Proyek pembangunan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) tahun anggaran (TA) 2020, dikerjakan PT Andal Rekacipta Pratama, selama 140 hari, dengan kontrak nomor W.PAS.PAS.10.PB.02.04-964, bernilai Rp16.568.707.206.57 miliar, merupakan program prioritas nasional yang seharusnya terlaksana sesuai target, pasalnya, LPKA di Batam daya tampungnya sudah overload, jadi dibutuhkan segera pembangunan baru ini.
KEPRINEWS – Wakil Ketua I Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), M Hasim menuturkan, bahwa pada 10 Desember 2019 lalu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepri bersama perwakilan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kepri mengadakan rapat pembahasan persiapan pembangunan LPKA.
Dalam pembahasan rapat itu, telah disampaikan oleh Kepala Divisi Administrasi, bahwa LPKA yang berada di Batam sudah tidak memadai daya tampungnya, dengan jumlah anak yang ada di LPKP. Disepakati pembangunan ini berlokasi di Batu 18 Desa Gunung Kijang agar berkolaborasi dengan pihak lainnya terutama PU Kepri supaya proses pembangunan berjalan lancar, dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai target, sebab pembangunan ini sangat dibutuhkan.
Dikatakan Hasim, namun berbeda dengan fakta pekerjaan yang terlihat saat ini di lapangan. Mulai dari awal pekerjaan, sudah menjadi sorotan, sehingga viral di sejumlah media massa dan online seputar dugaan tindak pidana korupsi.
Lebih parah lagi, pembangunan LPKP ini tidak berjalan, alias mangkrak. “Dari sejumlah sumber yang dihimpun, salah satu akibat mangkraknya proyek nasional dari Kementrian Hukum dan HAM tersebut diduga karena pemberian fee proyek terlalu besar. Akhirnya terindikasi dari awal pembangunan, mulai dari material sudah tidak sesuai spesifikasi,” tuturnya.
Proyek APBN yang dikerjakan PT ARP pembangunan lanjutan LPKP Kelas II Batam, terlihat sejumlah kondisi fisik bangunan yang terbengkelai. Seharusnya pelaksanaan proyek selesai sesuai kontrak berakhir pada pertengahan Desember 2020 lalu, tapi kenyataannya stagnasi.
“Sangat prihatin kondisi proyek ini terlihat beberapa pondasi bangunan tergantung akibat tanah timbun yang digunakan tidak sesuai spesifikasi, sehingga ambruk ke bawah. Dan keberadaan hasil bangunan yang ada saat ini, dinilai dikerjakan asal-asalan, amburadul, dan tidak bertanggungjawab. Belum diketahui pasti kerugian negara yang terjadi, juga telah menghambat program LPKP yang terus bertahan dengan bangunan yang overload di Batam,” kesalnya.
Jadi pertanyan besar, sampai saat ini pencairan proyek tersebut sudah mencapai berapa persen? Apakah pencairan sesuai dengan progres pekerjaan atau? Dari sejumlah tukang yang mengerjakan pembangunan ini menyampaikan konsultan pengawas tidak melakukan tugasnya untuk pengawasan realisasi proyek ini.
“Kami mendukung pihak aparat hukum untuk berperan aktif mengusut tuntas indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi. Mulai dari KPA, PPTK, direktur perusahaan, konsultan pengawas dan lainnya yang berkompeten dalam kegiatan pembangunan itu, dapat diusut. Ini proyek prioritas nasional, dan sangat dibutuhkan,” ucapnya.
Sampai berita ini terekspos, pihak-pihak yang berkompeten pada proyek ini belum dapat dikonfirmasi. B E R S A M B U N G (RED01)