KEPRINEWS – Lembaga Kesultanan Riau Lingga melakukan pertemuan dengan Sekretaris Daerah Kepri, Adi Prihantara di Kantor Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) terkait penolakan mereka atas kebijakan BP Batam merelokasi warga pulau Rempang, Batam.
Pertemuan itu dilakukan saat berlangsungnya aksi demo di Kantor Gubernur Kepri pada Kamis (31/8/2023), saat itu sejumlah perwakilan dari Lembaga Kesultanan Riau Lingga diizinkan masuk ke Kantor Gubernur untuk menyampaikan aspirasi dihadapan Sekda Kepri.
Pemangku Adat Kesultanan Riau Lingga, Tengku Muhammad Fu’ad melalui orasinya menerangkan, bahwa kesejarahan masyarakat pulau Rempang Galang merupakan kerabat dari kesultanan. Oleh karena itu, pihaknya memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang terjadi pada masyarakat Rempang.
Sementara itu, lanjut Tengku, kondisi warga di pulau Rempang saat ini sedang diambang kebimbangan. Sebab, proses jalannya pembangunan sudah mulai dilakukan pengukuran di lokasi.
“Kami dan masyarakat Rempang menyambut baik dan menerima pengembangan, tapi jangan rakyat dikorbankan,” imbuhnya.
Maka, sebagai langkah memperjuangkan masyarakat di pulau Rempang, pihaknya meminta Pemerintah Provinsi Kepri untuk mempercepat Perda tanah adat wilayah, serta membuat surat penanggungan guna menghentikan pengukuran untuk sementara waktu hingga Perda tersebut mulai berjalan.
“Alhamdulillah dengan pertemuan hari ini kami sangat bahagia, semoga saudara-saudara kami disana (Rempang Galang) bisa tidur nyenyak mendengar kabar ini, mereka bisa mencari nafkah,” tuturnya.
Sementara itu, Sekda Provinsi Kepri, Adi Prihantara menyampaikan, bahwa pihaknya senantiasa menerima audensi dan diskusi dari Lembaga Kesultanan Riau Lingga.
Ia melanjutkan, diskusi tersebut meminta Pemprov Kepri untuk membantu dan memfasilitasi mereka terkait dengan rencana pembangunan yang ada di Rempang.
“Dan disepakati bersama agar masyarakat bisa tenang dan menjalankan aktivitasnya untuk sementara sampai dengan ada kejelasan bagi warga Rempang,” tuturnya.
Menurutnya, Lembaga Kesultanan Riau Lingga juga meminta percepatan Perda tentang hak Ulayat.
Penetapan hak Ulayat ini, tentu perlu kajian secara mendalam dan akademis sebagai bentuk lampiran dari munculnya peraturan daerah.
“Pembahasan Perda inipun perlu waktu yang panjang, meskipun kita akan percepat dan menggesa,” sambungnya.
Proses tahapan pembahasan Perda itu, diantaranya, adanya kajian secara akademis, penyusunan Perda, pengusulan legislasi daerah, pembahasan, barulah terbit peraturan daerah setelah adanya persetujuan.
“Itupun masih harus dievaluasi dari kementerian dalam negeri, apakah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,” imbuhnya.
Sementara, untuk surat penanggungan pemberhentian pengukuran sementara, pihaknya mengaku akan segera mengirim surat ke BP Batam sesuai dengan permintaan dari Lembaga Kesultanan Riau Lingga.
“Seperti yang disampaikan tadi bahwa masyarakat adat mendukung, namun harus ada kejelasan tentang peran mereka kedepan,” tutupnya. (un)