Besok Selasa (23/02/2021) LSM Getuk dan timnya akan melaporkan indikasi pencairan Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) PT Syahnur yang diduga kuat fiktif ke Polda Kepri, tembusan Mabes. Dalam Minggu ini juga akan membuat laporan ke KPK.
KEPRINEWS – Ketua LSM organisasi sosial NGO GETUK Yusri Sabri, terkait atas
dasar pengamatan, pemantauan dan pengumpulan data-data lapangan yang dilakukan, maka dengan ini Yusri akan melaporkan indikasi DJPL dan pencairannya yang terindikasi fiktif secara alternative maupun komulatif dugaan terjadi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan Negara.
Adapun pihak-pihak yang akan dilaporkan atas dugaan ini, yaitu
1. Perusahaan: PT SYAHNUR. Direktur Utama-nya Budi Susanto, lokasi penambangan di Tanjung Moco Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit
Bestari Kota Tanjungpinang.
Nomor IUP SK Walikota Tanjungpinang Nomor nomor 271 tahun 2010 dan IUP OP nomor 272 Tahun 2010 Luas IUP OP 99 HA dan 74,8 HA.
2. Inspektur Tambang Dinas ESDM Kepri.
3. Para pihak yang terkait dengan kewenangan jabatan dalam pelaksanaan
kewajiban reklamasi dan pencairan dana jaminan reklamasi pasca tambang.
Instruksi UU Dilawan Secara Konspirasi Untuk Mencairkan DJPL
Dugaan tindak pidana tambang dan tindak pidana korupsi yang dilaporkan di atas
didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana di atur
dalam Pasal 161 B UU/3/2020 (1) setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau
berakhir dan tidak melaksanakan: Reklamasi dan/atau Pascatambang, penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000.0O0,0O (seratus miliar rupiah).
Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks pemegang IUP atau
IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka
pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang yang menjadi
kewajibannya.
Pasal 2 UU/20/2001 setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit
200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Pasal 3 UU/20/2001 menyatakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal Rp1 miliar.
Indikasi Kronologis Terjadinya Pencairan DJPL Fiktif
Dugaan terjadinya tindak pidana tambang dan tindak pidana korupsi sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas kami simpulkan berdasarkan pengamatan, penelitian lapangan, kompilasi data dan laporan serta konfirmasi atas temua-temuan dimakud dengan Dinas Pertambangan dan Energi
Provinsi Kepri.
Kronologis dugaan terjadinya peristiwa tindak pidana dijelaskan Yusri, pertama PT Syahnur telah melakukan kegiatan penambangan bouksit berdasarkan perizinan yang dimiliki sejak tahun 2006 yang berakhir 2008, kemudian diperpanjang sampai dengan 2011, berdasarkan IUP OP nomor 271 tahun 2010 dan IUP OP nomor 272 Tahun 2010 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang, masing-masing dengan luas wilayah tambang 99 HA dan 74,8 HA.
Dari Tahun 2011 sampai dengan 2020 IUP OP nomor 271 dan IUP OP Nomor 272 sudah tidak diperpanjang lagi atau dengan perkataan lain tidak lagi melakukan kegiatan penambangan dan perizinannya dalam kondisi telah habis masa berlakunya.
Kemudian PT Syahnur telah memenuhi kewajibannya untuk menyetorkan dana jaminan reklamasi sepanjan kegiatan penambangan yang dilakukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sebesar Rp2.506.045.127, dan Rp3.120.603.305 yang tercatat dalam saldo tertanggal 30 November 2020 di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bestari Kota Tanjungpnang.
Dalam rangka tindak lanjut LHP BPK atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kepri Tahun 2009 berdasarakan peraturan perundang-undangan Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Riau telah meminta PT Syahnur untuk mengalihkan seluruh penempatan dana jaminan (berikut bunga) semula pada PD BPR Bestari mejadi pada salah satu dari Bank Pemerintah yang ditunjuk. Namun permintaan pengalihan penempatan dana dimaksud tidak dilaksanakan oleh PT Syahnur sesuai dengan fakta Surat Gubernur Kepri Nomor 800/1804/ESDM-96T/2020 tertanggal 10 Desember 2020.
Pada tanggal 30 Maret 2020 PT Syahnur telah mengajukan permohonan pencairan dana DJPL ke Gubernur cq Dinas ESDM Kepri berdasarkan kegitan reklamasi yang telah dilakukan sebagaimana yang dilaporkan perusahaan untuk dapat ditindaklanjuti dengan evaluasi oleh Tim Inspektur Tambang Dinas ESDM.
Pelaporan pelaksanaan reklamasi dan permohonan pencairan dana DJPL yang disampaikan oleh PT Syahnur tersebut di atas telah ditindaklanjuti oleh Dinas ESDM dengan membentuk Tim Inspektur Tambang pada tanggal 14 Oktober guna melakukan penelitian, memverifikasi dan mengeavaluasi tingkat pencapaian kinerja pelaksanaan reklamasi yang telah dilaporkan oleh perusahaan dalam bentuk dokumen Berita Acara Peninjauan Lapangan Dalam Rangka Penilaian Keberhasilan Pelaksanaan Kegiatan Pasca Tambang PT Syahnur di Tanjung Moco yang ditandatangai oleh Ketua Tim Inspektur Tambang.
Pada tanggal 10 Desember 2020, Gubernur Kepulauan Riau menerbitkan Surat Nomor 800/1804/ESDM-90T/2020, sifat penting, perihal Rekomendasi Pengembalian Dana Jaminan Pascatambang kepada Direktur PT Syahnur yang
berisi pernyataan bahwa, wilayah IUP sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 271 Tahun 2010, keberhasilan pelaksanaan pascatambang sebesar 86,44% dan Dana jaminan yang dapat direkomendasikan untuk dikembalikan kepada PT Syahnur adalah sebesar Rp2.166.225.408.
Wilayah IUP sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 272 Tahun 2010, keberhasilan pelaksanaan pascatambang sebesar 100% dan dana jaminan yang dapat direkomendasikan untuk dikembalikan kepada PT Syahnur adalah sebesar Rp.3.120.603.305.
Dengan demikian jumlah dana jaminan reklamasi yang direkomendasikan oleh Gubernur adalah sebesar total Rp.5.286.828.713. Pada rentang waktu tanggal 15 Januari sampai dengan tanggal 10 Februari 2021 Tim Relawan LSM GETUK melakukan peninjauan lapangan untuk melakukan pengamatan, penelitian dan konfirmasi klarifikasi atas pelaporan dari PT Syahnur yang diketahui telah disetujuai dan direkoemndasikan gubernur
dapat mencairkan atau dikembalikannya dana jaminan reklamasi pascatambang.
Adapun hasil pengamatan, penelitian, kompilasi data dan informasi yang didapatkan oleh Tim Relawan LSM Getuk menyimpukan, masih didapati sejumlah tumpukan stockfail dilokasi tambang dalam wilayah tambang perusahaan. Dengan demikian disimpulkan bahwa dilokasi tersebut tidak pernah dilakukan pematangan lahan maupun vegetasi sesuai peruntukan reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang.
Adanya sejumlah kawasan genangan lumpur tailing atau limbah bouksit yang membuktikan tidak dilakukannya pengelolaan lingkungan sesuai standar kegiatan penambangan yang baik berdasar peraturan perundang-undangan.
Adanya pembangunan jalan nasional di sebagian wilayah tambang PT Syahnur yang dibangun pada tahun 2019. Dengan perkataan lain tidak semuan kawasan wilayah tambang PT.Syahnur yang wajib direklamasi di bangun jalan nasional kawasan FTZ sebagaimana isi rekomendasi dari Satlak Tanjungpinang BP FTZ Bintan yang ditandatangani oleh Yen Delta selaku ketua Satlak.
Bahwa adanya pelabuhan FTZ Tanjung Moco di lokasi tambang PT Syahnur sesuai fakta mulai dibangun dengan dana APBN pada tahun 2017 yang dioperasikan oleh KSOP Kota Tanjungpinang.
Pada saat dialog audiensi yang dilakukan oleh LSM Getuk kepadaDinas ESDM terkonfirmasi pengakuan dari Kabid Teknik Lingkungan Reza Muzamil dan inspektur Tambang Zaituni Amin dibenarkan secara umum di lokasi penamangan PT Syahnur tidak pernah dilakukan reklamasi air dalam bentuk pematangan lahan maupun vegetasi.
Berdasarkan kronologis tersebut di atas, kami pihak pelapor LSM Getuk berkeyakinantelah terjadi tindak pidana tambang dan tindak pidana korupsi sebagaimaa diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas UU/4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta pasal 2 dn pasal 3 Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa sesuai dengan fungsi dan tugas pokok Kepolisian (UU/2/2002) sebagai penegak hukum, maka dengan ini kami mohon dapat segera menindaklanjuti laporan ini sebagaimana mestinya.
Diharapkan Pihak Hukum Usut Tuntas
Terkait tindakan responsive, langkah tegas dan proportional pihak kepolisian dalam penegakan hukum dimaksud kami ingin menambahkan informasi secara umum lingkup urgensi permasalahan ini berkaitan dengan informasi telah dicairkannya dana DJPL dari 12 Perusahaan di Kabupaten Bintan akumulasi sebesar Rp48 Miliar.
Adapun potensi dana jaminan pascatambang yang dikhawatirkan akan mengikuti modus pelanggaran hukum sebagaimana dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh PT Syahnur. “Kami Berharap indikasi ini dapat dituntaskan secara hukum dugaan pelanggaran pencairan secara fiktif,” tutupnya. (RED01)