KEPRINEWS – Program pembangunan penataan bangunan dan lingkungan, pekerjaan rehabilitasi gedung yayasan Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR), melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPP) Provinsi Kepri, yang menelan anggaran Rp1.540.562.000, diduga merugikan negara miliaran rupiah.
Salah satu pegawai PUPP Kepri (namanya dirahasiakan-red), kepada keprinews.co, Minggu (17/12), membeberkan indikasi korupsi pelaksanaan proyek rehab gedung BP3KR, yang berlokasi di Tepilaut Tanjungpinang.
Proyek dengan nomor kontrak 5.02/SP-HS/PUPP-CK/PPK.2/APBD/VII/2023, dimulai pada tanggal 28 Juli 2023, dengan waktu pelaksanaan 150 hari kalender, sumber dana APBD Kepri, dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT Bintan Indo Permata (BIP), bersama konsultan pengawas CV Kenen Konsultan.
Dikatakannya, bahwa saat menentukan rencana anggaran biaya (RAB) atau perkiraan perhitungan biaya yang dibutuhkan berdasarkan rancangan anggaran dana yang dibuat sebelum proyek ini dilaksanakan, tidak diketahui bahwa bangunan ini merupakan cagar budaya.
Pada saat pembangunan itu baru berjalan, dari pihak Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang, mendatangi lokasi pembangunan untuk dihentikan.
Seusai itu, dari pihak PU mengubah volume pekerjaan atap diganti dengan genteng, plafon diganti dengan PVC, dan melakukan perbaikan pintu plus jendela yang rusak.
“Kan ketika terjadi perubahan pekerjaan, maka harus ada adendum, proses lelang, dan penyesuaian anggaran. Tapi hal ini tidak dilakukan, bahkan nilai kontrak pekerjaan itu tetap. Pada hal perhitungan untuk pekerjaan yang sudah disesuaikan dengan bangunan cagar alam, ini tidak sampai Rp400juta. Ke mana Rp1 miliar lebih tersebut,” tuturnya.
Seirama dengan itu, tokoh muda BP3KR, Andre, menambahkan bahwa nilai pekerjaan yang tidak diubah, diduga merugikan negara yang besar.
Jelas Dinas PUPP saat melakukan perencanaan itu dinilai asal-asalan. Minimalnya harus diketahui bahwa bangunan tersebut merupakan salah satu bangunan cagar budaya. Agar menggunakan konsep awal menjadi pengembangan cagar budaya melalui kegiatan revitalisasi dengan mempertimbangkan nilai penting dan sifat cagar budaya.
Revitalisasi kegiatan pengembangannya berorientasi menumbuhkan kembali nilai-nilai penting
cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Artinya, tidak melanggar aturan dan berpotensi merugikan negara.
Ironisnya, saat terjadi perubahan pekerjaan, atau terjadi pengurangan volumen pekerjaan, anggarannya juga berubah, faktanya tetap pada konsep awal. Dalam hitungan kotor, biaya yang digunakan untuk rehap ini, paling mahal sekitar Rp400 juta.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), Mhd Hasin, menanggapi hal ini, disebutnya pihak PUPP tidak profesional, dan berpotensi merugikan keuangan daerah. Sebab, ketika terjadi perubahan pekerjaan, ada prosedur, mekanisme aturan yang harus disejalankan.
Dan apabila itu adalah bangunan cagar budaya, sesuai prosedur harus melibatkan tim ahli cagar budaya dan ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi bidang pelindungan, pengembangan, atau pemanfaatan cagar budaya untuk memberikan rekomendasi penetapan, untuk melakukan pembangunan. Ini tidak boleh diabaikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan sebuah pedoman dalam pelaksanaan revitalisasi cagar budaya, aga pelaksanaannya sesuai dengan prinsip dan prosedur pelestarian, baik secara administratif maupun teknis, serta tidak bertentangan dengan nilai budaya masyarakat.
Di luar indikasi kerugian negara, patut dipertanyakan, apakah pada pelaksanaan kegiatan ini, kontraktor pelaksana dan pihak PUPP memiliki pedoman revitalisasi cagar budaya agar dapat dijadikan
sebagai acuan baku atau pedoman operasional.
Dinama, ruang lingkup pedoman ini meliputi, prinsip, kebijakan, aspek, prosedur dan tata cara, serta pelaksanaan dan pengawasan
Tapi kalau dilihat dari awal pekerjaan proyek ini sudah salah konsep, pada rancangan kerja detil, mulai dari gambar, uraian gambar pra rencana, dan gambar detil dasar dengan skala (PU=perbandingan ukuran).
“Hanya memperbaiki atap dan perbaikan beberapa pintu jendela rusak kok waktunya 150 hari. Sebulan saja itu sudah siap, bila volume pekerjaan hanya sebatas atap. Nilai proyek juga termasuk fantastis yang tidak masuk akal. Kami harap aparat penegak hukum untuk memeriksa pekerjaan tersebut yang diduga banyak terjadi penyimpangan, baik itu secara administrasi dan keuangan daerah,” ucapnya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Nuzul Wawan dalam kegiatan ini, menjelaskan, bahwa pelaksanaan proyek pembangunan BP3KR sudah sesuai aturan.
Pelaksanaan yang sudah direalisasi seperti atap diganti genteng keramik KIA, plafon diganti dengan PVC. Termasuk kusen pintu dan jendela semua yang rusak diganti, dan itu disesuaikan dengan surat dari cagar budaya.
“Semua atap, plafon dan cat kita selesaikan. Dan sudah kita rapatkan dengan stekholder termasuk kejaksaan tinggi, balai pelestarian kebudayaan, dinas kebudayaan kota. Karena sudah ditetapkan oleh dinas kota sebagai cagar budaya. Awalnya di pihak Pemprov tidak ditetapkan sebagai cagar budaya, ternyata di kota sudah ditetapkan,” tutupnya. (Red)