KN – Pada umumnya pemerintah terus berupaya menekan prilaku money politic sampai mendeklarasi tolak dan lawan politik uang. Dalam Pasal 187 poin A hingga D disebutkan, orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan atau 6 tahun.
Ternyata bukan hanya penjara yang menjadi hukumannya, tapi pelaku money politik dikenakan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Forum Demokrasi Jurdil, Jusri Sabri, bersama Himpunan Para Caleg Peserta Pemilu 2019 Lintas Partai
Salah satu Calon Legislatif (Caleg) dari dapil Tanjungpinang Timur, Jusri Sabri, mengaku merasa terzolimi oleh “Politik Uang”. Bahkan Jusri bersama Himpunan Para Caleg Peserta Pemilu 2019 lintas partai peserta pemilu di Kota Tanjungpinang, menyatakan beberapa sikap dan tuntutan pasca Pemilu 17 April 2019 lalu sebagai berikut:
Pertama, mengusut tuntas indikasi politik uang yang ditemukan di seluruh lokasi TPS wilayah Kota Tanjungpinang yang dilakukan oleh oknum caleg Dapil Kota Tanjungpinang, salah satunya terlihat pada besarnya jumlah perolehan suara di TPS tertentu, terlihat sangat signifikan.
Jusri tidak membeberkan secara rinci siapa oknum caleg yang dimaksud. Ia hanya mengungkapkan bahwa oknum tersebut tidak pernah melakukan sosialisasi atau juga tidak dikenal oleh warga setempat.
Berdasarkan kegiatan sosialisasi Caleg, kata Jusri, bisa dicek pada laporan kegiatan kampanye di Polres Tanjungpinang dan Polda Kepri.
Dalam hal ini, dengan bukti yang terlampir, serta keinginan menegakkan
Pemilu yang Jujur dan Adil sesuai Undang-Undang nomor 17 Tahun 2017 tentang pemilu pasal 286 ayat 1-6 secara gamblang menyatakan larangan atau pelanggaran untuk memberikan janji, iming-iming atau mengarah pada ajakan, menghasut, mendorong pemilih dan mempengaruhi pemilih untuk memilih caleg tertentu.
Mewakili himpunan, pegiat antikorupsi ini meminta dengan tegas agar Bawaslu, Panwaslu dan Gakkumdu melakukan penyelidikan segera dan menerapkan aturan hukum yang berlaku, apabila terbukti sah melakukan pembelian suara untuk didiskualifikasi perolehan suara dan proses hukum dijalankan sebagaimana mestinya.
“Meminta KPU menunda rapat pleno penetapan Caleg terpilih pada pemilu 2019.
Karena temuan pembengkakan suara secara masif di TPS tertentu sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Ini sangat mencederai proses pemilu 2019. Bahkan pesta demokrasi disini tercemar oleh tindakan oknum caleg yang tidak bertanggungjawab,” tutur Jusri.
Bahkan ia meminta Bawaslu, Panwaslu dan Gakkumdu tetap menerapkan sanksi
pidana dan mengeliminir suara caleg hasil perolehan suara yang didapat melalui dugaan jualbeli suara.
“Meminta BAWASLU, PANWASLU dan GAKUMDU, bertindak tegas menindaklanjuti hasil
temuan investigasi yang dilaporkan oleh Forum Demokrasi Jurdil (Bukti-Bukti
terlampir) berupa kesaksian dan keterangan,” keluhnya.
Pihak Forum Demokrasi Jujur Dan Adil Pemilu 2019 siap mengawal proses penyelidikan sampai putusan dibuat, agar dapat dihasilkan perolehan suara yang transparan, demokratis, jujur dan adil.
“Surat ini kami sampaikan, demi marwah Demokrasi Indonesia yang
transparan, jujur dan adil,” demikian Jusri.
Terhadap kasus-kasus money politik yang saat ini sedang diproses, Jusri ingin kasus tersebut harus transparan dan adil. “Jangan coba-coba 86, Kalau tuntutan kami tidak dipenuhi kami akan turunkan ratusan massa untuk demo di KPU dan Bawaslu,” janji Jusri, sembari mengatakan akan terus memantau proses hukum untuk oknum Caleg yang diduga kuat lewat beberapa kesaksian dan keterangan warga pada pelanggaran praktik politik uang.
Penulis: Jenly Lengkong