KEPRINEWS – Dugaan penyelewengan harga penjualan obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Rumah Sakit Umum Daerah Bintan, sejak tahun 2023-2024 mulai terkuak.
Salah satu pegawai RSUD Bintan, masih aktif kerja (namanya dirahasian-red), kepada keprinews.co, Selasa (3/9), membeberkan sejumlah indikasi kecurangan harga obat. Sejak tahun 2023, yang diketahuinya, harga obat dan BMHP yang ditagih ke pasien, diduga berbeda dengan laporan keuangan yang disetor ke kas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Di mana, tarif obat dan BMHP pada kwitansi tercatat, disetorkan ke Rekening BLUD harganya masih mengikuti tarif tahun 2021. Jadi harga jual belum disesuaikan dengan harga dasar yang berlaku pada
tahun berkenaan.
“Permainan harga obat, BMHP masih pakai harga lama. Kalau ikutin realnya berdasarkan laporan keuangan BLUD, berarti yang bertugas di bidang tersebut apa kerjanya, kok tidak dilakukan penyesuaian harga. Tak mungkin mau rugi,” ungkapnya.
Lanjutnya, selain tidak mengindahkan Perbup Bintan nomor 79 Tahun 2020, Pasal 8, yang menyatakan bahwa pemakaian obat-obatan dan BMHP dibebankan ke pasien secara langsung. Biaya pemakaian tersebut disesuaikan dengan harga dasar yang berlaku dengan ketentuan ditambah 20% dari harga pembelian obat dan BMHP.
Sementara tarif biaya sesuai kwitansi resep yang ditagih ke pasien, masih menggunakan tarif 2021. Pada hal, harga pembelian obat dan BMHP di tahun 2023, sudah mengalami kenaikan harga yang signifikan dibandingkan tahun 2021.
Pelaporan pendapatan BLUD melalui penjualan obat berbeda dengan kondisi kenyataanya. Yang Ada penjualan harga yang diberlakukan ke pasien, diduga harga jualnya melebihi HET. Bahkan ada sejumlah warga yang berobat menggunakan jalur umum, sering komplain, karene pembayaran dianggap terlalu mahal, tidak terjangkau.
Diduga pasien dikenakan tarif pemeriksaan dan harga resep tidak sesuai ketentuan dan standar pelayanan kefarmasian RSUD.
Dijelaskannya, perbedaan harga obat 2021-2023, contohnya Cefixime 200 mg, tahun 2021 Rp3.564, di 2023 Rp6.299. Ambroxol 15 mg/5 ml, 2021 harga penjualannya Rp5.148, sementara di 2023 Rp11.988. Begitu juga dengan obat Cefadroxil 125 mg/5 ml, di tahun 2021 Rp5.232 di tahun 2023 Rp11.722.
“Masih banyak lagi nama obat yang jauh berbeda harga jualnya di tahun 2021 dan 2023. Ini baru seputar harga penjualan obat. Hal ini diharapkan menjadi atensi aparat penegak hukum, sebab perbuatan ini merugikan pendapatan BLUD, terindikasi memperkaya perorangan atau kelompok,” cetusnya.
Senada dengan itu, di tempat berbeda, salah seorang pegawai RSUD Bintan, (minta namanya tidak disebut) menambahkan, dugaan manipulasi kwitansi pembayaran pasien yang kerap terjadi dan merugikan keuangan BLUD.
“Hal ini terlihat dari nomor kwitansi yang kembali ke bendahara penerimaan, tidak sesuai nomor kwitansi keluar dari meja pendaftaran. Jadi penggunaan kwitansi tidak berurut sesuai tanggal kedatangan pasien, bahkan ada kwitan yangsi tidak ditemukan berdasarkan nomor urut sebagai bukti bayar,” ungkapnya.
Disebutnya, alur administrasi pembayaran yang benar sebagai bukti transaksi itu suatu hal yang penting. Sebab, hal itu menandakan transaksi yang terjadi secara resmi dan sah.
Diuraikannya, kwitansi pembayaran sebagai dokumentasi transaksi, pelaporan keuangan, menjadi alat verifikasi yang menunjukan jumlah yang dibayarkan pasien. Seharus nya nomor kwitansi saat keluar dan tidak akan terjadi perubahan sampai bukti itu masuk ke bendahara. Bila terjadi perbedaan nomor, itu menunjukan suatu kesalahan atau kecurangan yang terjadi.
Dijelaskkannya, pola administrasi penggunaan kwitansi yang diberlakukan RSUD Bintan selama ini, yaitu, kwitansi berisikan informasi nama pasien, nomor rekam medis, tanggal kunjungan, tanggal pembayaran serta nomor kuitansi dan jenis pelayanan kesehatan.
Nomor kwitansi dicetak secara berurut dalam satu buku kuitansi. Pasien yang telah menyelesaikan alur pelayanan kesehatan mulai dari pendaftaran hingga pelayanan kesehatan (poliklinik, Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan rawat jalan), selanjutnya akan melakukan pembayaran ke kasir.
Setiap akhir jam pelayanan, kasir akan melaporkan penerimaan atas jasa pelayanan pasien umum ke bendahara penerimaan dan selanjutnya disetorkan ke rekening BLUD RSUD Bintan.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), menanggapi hal ini, menyebutkan dugaan kuat penyelewengan harga obat dan BMHP, indikasi manipulasi kwitansi perlu sentuhan hukum.
“Untuk itu kami akan mengumpukan dulu sejumlah data bukti indikasinya, baru kami akan melaporkannya ke APH. Kami minta pihak penegak hukum untuk menindak lanjuti permasalahan ini, apa bila terbukti, agar para pelakunya ditindak sesuai aturan yang berlaku, untuk tidak bermain-main dengan anggaran rumah sakit,” pungkasnya.
Sampai berita ini diterbitkan, Direktur RSUD Bintan, Bendahara Penerimaan BLUD RSUD Bintan, atau pihak rumah sakit terkait belum dapat dikonfirmasi media ini. (red)