Dalam ranah penegakkan hukum menyangkut korupsi secara umum, diinsyafi sebagai suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Seorang tersangka korupsi secara jelas telah diinsyafi oleh semua pihak mengenai substansi perbuatannya sebagai suatu kejahatan luar biasa selevel teroris. Artinya upaya pemberantasan korupsi, mental dan moral aparat penegak hukum menjadi jaminan keberhasilan.
KEPRINEWS – 2 orang tersangka yang berstatus sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor PN Tanjungpinang, terlihat publik seperti orang yang tidak merasa bersalah, alias bebas melakukan apa saja seperti pada umunya. Artinya edukasi hukum dan efek jera untuk kasus koruptor tidak ada. Tindakan hukum yang dipertontonkan ke publik pada penanganan kasus ini, mengambarkan moral keseriusan menangani kejahatan luar biasa itu seperti kejahatan biasa.
2 terdakwa yakni dokter Asri Wijaya S dan Satria Nagawan yang didakwa merugikan uang negara Rp551.414.600 dengan kasus tindak pidana dugaan korupsi Pengelolaan Anggaran BLUD RSUD Dabo Singkep Tahun Anggaran 2018 lalu, masih bisa melakukan apa saja, juga kemungkinan menghilang barang bukti yang lain?
Seperti yang dikatakan Wakil Ketua IPK Kepri Iwan Key kepada wartawan, walaupun kedua terdakwa dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Yosua Parlaungan Lumbanobing SH dari Kejari Lingga, dijerat hanya melanggar pasal 3 Jo Pasal 18 Undang–Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mencerminkan mental dan moral aparat hukum yang tidak melakukan instruksi UU dalam dengan serius pada upaya pencegahan korupsi, kenapa? Dalam asas legalitas, aparat penegak hukum tidak dibenarkan untuk bertindak di luar ketentuan hukum atau Undue to law maupun undue proces, yang terlihat terdakwa bisa melakukan penangguhan pada level perbuatan yang seharusnya tidak perlu ditangguhkan.
Dalam proses penanganan tindak pidana korupsi khususnya penyidikan, dilakukan secara sungguh-sungguh, guna, didapatkannya bukti-bukti yang kuat untuk dapat melakukan penahanan bagi tersangka/terdakwa. Disebabkan diinsyafi sebagai extra ordinary crime, tersangka koruptor jangab diperlakuan seperti kasus biasa yakni memberikan keleluasaan dalam bentuk penangguhan/pengalihan penahanan. Sebab hal ini akan jadi kontradiksi dan potensi kejahatan ini akan terus membudaya.
Kejaksaan sebagai harapan masyarakat digarda terdepan dalam pemberantasan korupsi, memegang posisi sentral dalam penegakan hukum. Artinya, tugas dan wewenang yang dimiliki oleh kejaksaan, menentukan suatu kasus layak atau tidak dilakukan penahanan.
Ironis karena di tengah mengklaim kasus korupsi asadalah kasus luar biasa, namun pada kenyataan dalam proses penegakkannya terkesan biasa-biasa dan tidak ada hal yang berbeda dengan pidana lainnya.
Jika penangguhan diberikan kepada tersangka korupsi maka kemampuan dan power aparat terkesan dapat digagalkan dengan cara upeti.
Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan selama ini menjadi salah satu misi utama dan menjadi tugas pokok yang harus disukseskan sejalan dengan tuntutan reformasi di bidang penegakan hukum di Indonesia.
Berbagai kebijakan dan petunjuk pimpinan kejaksaan dalam upaya mendorong dan meningkatkan intensitas penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi di seluruh jajaran Kejaksaan se-Indonesia secara terus menerus selalu di keluarkan seiring dengan perkembangan kuantitas dan kualitas modus operandi kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Tambah Iwan, menurut KUHP Pasal 1 angka 21 KUHAP, dikatakan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan RI sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat.
Singkat cerita, dalam hal ini kami minta kejaksaan Lingga melakukan tugasnya yang baik, terlihat nilai-nilai hukum di depan publik. “Menangani perbuatan yang telah menyalagunakan uang negara untuk masyarakat. Jadi kami minta kejaksaan melakukan penahanan sebagai bukti keseriusan dan efektifnya dalam keperluan hukum. Jangan diberikan peluang untuk kejahatan korupsi, agar potensi perbuatan ini dengan sendirinya dapat ditekan,” imbuhnya.
Untuk itu diupayakan membangun kembali kepercayaan publik untuk kinerja kejaksaan ke depan dan penguatan peran pengawasan dalam mendukung Reformasi Birokrasi Kejaksaan melakukan tindakan tegas terhadap perbuatan koruptor. Ketika aparat itu peka terhadap pelayanan publik dengan mengoptimalkan kinerja plus meningkatkan kredibilitas dan integritas yang tangguh dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaaan pada pelaksanaan pengawasan yang melekat, maka keberhasilan penegakan hukum itu akan terlihat. B E R S A M B U N G (Redaksi01)