
KEPRINEWS – Menanggapi masalah cetak buku Perda di Badan Pengelola Pajak dan Restribusi Daerah (BPPRD) Tanjungpinang, sebanyak 2.100 buku, tahun anggaran (TA) 2024, menuai tanggapan dari publik, termasuk beberapa pegawai di BPPRD Tanjungpinang.
Sejumlah LSM, salah satunya Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), Lanny, di salah satu kedai kopi Bincen, kepada keprinews.co, Kamis (30/1), mengatakan Minggu depan dirinya dan rekan-rekan lainnya berencana akan melaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum 5 kegiatan tahun 2024 dan 1 kegiatan di tahun 2023 yang diduga terjadi penyelewengan anggaran.
“Yang kami akan laporkan, pembuatan aplikasi bernilai Rp588 juta TA 2024 di saat defisit, soal pajak, pengadaan buku, box arsip, seputar penggunaan anggaran yang belum bisa kami sampaikan ke publik, dan 1 kegiatan lagi di tahun 2023 yang nanti diungkapkan setelah dilaporkan ke APH,” cetusnya, sembari mengatakan akan mengawal laporannya dan dipastikan sampai ke meja hijau.
Di tempat yang sama, Sani yang tergabung di LSM lainnya, menuturkan setelah melihat kualitas isi buku Perda tersebut sangat jelas foto copy.
“Saya 4 tahun kerja dipercetakan, tahu persis kualitas foto copy dan dan hasil print baik itu mesin cetak offset, mesin digital printing, flexography dan mesin gravure. Setelah saya lihat isinya kualitas foto copy, kalau dibilang hasil print, kita buktikan nanti bukti setelah dilaporkan,” tegasnya.
Salah satu pegawai di Pemko Tanjungpinang yang sangat mengetahui tentang pelaksanaan pengadaan buku Perda di BPPRD Tanjungpinang (namanya dirahasiakan-red) mengatakan, setelah ada pemberitaan, baru sibuk memperbaiki administasinya agar terlihat seakan-akan sesuai mekanisme aturan.
“Bukan rahasia umum lagi di kalangan pegawai BPPRD Tanjungpinang, terkait buku itu, pelaksanaannya gimana dan indikasinya. Seperti pengadaan box redaksi tahun 2024, yang anggarannya hampir dua ratus juta, yang diduga 100 persen fiktif. SPjnya digunakan foto box arsip pengadaan tahun sebelumnya,” ujarnya, dan meminta namanya dirahasiakan.
Lanjutnya, dari jumlah 2.100 buku, itu dicetak tidak sampai seribu eksemplar. Kalau dibilang diperuntukannya ke wajib pajak, kapan pembagiannya. Angka 2100 ini dari mana sebetulnya. Seharusnya jelas perinciannya secara sah pengadaannya dengan jumlah pengadaan buku tersebut, untuk nilai Rp176 juta.
“Kalau untuk wajib pajak, kenapa buku itu dibagikan ke OPD-OPD. Bagaimana teknis pembagiannya. Kalau ke orang-orang tertentu mungkin iya yang dikasih. Yang namanya kecurangan pasti meninggalkan jejak kok. Suruh saja APH periksa, pasti akan ketahuan,” terangnya.
Kepala BPPRD Tanjungpinang Said Alvie, Senin (27/1), memberikan klarifikasi, dikatakan mengenai pengadaan buku sudah sesuai aturan.
“Buku yang dicetak itu hasil print, tidak ada foto copy,” ungkapnya.
Kembali keprinews.co melakukan konfirmasi ke Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), pengadaan cetak buku Perda BPPRD Tanjungpinang, Jumat (24/1) sampai Jumat (31/1), terkait pengerjaannya dikerjakan sendiri dan buku hanya difoto copy, yang bersangkutan tidak memberikan jawaban. (tim)