KEPRINEWS – Korupsi pengadaan/barang dan jasa Pemerintah Provinsi Kepri dari tahun ke tahun menjadi isu penting yang berkembang di publik saat ini. Jajak suap dalam pengadaan barang jasa pemerintah penyediaan barang/jasa atau pengusaha rekanan pemerintah disinyalir ada yang melakukan melakukan penyuapan untuk mendapatkan tender?
Salah satu pegawai yang bekerja di unit layanan pengadaan ini (namanya dirahasiakan-red) kepada KepriNews.co baru-baru ini, setelah diwawancarai mengatakan bahwa salah satu kecerobohan Pokja dalam menentukan pemenang pengadaan Mesin Tempel 15 PK dengan nilai Rp4,2 miliar lebih terlalu nampak.
Dari belasan peserta, urutan ke 12 terendah yang dimenangkan. “Ya kami pun sendiri binggung, tapi tidak bisa melawan toke atas kehendaknya. Pada hal kalau mau bermain cantik perusahaan pemenang itu diatur pada urutan kedua atau ketiga. Karena selama ini Pokja ULP tidak pernah tersentuh hukum, jadi kebiasaan bermain kasar,” pungkasnya.
Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (Lembaga KPK) Provinsi Kepri, Kennedy, menilai proses pengadaan mesin tempel ini rawan penyimpangan, dilihat dari sistem pemenang urutan ke 12 tertinggi dari harga pagu mesin tempel tersebut.
No 1. CV. panca warna Rp 3.679.571.600,-
No 2. CV. Brata Rizki Perdana Rp. 3. 695.120.000,-
No 3. CV. Sukses Gemilang Engineering Rp. 3.699.982.000,-
No 4. CV. Inti Sari Utama CV Rp. 3. 863.868.800,-
No 5. CV. Bumi Raflesia Rp. 3.883.616,000,-
No 6. CV. Bersaudara Rp. 3 930.066,800,-
No 7. PT. Esense sarana Medika Rp. 3.938.220.000,-
No 8. PT.Scefs Sukses Abadi Rp. 3. 939.270.192,-
No 9. PT. Jaya Tenan Rp. 3. 977.864.000,-
No 10. PT. Mitra Kepri Sejati Rp. 3.999.556.000,-
No 11. CV. Barokah Utama Sakti RP. 3. 999.990.000,-
“Dari 11 perusahaan yang dikalahkan ini tidak mungkin semua cacat administrasi. Kesan yang ditimbulkan oleh Pokja, dimana aturan dibuat karena selama ini pengadaan barang jasa di perusahaan pelat merah kerap tidak transparan dan akuntabel. Juga isu santer yang sering terdengar soal indikasi penyuapan untuk mendapatkan suatu tender,” tegas.
Seharusnya lanjut Kennedy, pengadaan barang jasa di pemerintah yang efisien harus terbuka dan kompetitif, terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Realitasnya kabar yang berkembang indikasi KKN pengadaan barang dan jasa pemerintah di Pokja ULP semakin meningkat, seperti gunung es di dalam laut tidak terlihat. Modus dan cara yang dilakukannya semakin sistemik.
Upaya pencegahan yang dicanangkan selama ini untuk meminimalisir KKN dengan jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan tidak dipenuhi secara memadai.
Prinsip untuk proses lelang yang efektif, efisien, terbuka, transparan, akuntabel dan persaingan yang sehat hanya menjadi simbol semata. Penekanan dari prinsip ini, selain untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik dan mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, dihanguskan oleh indikasi sistem suap menyuap alias fee.
Dalam bingkai konseptual proses pengadaan barang/jasa pemerintah telah menganut prinsip-prinsip good and clean governance, namun realnya pihak Pokja ULP ini sendiri belum menerapkan model dan formula yang tepat berdasarkan kejujuran untuk proses tender.
“Kami akan melaporkan hal ini ke aparat hukum untuk menelusuri kebenarannya, agar ke depan sistem lelang proyek di Pokja ULP berlaku adil sesuai aturan,” tutupnya. (TIM)