KEPRINEWS – Melalui ekspos hasil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kepri, penyaluran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022 dalam bentuk honorarium Tim Khusus (Timsus) Gubernur, tidak didukung bukti kegiatan kerja, absensi kehadiran, laporan kegiatan, bukti pendukung dokumentasi, kajian dan saran sebagai pertimbangan dalam mendukung tugas gubernur.
Pada temuan tersebut dijelaskan, bahwa pembentukan dan penetapan Timsus tidak memiliki dasar hukum aturan undang-undang beserta PP. Pemprov Kepri melalui anggaran OPD, memplotkan anggaran jasa kantor berjumlah Rp395.533.928.399,68. Dari anggaran ini diambil Rp12.349.105.315 menjadi honorarium Timsus.
Instruksi PP nomor 33 Tahun 2018 mengenai tugas dan wewenang gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat, dimana penyelenggaraan tugas dan wewenang wakil pemerintah pusat di daerah, dibantu perangkat gubernur oleh perangkat daerah. Jelas dalam PP ini mengamanatkan gubernur dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu staf ahli. Artinya, kedudukan tim khusus tidak ada dalam peraturan sebagai semestinya.
Ditambahkan lagi oleh Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Linna, Sabtu (4/6), dijelaskan bahwa dalam temuan BPK sudah jelas penyaluran anggaran APBD Kepri berjumlah Rp12,3 miliar merupakan indikasi penyelewangan anggaran yang harus menjadi atensi aparat penegak hukum apabila tidak dapat menyelesaikannya dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Selain kedudukan Timsus menabrak aturan, pembentukannya tidak didasarkan hasil kajian hukum dari Biro Hukum, agar sejalan berdasarkan ketentuan UU lebih tinggi dan dapat dipertimbangkan secara efisiensi anggaran yang bermanfaat untuk masyarakat.
“Saya baca dari temuan tersebut target capaian kinerja Timsus tidak dijelaskan pada dokumen perencanaan rencana kerjanya sebagaimana keputusan gubernur bernomor 817 Tahun 2022. Termasuk uraian spesifik tugasnya dan kaitannya dengan OPD sebagai tugas membantu gubernur,” ucapnya.
Lanjut Linna, parahnya lagi, mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban tugas beserta kegiatanya tidak ada, termasuk kerangka acuan kerja pada penyediaan jasa penunjang urusan pemerintah daerah yang dibebankan dipembiayaan penggunaan APBD.
Terlihat juga pada pengakuan OPD yang menyediakan anggaran untuk melakukan pembayaran honor melalui belanja jasa tenaga pelayanan umum setiap bulan bernilai Rp15 juta perbulan untuk Timsus.
Singkat cerita, sekalipun nantinya dikatakan berdasarkan Pergub dan lainnya secara administrasi, tapi tidak boleh melambung atau menabrak UU. Kebijakan daerah dalam bentuk Pergub yang tidak berdasarkan aturan yang lebih tinggi itu cacat hukum. Aturan Pergub harus disejalakan dengan aturan yang tinggi, apabila melenceng, itu artinya penyelewengan.
“Kami harap temuan BPK ini menjadi acuan Pemprov Kepri untuk lebih baik menggunakan APBD di kemudian hari,” tutupnya.
Catatan Redaksi: Redaksi menyampaikan permohonan maaf, karena ada kekeliruan dalam judul dan redaksional berita, sehingga pada Kamis (8/6/2023) pukul 13:15 kami mengoreksi judul dan isi berita. Terima Kasih