KEPRINEWS – Kasus proyek pengadaan ganti rugi lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seluas 2 hektar di Tanjung Uban yang dilaksanakan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Bintan tahun 2018, besar anggaran Rp2.440.100.000 menjadi sorotan tajam publik.
Mewakili masyarakat, Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Kebijakan, Samiun, meminta pihak Kejaksaan Bintan untuk tidak memperlambat waktu dalam penegakan hukum memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan berbagai cara termasuk secara konvensional, khususnya terkait dugaan korupsi ganti rugi lahan TPA Bintan, yang notabanenya pembayaran baru direalisasikan berkisar Rp450 juta kepada pemilik lahan.
Terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum, menyalahi aturan pada pelaksanaan pengadaan lahan TPA. Seharusnya proses lahan TPA, Tim pengadaan lahan yang diketuai Hery Wahyu mengikuti prosedur dan mekanisme. Seperti melakukan IP4T, Identifikasi, Penguasaan, Pemanfaatan, dan Pemilikan Tanah.
Memastikan kawasan tersebut di zona yang aman, realnya lahan itu berada di area hutan produksi terbatas. Jadinya pembebasan/pembelian lahan yang gunakan dana APBD miliaran rupiah tidak dapat dibuktikan dengan surat hibah kepemilikan Pemkab Bintan untuk TPA atau sesuai peruntukan, proyek sia-sia.
Intinya, pengadaan lahan TPA Rp2.440.100.000, anggaran yang terserap untuk bayar lahan baru sekitar Rp450 juta.
Bahkan tanah itu masih bermasalah kepemilikan yang tumpang tindih. Akhirnya proyek lahan TPA ini gagal, walaupun anggaran telah dicairkan 100 persen. Sampai sekarang lahan yang diklaim telah dibayar ganti rugi oleh Tim pengadaan lahan Pemkab Bintan tidak dapat digunakan, hingga terindikasi terjadi tindak pidana korupsi rugikan negara miliaran rupiah.
“Kami berharap pihak kejaksaan Bintan dapat melakukan penegakan hukum secara luar biasa pada kasus ini sebagai upaya pemberantasan korupsi, secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan, dengan tidak terlihat seakan-akan memperlambat waktu proses hukum. Demi mewujudkan supremasi hukum, dan memerangi tindak pidana korupsi, kami percaya pihak Kejari Bintan mengusut tuntas para pejabat yang terlibat dalam kegiatan ganti rugi lahan ini,” pinta Samiun.
Sebab dengan meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali, terdiam, tenggelam dalam waktu lama akan membawa bencana terhadap kehidupan perekonomian daerah juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Pasalnya tindak korupsi yang meluas dan sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat. Sebab itu tindakan korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara-cara yang luar biasa.
“Rencana kami, apabila kasus ini tidak dilakukan penanganan hukum secara efisien dan efektif, konsisten waktu, sesuai dengan ketentuan UU, artinya tidak jelas kapan dilakukan penetapan tersangka dan secepatnya dilimpahkan ke pengadilan, maka kami akan melakukan demo di Kejaksaan Bintan sebagai partisipasi kami untuk supermasi hukum dan penegakan hukum,” ucapnya.
Hery Wahyu yang menjabat Kadis Perkim saat itu (tahun 2018-red) dan juga sebagai Ketua Tim pelaksaan pembebasan lahan dalam kegiatan ini, sampai saat ini belum dapat dihubungi dan dikonfirmasi. Beberapa kali ke kantornya saat ini Perkim tapi beliau bertepatan tidak ada di tempat. B E R S A M B U N G (RED/Tim)