Kepri News – Sekian lama KeprNews.co melakukan penulusuran/investigasi seputar Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP), dari berbagai narasumber dan beberapa pengusaha bauksit yang memegang tersebut, ikut bicara.
Salah satu Ahli Tambang bersertifikat yang diakui negara IAN (inisial), mengatakan bahwa izin IUP OP untuk penjualan yang selama ini diterbitkan, tidak bisa gunakan untuk menjual bauksit. Disebabkan istilah lobi-lobi “tergiur” akhirnya terjadi kesepakatan atau konspirasi untuk memberlakukan izin fiktif (di luar jalur aturan UU-red) alias bodong, dengan modus menjual bauksit-bauksit tersebut ke PT GBA, meski hal itu dilarang sesuai aturan.
Rekayasa atau pemalsuan dokumen negara yang dibuat berupa izin tersebut, akhirnya menghilankan bauksit di pulau bintan bernilai Rp266 miliar (USD 19 X 1.000.000 ton). Termasuk kerusakan hutan secara besar-besar yang tidak mendasar pada izin pertambangan yang sah. Memperkosa kekayaan hasil bumi dengan kerusakan lingkungan hidup. Parahnya lagi, tidak dikembalikan fungsi hutan seperti semula dengan reklamasi ulang seperti ketentuan aturan, menghilangkan uang negara (pajak) sekitar ratusan miliar rupiah. Ini artinya, telah melakukan tindakan pidana berlapis.
– Tindakan melawan hukum secara berjemaah: Atas Nama Pemerintah Provinsi Kepri mengeluarkan Izin IUP OP melalui DPM-PTSP atas Rekomendasi Dinas ESDM yang fatal, melanggar ketentuan dan ketetapan hukum yang berlaku atau pemalsuan dokumen negara, menghilangkan keuangan negara ratusan miliar rupiah, menghilankan bauksit di Pulau Bintan bernilai Rp266 Miliar, pengrusakan hutan secara liar besar-besaran, dan tidak dilakukan reklamasi sesuai ketentuan hukum. Unsur tindakan pidana jelas terjadi oleh tim verifikasi penerbitan Izin tersebut.
Membuka Topeng Dinas ESDM Kepri?
Taukah kita bahwa sebenarnya IUP OP untuk penjualan bauksit seperti yang diterbitkan ini tidak dapat digunakan untuk menjual bauksit. Namun faktanya izin itu tetap diterbitkan, ada apa? lalu kemudian akhirnya dicabut baru-baru ini 19 izin melalui Kepala Ispektorat Kepri, meski sudah terlambat dengan alasan yang tak dijelasakan.
Fakta bahwa izin untuk penjualan tidak dapat digunakan untuk menjual bauksit berdasar ketentuan:
(1). Izin diterbitkan oleh gubernur dengan kewenangan penjualan bauksit untuk tujuan lokal di dalam 1 Provinsi (Kepmen ESDM 1796.K/30/MEM/2018 (lamp XI) Pedoman pelaksanaan penerbitan izin di bidang pertambangan.
(2). Pemanfaatan mineral mentah (Raw material) bijih bauksit seperti yang dihasilkan di Bintan, hingga saat ini hanya untuk kebutuhan Pabrik Peleburan (smelter) yang kemudian dimurnikan menjadi Allumina.
(3). Untuk tujuan penjualan lokal, di wilayah Kepri hingga saat ini belum memiliki pabrik smelter.
(4). Penjualan bauksit hasil kegiatan kepada PT GBA selaku pemilik izin ekspor bertentangan poin 1 sesuai surat persetujuan ekspor produk pertambangan Dirjen Perdagangan Luar negeri yang kepada PT GBA.
(5). Pemanfaatan bauksit untuk fungsi lain seperti pengeras jalan, penimbunan dan lainnya, tidak ekonomis mengingat harga bauksit saat ini USD 19.00 dibanding mineral batuan dengan fungsi yang sama alias merugi.
Dari urutan poin diatas, sangatlah jelas jika izin tersebut dipaksakan dengan rumus rekayasa/pemalsuan dokumen negara yang merupakan tindakan melawan hukum secara terang-terangan.
Selain itu pemalsuan izin yang digunakan untuk menjual bauksit, dikarena beberapa instrumen sebagai syarat terbitnya izin masih harus disempurnakan melaui regulasi tambahan seperti Perda atau Pergub yang berfungsi memayungi segala jenis rencana kegiatan Badan Usaha Non tambang yakni yang terjadi di lapangan saat ini.
Namun fakta yang terjadi izin tersebut dipaksakan terbit. Akhirnya penggunaan belasan izin yang terbit sama sekali tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan fakta lapangan, pantas diduga jika pemohon izin dan Kabid Perizinan DPM-PTSP selaku Ketua Tim Verifikasi Perizinan Pemprov Kepri (Pergub Kepri nomor 51 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan PTSP) berperan penting dalam proses meloloskan permohonan IUP Operasi Produksi untuk penjualan bauksit.
Demi memuluskan aksinya, melalui loby-loby cantik akhirnya belasan izin penjualan bauksit diterbitkan juga meski tidak seharusnya terbit. Karena tidak dapat digunakan sesuai fakta di atas. Diduga Tim verifikasi selaku pejabat pengevaluasi berkas persyaratan izin melakukan trik agar bauksit hasil kegiatan pemohon izin dapat dijual meski tabrak aturan.
Trik atau cara yang dilakukan adalah dengan menyetujui kerjasama penjualan bauksit hasil kegiatan Badan Usaha Non Tambang kepada PT GBA. Hal ini jelas melanggar salah satu butir persyaratan penerbitan izin untuk penjualan (Kepmen ESDM 1796.K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemberian Izin Bidang Pertambangan) berupa melampirkan perjanjian kerjasama jual beli mineral hasil kesepakatan kedua belah pihak tanpa melanggar aturan yang ada.
“Disinilah awal terbitnya belasan izin penjualan bauksit di Kabupaten Bintan untuk melenyapkan sekitar 1 juta ton bauksit senilai Rp266 miliar, yang seharusnya tidak terjadi karena ulah segelintir pejabat rakus bermental rendah,” kesal IAN.
Hal ini juga menjadi jawaban atas penyebab kenapa belasan Badan Usaha Non Tambang selaku pemegang belasan izin penjualan bauksit tidak dapat menunjukkan bukti setor pembayaran PNBP ke Kas Negara. Ironisnya, drama tentang pemerkosaan Sumberdaya Mineral Kepri oleh pejabat-pejabat bermental rendah diakhiri dengan cerita turunnya malaikat pencabut 19 izin setelah kegiatan penjualan mineral tergali selesai.
Melalui Kepala Inspektorat Kepri selaku institusi yang harusnya menjalankan fungsinya di awal tapi nyata melakukan fungsinya diakhir. Disini terlihat, dengan tidak adanya fungsi dan kontrol dari Inspektorat Kepri, sampai kebobolan pemalsuan dokumen negara, yakni pemberlakukan izin yang dipaksakan melanggar aturan. Dimana teknis pemeriksaan dan kontrol Inspektorat untuk hal ini sebelumnya?
Saat semua setelah berakhir, barulah eksen mencabut 19 izin bodong itu, dengan cara yang sama, yakni secara tidak langsung melanggar ketentuan. Dimana reklamasi ulang sudah menjadi tanggungjawab pencabut izin, tidak melakukan reklamasi, yang akhirnya sampai saat ini hutan dalam kondisi kritis.
Rasanya jauh dari kata makmur bagi masyarakat Kepri melihat kenyataan. “Pernyataan saya ini bukanlah hoax dan tanpa bermaksud meresahkan pihak manapun. Karena saya katakan berdasarkan fakta yang terjadi, juga berdasarkan teori, aturan dan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya
Ditambahkan IAN, berita ini hanya membantu Pemimpin Provinsi Kepri untuk menemukan pejabat-pejabat yang pantas disebut merugikan negara, memperkaya diri atau orang lain, dengan menggunakan jabatannya sesuai PP 53 th 2010 tentang Disiplin PNS.
“Semua adalah fakta , demi keadilan agar bisa dibuktikan melalui proses hukum demi terwujudnya kemakmuran masyarakat Kepri. Semoga penjelasan saya yang apa adanya terjadi, ini juga menjadi tolak ukur para penegak hukum untuk kembali menindak lanjuti semua kecurangan, pembohongan, fiktif yang dilakukan secara berjemaah yang akhirnya memperkosa kekayaan bumi di Pulau Bintan,” tutup IAN
Penulis: Jenly