KEPRINEWS – Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kepri, mengadakan kegiatan revitalisasi 200 rumah suku laut di Kabupaten Lingga.
Untuk revitalisasi 200 rumah suku laut, di Kabupaten Lingga, dinilai melanggar aturan prosedur penyelenggaraan bangunan hunian yang tidak sesuai standar minimal rumah sehat dan layak tinggal.
Revitalisasi rumah, tersebar di 8 desa. Pelaksanaan pembangunan, dimulai sejak bulan Maret 2023, belum juga selesai 100 persen, hingga hari ini, Selasa (6/2/2024).
Adapun 7 desa disebut, progres pembangunan telah rampung 100 persen. Yakni, Desa Baran, Mentengah, Penaah, Desa Tajur Biru, Desa Temiang Lingga, Pasir Panjang, dan Kentar Akat.
Program revitalisasi ini, menuai sorotan dan perbincangan negatif di kalangan masyarakat Kepri. Pasalnya, revitalisasi tersebut, tidak mempedomani petunjuk teknis dan spesifikasi. Rumah dibangun hanya berbentuk kotak, tanpa kamar tidur dan kamar mandi, tidak memiliki standar minimal hunian.
Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Lanny, kepada media ini, Senin (5/2), menjelaskan, pemerintah pusat dan daerah tengah berpacu melakukan program pengentasan kemiskinan. Upaya ini menghadirkan program bantuan rumah, di kantung-kantung permukiman kumuh dengan kondisi rumah tidak layak huni.
Diketahui, sebuah rumah merupakan instrumen penting dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Untuk itu, sebagai wujud kepedulian pemerintah, diadakan peningkatan kualitas fisik hunian yang memadai, berdampak langsung bagi penerima manfaat.
Aspek-aspek yang menjadi parameter bantuan rumah, memiliki standar minimal dan ketentuan denah rumah, terdiri dari teras, ruang tamu, dapur, satu kamar tidur, dan satu kamar mandi/toilet.
Lanjut Lanny, melirik revitalisasi 200 rumah yang direalisasi Pemprov Kepri, melalui DPKP, dinilai tidak sesuai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002, tentang pedoman dan pentunjuk teknis yang ditetapkan secara nasional.
“Yang dibangun bentuknya kotak kosong. Standar minimal rumah yang ditentukan spesifikasinya tidak kerjakan. Ini mengambarkan kualitas kerja DPKP Kepri amburadul, asal jadi. Direalisasikan layaknya suatu kandang atau gudang. Apakah Ini layak untuk hunian keluarga? Tidak pikir penghuninya mau tidur dimana, dan mandi berak dimana? Kan akhirnya anggaran Rp7 miliar jadi sia-sia,” ungkapnya.
Menggunakan dana miliaran rupiah mubazir, tidak cermat dan taat hukum, menjadi program gagal. Pembangunan yang tidak menggunakan parameter, kajian kerangka pikir, standar minimal, rumusan modul desain dan panduan teknis.
“Untuk itu, kami masyarakat meminta kepada aparat penegak hukum agar menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi di DPKP Kepri yang tidak sesuai peruntukan dan bentuk fisik. Terindikasi terjadi kerugian negara dan menghambat program pengentasan kemiskinan,” tuturnya.
Kepala DPKP Kepri Said Nursyahdu saat keprinews.co akan melakukan konfirmasi di kantornya, Senin (5/2), staf yang berada di kantornya mengatakan bahwa yang bersangkutan hari ini tidak ada. (red)