KEPRI NEWS – Dipertanyakan, kenapa sampai sekarang lahan bekas aktivitas tambang tidak dilakukan reklamasi dan pasca tambang di Pulau Bintan. Jadi dana jaminan reklamasi dan pasca tambang sebagai jaminan, apabila perusahaan nakal tidak melakukan kewajibannya.
Maka seperti instruksi Undang-undang nomor 4 tahun 2009, dikatakan, pemerintah dapat menggunakan uang jaminan perusahaan untuk menunjuk pihak ketiga melakukan reklamasi dan pasca tambang.
Ketentuan hukum Pasal 99 dan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tetang pengusaha tambang berkewajiban menyerahkan perencanaan reklamasi dan pasca tambang beserta dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang, saat mengajukan permohonan IUP. Hal ini dikatakan oleh LSM Pemantau Kerusakan Lingkungan (PKL) Surhatini yang biasa disapa Tini kepada Kepri News, Minggu (28/04/2019).
Kemudian, bila reklamasi dan pasca tambang tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh perusahaan tambang, maka Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota boleh menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang, dengan menggunakan dana jaminan perusahaan.
Dalam aturan ini, jelas Tini, sebelum menyerahkan izin IUP kepada perusahaan, menjadi satu persyaratan, dimana perusahaan tambang harus memberikan uang jaminan reklamasi dan pasca tambang, kepada pemerintah sebagai jaminan untuk itu. Artinya, ketika saat pasca tambang, langsung diikuti dengan reklamasi, agar fungsi dari hutan tersebut dapat dikembalikan walaupun tetap memakan waktu yang lama.
Dan tidak harus sementinya menunggu ketidakpastian perusahaan tersebut melakukan kewajibannya. Tapi Pemprov harus tetap mengantisipasi kehancuran hutan tersebut dengan dana jaminan yang dijaminkan sebelum memegang izin IUP. Pemerintah harus mengutamakan kelestarian hutan dan keselamatannya. “Jangan cuek-cuek bebek pula, seperti tidak tahu kalau di Bintan, banyak lahan hutan yang hancur. Jangan sampai dana jaminan menjadi dana pribadi,” pintahnya.
“Fakta yang ada, kenapa sampai saat ini, tidak ada yang peduli dengan kehancuran hutan di Kabupaten Bintan. Seharusnya dari kemarin, Pemprov Kepri sebagai pemegang uang jaminan perusahaan tambang, sesuai UU yang berlaku, harus bertindak cepat menyelamatkan area hutan yang hancur dengan menggunakan dana jaminan tersebut,” tuturnya.
Tapi sampai saat ini, dana jaminan tersebut mengapa belum digunakan sesuai amanat hukum, dimana kepala daerah dapat mengambil sikap untuk melakukan reklamasi lewat pihak ketiga. Dengan tidak adanya aksi dan tindakan nyata untuk menyelamatkan kehancuran hutan yang merupakan suatu tindakan pidana, menjadi pertanyaan besar, dimana saat ini dana jaminan itu berada.
Selanjutnya, ketentuan norma hukum tersebut diatur lebih rinci dalam perangkat hukum dibawahnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang yang memiliki cita-cita yang kuat mendisplinkan perusahaan pertambangan dalam melaksanakan program reklamasi dan pasca tambang.
Guna memenuhi target revitalisasi lingkungan sebanding dengan bekas lahan tambang pertambangan dengan memberikan tanggung jawab kepada perusahaan pertambangan untuk memperbaiki lingkungan melalui reklamasi dan pasca tambang.
Merujuk pada kedua instrumen hukum tersebut, terlihat adanya perbedaan atau tumpang tindih peraturan terkait pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang yang menjadi kewajiban perusahaan pertambangan.
Di satu sisi ketentuan norma hukum dalam UU Nomor 04 Tahun 2009 tetang pertambangan, mengijinkan adanya pihak ketiga menjalankan reklamasi dan pasca tambang bila perusahaan pertambangan tidak melaksanakan sesuai rencana awal.
Di sisi lain ketentuan norma hukum dalam PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang mewajibkan pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang dilakukan oleh perusahaan pertambangan.
“Namun, sudah jelas, kalau perusahaan tambang tidak melakukan kewajibannya, maka ketentuan hukum lain memberikan kewenangan untuk pemerintah daerah dapat memilih pihak ketiga untuk lakukan reklamasi dengan menggunakan dana jaminan,” jelasnya.
Seharusnya dari awal, Pemprov Kepri telah mengantisipasi pelanggaran perusahaan pertambangan dalam melaksanakan reklamasi dan pasca tambang dengan menerbitkan produk hukum sendiri yang mengikat para pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) untuk bertanggung jawab secara langsung dalam melaksanakan reklamasi dan pasca tambang melalui evaluasi dan pembinaan.
Namun tentu hal ini tidak akan mengubah kecenderungan perusahaan pertambangan untuk mampu bertanggung jawab dalam melaksanakaan reklamasi dan pasca tambang, walaupun dana jaminannya untuk reklamasi sudah diberikan kepada Pemprov melihat kenakalan perusahaan pertambangan cukup mengkhawatirkan keselamatan lingkungan.
Tak jarang banyak kasus pidana yang melibatkan perusahaan pertambangan karena akibat lahan bekas tambang yang ditinggalkannya menyebabkan hilangnya nyawa masyarakat sekitar lahan bekas pertambangan, dikarenakan longsor, erosi dan gempa bumi lainnya.
Kesimpulannya, karena sudah terlanjur aktivitas tambang berhenti, dana jaminan tersebut dapat digunakan sesuai aturan. Sampai saat ini, masih menjadi tanda tanya besar, dimana dana tersebut? Kalau ada, kenapa tidak digunakan sesuai instrumen hukum yang berlaku, untuk selamatkan lingkungan hidup.
“Harapan kami masyarakat, jangan sampai dana ini dikorupsi. Ini untuk menyelamatkan lingkungan yang sudah hancur. Pihak aparat hukum, semoga dapat menyikapi dan melakukan tindakan hukum, apa bila dana itu hanya terendam saja, sehingga peruntukannya itu berubah. Jangan biarkan lingkungan yang hancur di Bintan itu tidak direklamasi, karena dampaknya itu sampai ke anak cucu kita,” demikian Tini. Penulis (Redaksi)