
KEPRINEWS – Eksistensi Staf Khusus (Stafsus) Gubenur Kepri, yang dilantik tanggal 23 Januari 2025, di ruang rapat utama lantai 4 Kantor Gubernur Dompak, mendapat kecaman dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) dengan tegas mengatakan, bahwa pembayaran honorarium Stafsus pernah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Intinya pembayarannya tidak berdasarkan ketentuan UU.
“Setelah dikaji kembali besama teman-teman kami di bidang keuangan dan hukum menilai adanya indikasi dalam pembayaran honor mereka. Apa dasar dari upah honor Stafsus yang mencapai hampi 4 kali lipat dari UMP Kepri. Ayok kita bahas indikasi fiktifnya,” ucapnya.
Lanjutnya, diketahui pembayaran fiktif merupakan bentuk pembayaran yang tidak nyata atau tidak sesuai dengan kenyataan, diuji dari konteks kerja dan kinerja Stafsus yang menghasilkan per orang mendapatkan Rp13.300.000.
Kinerja dapat diukur dengan KPI (Key Performance Indicator). Kinerja merupakan hasil kerja atau performa yang dicapai seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan, sebagai proses manajemen yang menghasilkan kerja terukur atau dapat diukur.
Karena sumber dana pembayaran Stafsus itu dari APBD, di mana penerapan penganggaranna berbasis kinerja, mencapai sasaran program penganggaran mengharuskan adanya keterkaitan yang jelas antara setiap anggaran instansi pemerintah dengan output dan outcome yang dihasilkan.
Output dan outcome merupakan indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan hasil nyata dan terukur dari aktivitas atau jasa yang dihasilkan. Selain itu, prinsip penggunaan keuangan negara, mengamanatkan penerapan yang sama yaitu berbasis performance based budget sebagai tolak ukur pembayaran honor. Jadi dasar pembayaran Stafsus itu dari mana?
“Tidak ada mekanisme dan UU yang mengamanatkan pembayaran honor bersumber APBD berdasarkan balas budi, orang dekat, tim sukses, perintah kepala daerah atau hal serupa yang bisa diiyakan dalam akuntabilitas kinerja manajemen pemerintahan untuk penyusunan anggaran menjadi indikator atau pengukuran kinerja untuk pembayaran honor belasan juta rupiah,” ungkapnya.
Menurut hematnya, pembayaran honorarium Stafsus selama ini terindikasi fiktif, pembayaran yang tidak sesuai dengan fakta kerja. Ini merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan anggaran APBD.
Salah satu aktivis muda Tanjungpinang, yang biasa disapa Sas Joni, kepada keprinews.co, Minggu (16/2) meminta Gubernur Kepri Ansar Ahmad untuk membubarkan Stafsus. Pasalnya, Stafsus yang dibayar belasan juta rupiah hanya merugikan uang rakyat, tanpa menunjukan hasil kerja nyata.
Begitu juga yang disampaikan tokoh masyarakat Kepri, Jusri Sabri, meminta agar Gubernur Kepri untuk segera mencabut SK dari 17 anggota Stafsus yang baru dilantik. Karena, pembayaran belasan Stafsus hanya menguras APBD Kepri.
“Apa yang dikerjakan Stafsus secara spesifik untuk daerah. Kontribusi apa yang sudah diberikan untuk masyarakat dibandingkan dengan gaji yang diterima mereka. Ini Namanya makan gaji buta. Masalahnya, bayar mereka pakai uang rakyat, yang kerjanya hanya ngopi-ngopi, jalan-jalan tak jelas, tidak berbuat apa-apa, tapi digaji belasan juta rupiah. Ini adalah Dosa,” cetusnya.
Bahkan pengangkatan Stafsus melanggar Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 terkait pembatasan honorarium untuk tim kepala daerah.
Salah satu Stafsus Gubernur Kepri Sarafudin Haluan, menanggpi konfirmasi media ini, soal isu miring yang mencuat ke publik, ada oknum Stafsus di OPD, melalui pengeluhan beberapa pejabat Pemprov, yang menyayangkan intervensi berlebihan, yang dinilai terlalu mencampuri urusan kedinasan, kegiatan proyek dan lainnya sangat mengganggu kinerja PNS, termasuk keberadaan Stafsus, dikatakannya, untuk perjalanan dinas sudah diatur dalam Pergub, tapi harus seizin kepala OPD-nya.
“Tugas Tim Khusus itu membantu OPD bukan membuat susah OPD. Jika ada yang buat susah pasti Pak gubenur akan evaluasi yang bersangkutan,” pungkasnya. (P1)