Mengakhiri Tambang Ilegal di Kepri
KEPRINEWS – Penanganan tindak pidana pertambangan ilegal yang menggunakan izin bodong oleh Kejaksaan Tinggi Kepri, dinilai terlalu bertele-tele. Pada hal, kasus ini sudah diawali pemeriksaan dari beberapa instansi pusat, jadi Kejati tinggal meneruskan, dan tidak memakan waktu yang lama alias lelet.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Ikatan Peduli Lingkungan Hidup (IPLH) Bagian Sumatera, Ressy (32) kepada KepriNewsa.co via seluler baru-baru ini. “Dengan leletnya proses hukum oleh Kejati, berimbas terjadi lagi penjualan biji bauksit ke China dari Kabupaten Lingga, seperti yang Viral di Medsos. Pada hal perbuatan pengusaha yang menjual bauksit di masa pandemi, dan tidak takut dengan ancaman hukum berlapis, itu jadi catatan buruk untuk penegakan hukum di Kepri,” tutur Ressy master hukum yang pernah menjadi dosen.
Menjadi perhatian publik sebagai apresiasi buruk di Kejati Kepri, yaitu penanganan perkara yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun tersangka-nya masih beraktivitas melakukan perjalanan ke luar kota. Ini merupakan penanganan perkara yang buruk, dimana ketika seseorang itu telah ditetapkan tersangka. Instruksi KUHP para tersangka apa bila mereka tidak ditahan, atau tersangka melakukan penanguhan, dijelaskan pada Pasal 31 ayat (1) KUHAP, yaitu wajib lapor, tidak keluar rumah atau tidak ke luar kota.
“Aturan harus ditegakan, bukan menjadi syarat hukum yang bisa dipermainkan. Status penetapan tersangka itu artinya penyidik telah mendapatkan alat bukti yang cukup dan siap dilanjutkan pada proses pengadilan. Proses hukum dari Kejati ini memang tak bisa di intervensi, tapi mata masyarakat bisa melihat prosesnya seperti apa. Proses hukum yang buruk menimbulkan kecurigaan publik. Ini memiliki konsekuensi yang besar. Jadi kami berharap pihak Kejati dapat menegakan keadilan untuk dugaan praktik kejahatan yang telah ditetapkan tersangka untuk diadili pengadilan,” pungkasnya.
Lanjutnya, dalam jangka waktu dekat ini kami akan menyurati Kejagung agar dapat dipercepat proses hukum oleh Kejati Kepri atas perkara tambang ilegal yang jelas perusahaan tambang tersebut telah melakukan pengrusakan hebat di lingkungan Pulau Bintan, dan berkonspirasi menggunakan izin bodong. Lingkungan hidup, hutan yang hancur itu sangat mempengaruhi tatanan hidup manusia dan pembangunan daerah di kemudian hari.
Ke depan bila penanganan hukum di Kejati Kepri masih staknasi, kami juga akan menyurati dan mendesak KPK agar dapat mengambil alih kasus ini. Pengambilalihan perkara sudah beberapa kali dilakukan KPK. Misalnya, penanganan perkara korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun, sebelumnya kasus itu cukup lama ditangani Kejari Kota Madiun dan Kejati Jatim. Termasuk KPK mengambil alih penanganan perkara korupsi di Nganjuk.
Menurut Ressy, ada dua kemungkinan faktor penyebab lelet atau mandeknya perkara yang ditangani oleh Kejati, yaitu, faktor teknis dan nonteknis. Faktor teknis, bisa berupa minimnya anggaran penanganan perkara dan terbatasnya jumlah jaksa. Faktor nonteknis, antara lain, adanya intervensi dari atas dan praktik suap untuk menghentikan perkara.
“Kami berharap Kejati Kepri profesional lah dalam perkara ini dan tidak membuang waktu yang lama. Akibatnya pelanggaran yang sama juga baru terjadi di Lingga. Tolong perkara tambang ilegal ini, jadikan lah prioritas penanganan perkara di Kejati agar menjadi barometer bagi pengusaha tambang yang lain ketika akan melakukan eksploitasi. Ini pengrusakan lingkungan yang merupakan tindakan pidana. Tegakan lah hukum yang ada,” harapnya.
Ditambahkan lagi oleh Wakil Ketua DPD 1 IPK Provinsi Kepri Iwan Key, dimana bukan rahasia umum lagi penetapan para tersangka oleh Kejati Kepri, sepertinya tidak ada bos-bos besar tambang yang terlibat. Seharusnya mereka yang bertanggungjawab dalam hal ini, pasalnya, para pekerja tambang itu melakukan kegiatan tambang atas arahan kerja dari bos besarnya.
Inisial yang penetapan tersangka oleh Kejati yang bertambah yaitu, BSK, WBW, HEM, SG, JN, MAA, ER, MA, AR, JL. Dari inisial ini, tidak terlihat nama dari bos-bos besar tambang ilegal yang ikut terlibat sebagai pemodal dan lainnya tidak dijadikan tersangka. Muara dampaknya, salah satu bos besar yang diduga terlibat juga di tambang ilegal Bintan disebut-sebut di media sosial kembali beraksi melakukan penjualan biji bauksit di China. (TIM)