Mulai dari komunitas masker yang tidak memenuhi kriteria penerima bantuan sosial modal kerja Rp1 milliar, kegiatan penanganan bidang kesehatan meliputi pengadaan alat kesehatan, pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), pembelian suplemen vitamin, beberapa kegiatan program penanganan pandemi Covid-19, termasuk program sosial pembagian sembako, dipertanyakan dan perlu sentuhan hukum. Dalam realisasi anggaran tersebut, selain diduga terjadi mark up, dugaan ada yang difiktifkan, rekayasa laporan keuangan, termasuk pengeluaran dana yang tidak didukung dengan dokumen serta bukti kewajaran harga.
KEPRINEWS – Dari beberapa pengakuan, bocoran pejabat atau ASN yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan Pandemi Covid-19, pada tahun 2020 mulai mencuat kembali. Dikuatkan dengan termuan Badan Pemeriksaan Keuangan RI, terlihat adanya indikasi penyelewengan anggaran dana kegiatan Covid-19 yang seharusnya dilakukan proses hukum atau minimalnya dilakukan pemeriksaan oleh pihak berwajib agar terungkap apakah ada mafia anggaran Covid-19 di Pemprov Kepri?
Hal ini dikatakan oleh salah satu anggota Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKN) Yenny, kepada KepriNews.co, Rabu (14/07/2021). Dijelaskannya, dalam proses desentralisasi fiskal pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk meningkatkan dan mempertahankan sumber daya keuangan memenuhi tanggung jawab daerah seperti melakukan refocusing atau pemusatan kembali dana APBD serta proses realokasi sebagai solusi dalam melakukan penanganan pandemi Covid-19.
Untuk penanganan pandemi Covid-19 sebagai keadaan darurat, sejatinya berdasarkan pada pelayanan kesehatan (health services), pemenuhan kebutuhan fiskal (fulfillment of fiscal needs), percepatan penanganan dalam kegiatan sosial (acceleration of handling in social activities). Hingga Pemprov Kepri melakukan refocussing dan realokasi APBD, per-15 November 2020 sebesar Rp230 miliar lebih bermuara pada percepatan penanganan pandemi Covid-19.
Lanjutnya, jika berdasarkan data editor pemeriksana keuangan BPK, saat itu, dari alokasi anggaran, hanya teralisasi sekitar 73,22 persen dengan nilai Rp168 miliar. Penyerapan anggaran pada alokasi dana tersebut, diduga terjadi beberapa penyimpangan, “lahan subur” dari pengeluaran/pembelian yang tidak sesuai ketentuan, prosedur serta beberapa laporan keuangan yang diduga terjadi rekayasa.
Seharusnya, pelaksaan refocussing dan realokasi APBD Kepri saat itu yang bernilai Rp230 miliar, wajib memberikan dampak baik yang berisfat substantif maupun prosedural dalam segi tata kelola pemerintahan, kebijakan pengelolaan keuangan, dalam konteks pengalihan terhadap APBD.
Sesuai ketentuan aturan dalam hal ini, untuk pemenuhan hak atas kesehatan terhadap setiap orang yang terdampak pandemi Covid-19, juga terhadap pemenuhan fiskal (fulfillment of fiscal needs) melalui kehadiran UU Nomor 2 Tahun 2020. UU ini tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona.
Seirama dengan itu, salah satu pejabat di Pemprov Kepri (namanya dirahasiakan) yang terlibat dalam beberapa kegiatan percepatan penanganan Pandemi Covid-19 yang mengetahui sejumlah pengeluaran alokasi anggaran ini, yang dimainkan.
Kepada KepriNews.co baru-baru ini, dijelaskannya, bahwa, ada beberapa jenis kegiatan penanganan bidang kesehatan, termasuk pengadaan alat kesehatan, pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), serta kegiatan program dan penggunaan dana Covid-19 yang menimbulkan tanda tanya.
Dimana, kelengkapan bukti kewajaran harga kegiatan penanganan Covid-19, yang menunjukan adanya potensi korupsi. Implementasi kegiatan penanganan bidang kesehatan, prinsip transparansi dan akuntabiltas penggunaan anggaran penanggulangan Covid-19 terkesan ditutup-tutupi.
“Pada hal situasi dan kondisi pandemi Covid-19 saat itu, kehidupan masyarakat butuh perhatian serta bantuan pemerintah yang benar-benar tepat sasaran, dirasakan langsung atau mengenak langsung dengan warga. Atau apa yang dilakukan pemerintah pada penggunaan anggaran bernilai ratusan miliar tersebut, dilakukan secara sungguh-sungguh dan bertanggungjawab, bukan menjadi lahan subur yang jadi temuan,” punkasnya.
Alokasi anggaran APBD Rp230 miliar di tahun 2020, yang terserap hanya 73,22 persen, apakah nilai dana ini benar-benar dirasakan atau tepat sasaran ke masyarakat , atau terjadi korupsi berjemaah? Itu hanya bisa dibuktikan oleh aparat hukum.
Apa lagi pada program sosial pemberian paket sembako yang dianggarkan untuk seluruh masyarakat kabupaten/kota se-Kepri, melalui Disperindag, sangat dipertanyakan. Termasuk komunitas masker Tanjungpinang yang tidak memenuhi kriteria penerima bantuan sosial modal kerja dari Rp1 milliar.
“Bila pihak aparat hukum di Kepri serius melakukan pemeriksaan yang benar terhadap penyerapan alokasi anggaran penanganan Covid-19 tahun 2020, yang terlihat jelas beberapa bukti ketidakwajaran harga dalam kegiatan penanganan Covid-19, termasuk dokumen pelaksanaan kegiatan dan laporan keuangannya, pasti ada yang dijadikan tersangka. Nanti saya kasih beberapa bukti untuk pemberitaan selanjutnya, asalkan pak wartawan merahasiakan sumbernya,” tutupnya. (TIM)