KEPRINEWS – Kejahatan pemalsuan surat tanah di daerah Kabupaten Bintan satu-persatu mulai terungkap. Pada Tahun 2022 kemarin, Polda Kepri ungkap sindikat pemalsuan surat tanah seluas 48 hektar di Kabupaten Bintan dan menetapkan 19 Tersangka.
Saat ini, kembali Polres Bintan tengah menyelidiki dugaan pemalsuan surat tanah yang menyeret nama Hasan, yang saat ini menjabat Penjabat Wali Kota Tanjungpinang pada pemanggilan polisi sebagai saksi untuk diperiksa.
Dari informasi yang dihimpun media ini, melalui berbagai sumber, baik itu warga sekitar lokasi lahan yang diklaim milik PT Expansindo Raya, dan beberapa warga pengelola lahan tersebut, berdasarkan surat tanah warga, berupa Surat Keterangan Tanah (SKT), diterbitkan oleh pemerintah setempat sebagai unit pemberi layanan pertanahan. Dimana, layanan pertanahan untuk penerbitan SKT hanya bisa dilakukan oleh pihak kelurahan atau kecamatan.
Menurut Aldi (nama panggilan-red) berdomisili di Kijang, kepada keprinews.co, Kamis (29/3), membeberkan seputar dugaan pemalsuan surat yang terjadi di lahan PT Expansindo Raya, RT/RW 001/001, Batu 22, Jalan Nusantara, Kelurahan Sei Lekop, Kecamatan Bintan Timur, yang memiliki luas 100 hektar.
Disampaikannya, sesuai apa yang diketahui tentang keberadaan dokumen kepemilikan atas tanah berupa SKT atau alas hak sebagai data yuridis atas tanah, dikeluarkan oleh kecamatan, terindikasi tanpa melakukan verifikasi dan akurasi data hingga menyebabkan tumpang tindih kepemilikan hingga bermasalah hukum.
“Saya pernah ditawarkan untuk membeli lahan di tanah yang bermasalah itu. Saat ditawarkan, memang ditunjukan dokumen kepemilikan lahan, sebelum Expansindo lapor polisi. Informasi yang berkembang saat itu, sebagian pengelola tanah telah dilengkapi SKT. Kalau tidak salah, sebagian besar surat keterangan dikeluarkan dari kecamatan, dan camat waktu itu dijabat oleh Hasan,” tuturnya.
Di luar dari kemungkinan ada pihak lain yang memalsukan surat keterangan tanah, namun berdasarkan aturan dan prosedur penerbitan SKT yang disinyalir cacat administrasi terindikasi terjadi pemalsuan dokumen, disebabkan penerbitan surat keterangan di atas tanah yang statusnya berada di lahan Expansindo.
Walaupun ada ketentuan yang tidak dipenuhi perusahaan Expansindo, tapi karena status lahan berdasarkan UU berada pada kepemilikan Expansindo, maka camat atau lurah, sesuai ketentuan UU, tidak boleh mengeluarkan dokumen dalam bentuk apapun untuk kepemilikan atas nama orang lain.
“Belum ada pernyataan resmi dari instansi berkompeten bahwa lahan tersebut sudah dikembalikan ke negara atau menyatakan status lahan yang membolehkan camat mengeluarkan surat keterangan tanah dalam bentuk apapun. Adanya indikasi surat tanah bodong ini, masyarakat yang dirugikan dan menghambat perkembangan investasi perusahaan luar di kawasan Bintan Timur,” ungkapnya.
Seirama dengan itu, Arman warga sekitar lahan Expansindo, menambahkan, bahwa saudaranya yang punya surat lahan di tanah yang digugat Expansindo telah dilengkapi dengan surat keterangan register surat tanah di kelurahan dan kecamatan.
Disebutnya, Sejumlah kasus tanah di Bintan yang membuat subur mafia tanah untuk merajalela, diperkuat oleh peran lurah dan camat, yang berani mengeluarkan SKT bodong tanpa mempedomani aturan. Adanya jual beli penerbitan SKT pada penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi penyebab terjadi konflik lahan, pemalsuan surat dan masalah pertanahan lainnya.
Pada hal, peran lurah dan camat sangat diperlukan dengan maksud mencegah kekeliruan dan tumpang-tindihnya informasi mengenai stasus dan pemilikan tanah, SKT dan pemalsuan dokumen.
Untuk itu, keseriusan Polres Bintan yang menangani kasus ini, mendapat apresiasi dan respon positif dari berbagai elemen masyarakat Bintan.
Termasuk Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Mhd Hasim, sangat mendukung Polres Bintan yang sementara melakukan pemeriksaan atas saksi-saksi di kasus ini.
Ia menyebutkan camat memiliki peran besar urusan surat tanah di Bintan Timur, dan bisa jadi tersangka bila ada pembuktian adanya keterlibatan.
Pasalnya, camat dan lurah memiliki peran penting urusan surat pertanahan dan harus bertanggung jawab apabila terjadi permasalahan hukum atas SKT yang dikeluarkan.
Sebab, hanya camat atau lurah yang bisa mengeluarkan surat ini dengan menerapkan asas kecermatan, dan kecil kemungkinan ada pihak lain yang terlibat pada kasus penerbitan surat palsu, sebab kewenangannya ada di camat dan lurah.
Pada dasarnya, setiap SKT yang diterbitkan camat harus mempedomani prosedur pengurusan yang dipastikan tidak terjadi tumpang tindih atau pemalsuan surat tanah alias bodong.
Terkait kasus lahan Expansindo, patut menjadi atensi lurah atau camat, tergantung penerbitan SKT, apakah itu dikeluarkan oleh kecamatan atau kelurahan.
Walaupun sebetulnya SKT bukanlah dokumen legalitas yang membuktikan kepemilikan hak seseorang atas tanah, dikarenakan ukuran kepemilkan hak, negara hanya mengakui sertifikat sebagai bukti kepemilikan dengan kepastian hukum tetap. Namun SKT merupakan petunjuk kepemilikan dan dapat menjadi dasar penerbitan sertifikat tanah.
Sebelumnya, Kasi Humas Polres Bintan, Iptu Missyamsu Alson kepada wartawan mengatakan telah melayangkan surat pemanggilan polisi ke Hasan pada tanggal 25 Maret 2024 lalu. Dikarenakan bersangkutan tidak bisa memenuhi panggilan pertama, maka dilakukan pemanggilan kedua.
Masih kasus yang sama, keprinews.co kembali melakukan konfirmasi, Jumat (29/3), ke Hasan, terkait adanya pemalsuan surat tanah yang dikeluarkan pihak kecamatan, dan dirinya pada waktu itu menjabat sebagai camat Bintan Timur. Namun sampai berita ini diterbitkan, Hasan belum memberikan jawaban. (Red)