ibrahim Soleh, secara virtual.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Kepri Denny Anteng Prakoso, kepada keprinews.co, Selasa (30/1), menuturkan, bahwa Kejati mengajukan 2 perkara pidana yang dimohonkan untuk diterapkan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Satu perkara tindak pidana Oharda yang diajukan Kejari Tanjungpinang. Sebagai tersangka Muhammad Sandi Irwansyah dalam perkara penggelapan dalam jabatan jo perbuatan perlanjut melanggar Pasal 374 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Satu perkara yang diajukan Kejari Lingga, dalam perkara tindak pidana Oharda atau KDRT. Tersangkanya bernama M. Ali Bin Ismail (Alm) pada perkara penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU nomor 23 tahun 2004 atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Adapun dari permohonan pengajuan terhadap 2 perkara ini, melanggar Pasal 374 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP, untuk dilakukan restoratif justice.
Dua permohonan perkara disetujui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang telah memenuhi syarat.
Lanjut Denny, untuk itu, pihak Kejati melakukan penyelesaian perkara dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
Merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana. (Red)