NATUNA – Puluhan Ikatan Nelayan Desa Sugai Ulu (INS) mempertanyakan mekanisme penyaluran Bantuan Lansung Tunai (BLT) dari Dana Desa (DD) perorang Rp600.000 perbulan sesuai kesepakatan yang menjadi program desa di masa pandemi covid-19.
Masyarakat nelayan yang tergabung di INS mendatangi dan berkumpul di Ruang Sebaguna Kantor Desa Sugai Ulu Kecamatan Bunguran Timur Natuna, Selasa 26/05/2020, melakukan diskusi bersama Kades dan pengurusnya seputar penyaluran BLT.
Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Nelayan Sugai Ulu Adi Saputra kepada KepriNews.co usai pertemuan. Kata Adi dari keterangan Kades Sungai Ulu Hermanto, dijelaskannya dari total dana desa yang ada Rp800 juta , sudah terealisasi 60% untuk kegiatan pembagunaan, 30% sudah untuk BLT sebanyak seratus lebih orang dan sisanya 10% diharapkan bisa dialihkan untuk BLT masyarakat nelayan di masa pandemi ini.
Penggunaan dan peruntukan DD disaat pandemi sesuai penjelasan realisasi DD dari total anggaran Rp800 juta oleh kepala desa dinilai tidak tepat sasaran. Lantaran seharusanya kegiatan pembangunan itu diperkecil bahkan bisa ditiadakan, disebabkan kondisi ekonomi masyarakat tidak stabil. Dilihat dari realisasi peruntukan APBN-APBD saja diplotkan ke bantuan masyarakat karena kondosi ekonomi yang merosot. Bahkan anggaran untuk pelaksanaan pembangunan dialihkan untuk bantuan masyarakat yang terkenak dampak pandemi.
Pada hal batuan untuk para nelayan di tahun 2020 dianggarkan sejumlah Rp50.000.000 tapi katanya dari anggaran itu terpotong untuk bantuan Covid-19. Pada hal, BLT untuk para nelayan itu merupakan bagian dari bantuan covid-19 pada program bantuan masyarakat terdampak covid-19. Selain itu bantuan-bantuan lain dari Pemda dan pusat seperti PKH, BLT dari Bansos APBD APBN kemana?
Ironisnya, kesepakatan yang dijadikan peraturan desa untuk pendataan penerima bantuan dari masyarakat nelayan sudah didata oleh sekretaris INS. Yang terdata ada 40 warga dan nama-nama ini sesuai permintaan desa dan Dinas Perikanan Natuna telah diserahkan.
Tapi anehnya, setelah diserahkan nama-nama tersebut, bahasa yang terdengar dari dinas tersebut yaitu ‘jangan terlalu berharap bantuan tersebut karena belum pasti’. Bahasa ini dinilai, seperti memanfaatkan pendataan nama-nama nelayan penerima BLT terindikasi disalah gunakan.
Kalau lah tidak ada arahan pendataan, tentunya dari nelayan tidak akan terlalu berharap. Namun karena ada sinyal bantuan, dan sudah menjadi komitmen bersama yang tertuang menjadi peraturan desa, juga permintaan dinas dinas perikanan untuk prosedur penyaluran bantuan nelayan agar dilakukan pendataan, jadi sudah menjadi harapan para nelayan.
Kekecewaan di kalangan nelayan yang tergabung di INS, dimana bahasa dari pihak desa dan dinas perikanan, semoga menjadi atensi dari pihak Pemprov dan pusat. Juga pihak aparat penegak hukum agar dapjat melakukan mereviuw kajian peruntukan DD di Desa Sungai Ulu. Pasalnya, ternyata ada beberapa nelayan yang didata dari ikatan nelayan Sunglai Ulu sudah mendapat BLT.
Lanjutnya, perlu digaris bawahi dan menjadi bahan untuk pemeriksaan para penegak hukum, penyaluran BLT untuk nelayan di Sungai Ulu tidak merata dan tidak transparan. Kalau lah pemerintah berniat untuk bantu, tidak baik bantuan yang terkesan sembunyi-sembunyi alias tak transparan yang mengecewakan hati dari masyarakat nelayan lainnya.
“Kami berharap perhatian pemerintah dalam hal bantuan yang sudah dan akan disalurkan biarlah nama-nama yang terdata itu mendapat bagian bantuan yang merata. Kalau tidak berniat membantu mendingan tidak sama sekali, dari pada bantuan hanya ke beberapa nelayan saja yang menimbulkan polemik dan kecemburuan sosial di masa pandemi ini. Harapan kami agar penyaluran BLT untuk nelayan, khususnya nelayan di Desa Sungai Ulu menjadi perhatian sehingga dapat melakukan pemeriksaan agar penyaluran bantuan tersebut bisa disalurkan dengan benar dan tepat sasaran,” tutupnya. Laporan Ilham Dari Natuna