Apakah dibenarkan hukum 17 proposal yang dicairankan oleh keuangan Provinsi Kepri sekitar Rp1,8 miliar dengan pemalsuan berita acara, menabrak aturan, tidak sesuai dengan instrumen prosedur yang berlaku, dibiarkan begitu saja tanpa sanksi hukum?
KEPRINEWS – Lewat dua kali pemberitaan KepriNews.co seputar dugaan tindak pidana korupsi pencairan 17 proposal akhir tahun 2020 dari dana APBD sekitar Rp1,8 miliar, terus menjadi sorotan tajam sejumlah warga masyarakat.
Pencairan proposal yang direkayasa, dipalsukan ketentuan prosedur verifikasi tim proposal, sehingga terlihat proposal yang disetujui layak menerima bantuan, ini merupakan murni tindak pidana korupsi.
Menanggapi pemberitaan ini, Ketua OKK HNSI Kota Batam Iwan Key, mengatakan, apabila terlihat ada indikasi tindak penyelewengan anggaran seperti 17 proposal pada pemberitaan media yang menghabiskan dana rakyat Rp1,8 miliar, aparat penegak hukum dapat menanggapinya dan bertindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Harapannya sebagai masyarakat, aparat hukum dapat melakukan cross check kebenarannya. Apakah belasan proposal ini sudah sesuai Permendagri Nomor 123 Tahun 2018 tentang perubahan keempat atas permendagri nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.
Mulai dari LSM yang mengajukan proposal kepengurusannya apakah jelas atau tidak, berkedudukan dalam wilayah Provinsi Kepri atau di luar Kepri. Telah terdaftar pada pemerintah daerah sekurang kurangnya 3 tahun atau belum, dan dibuktikan dengan akta pendirian atau dokumen lain yang menunjukan terbentuknya organisasi kemasyarakatan dan surat keterangan terdaftar.
Proposal yang diajukan wajib tertulis nama, alamat, kegiatan, susunan pengurus dan rencana anggaran biaya (RAB), serta fotocopy rekening yang masih aktif. Dan LSM yang mengajukan memiliki sekretariat tetap yang jelas alamat kantornya.
“Ini persyaratan mutlak sebagai instrumen UU untuk suatu pengajuan proposal yang memenuhi standar ketentuan untuk masuk dalam pengecekan atau verifikasi oleh tim proposal di Pemprov, baru bisa dicairkan. Kalau tidak memenuhi standar ketentuan ini, maka berpotensi proposal fiktif nantinya akan menjamur,” tuturnya.
Sebagai masyarakat, ia ingin mengatahui siapakan aktor utama yang mencairkan dana pos bantuan di BPKAD dengan sistim yang terindikasi abal-abal. Diktahui kejahatan korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena melanggar hak sosial ekonomi masyarakat, bukan lagi termasuk kejahatan biasa. Semua bidang kehidupan akan terkena imbas korupsi.
Korupsi adalah momok bagi setiap daerah. Korupsi akan memiliki konsekuensi dari pembangunan yang terhambat. Implikasinya ketidakpercayan publik muncul pada pejabat dan kurang patuh pada keberlakuan hukum, sehingga masyarakat miskin pun terus menjulang tinggi. Korupsi tindakan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
“Untuk itu, kami sangat berharap untuk penegak hukum proaktif dalam penanganan indikasi penyelewangan anggaran, termasuk belasan proposal yang dicairkan oleh BPKAD Kepri pada akhir tahun 2020,” tutupnya. B E R S A M B U N G (Tim Redaksi)