KEPRINEWS – Jenly Lengkong sebagai pelapor terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Polres Tanjungpinang, mengapresiasi proses hukum polisi yang mengedepankan keadilan (restoratif juctice) dengan melakukan 2 kali upaya mediasi dalam menyelesaikan laporan pengaduan dirinya.
Dengan satu keputusan yang diutarakan Jenly dalam mediasi yaitu, secara pribadi ia telah memaafkan, namun proses hukumnya tetap dilanjutkan.
Dikatakannya, ia ingin agar proses hukum dilanjutkan dan diproses secara cepat sebab, dilihat dari sejumlah group Whatsapp, terlapor Sas Joni sangat aktif berkomentar yang diduga ada sejumlah bahasanya merupakan ujaran kebencian.
Untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih sehat, beretika, dan produktif, UU ITE perlu dibuktikan kekuatan ITE, untuk memberi edukasi bagaimana tata cara berinformasi sebagaimana diatur dalam UU. Bagaimana cara berinformasi yang dibenarkan oleh hukum, misalnya tidak menyebarkan informasi kebencian, menyerang kehormatan dan sebagainya.
Dengan adanya tindakan UU ITE, para pengguna Medsos akan lebih bijak dalam mengekspresikan kebebasan berpendapat, ekspresi memegang etika dan tidak keluar dari koridur hukum.
“Proses hukum ini juga akan menjadi suatu peringatan untuk orang lain wajib tahu batasan-batasan bagi pemanfaatan ruang digital yang semakin massif. Pemanfaatan media sosial yang tidak mengganggu kehidupan dan interaksi sosial masyarakat lainnya melalui hoaks, hate speech, fitnah, nyinyir, kebencian, itu harus dicegah, selain tidak dibenarkan oleh UU, juga menggangu interaksi sosial publik,” ujuar jenly.
Lanjutnya, dengan harapan, perkara UU ITE yang melibatkan Sas Joni sebagai terlapor, apa bila pihak polisi dapat memprosesnya lebih cepat, hal ini akan membawa dampak edukasi dan pelajaran hukum bagi para pengguna Medsos lainnya. Alhalsil penegakan UU ITE akan mengubah perspektif publik untuk mengedepankan kehati-hatian berekspresi dalam dunia internet.
Implementasi berekspresi memiliki batasan-batasan yang jelas secara UU. Sementara, indikasi pelanggaran UU ITE oleh sejumlah pengguna Medsos saat ini, dengan lantang mendistribusikan kalimat-kalimat yang menyerang individu dibeberapa group WA, tanpa rasa takut, terus terjadi. Hal itu disebabkan karena tidak efektif dalam penegakan UU ITE. Kebebasan berekspresi itu baik, tapi ketika kebebasan itu tidak dikontrol dengan aturan (UU ITE), maka lama kelamaan bisa menjadi kebiasaan atau budaya.
Ini yang perlu mejadi atensi polisi untuk kenyamanan pengguna medsos yang kadang menjadi korban penghinaan dan pencemaran nama baik. Pada hal jelas UU telah memberi batasan berekspresi di Medsos. Tidak bisa sembarangan menjelek-jelekan individu maupun lembaga tertentu karena di Pasal 45 ayat (3) UU ITE: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
“Untuk itu, saya sangat mengharapkan pihak Polres Tanjungpinang dapat melakukan proses hukum ke tahap selanjutnya dengan waktu ideal dalam penanganan perkara saya, agar menjadi suatu pembelajaran baik untuk pengguna Medsos di wilayah Tanjungpinang kedepan. Ini bukan hanya karena terfokus pada laporan saya semata, tapi dapat memberikan manfaat bagi semua penngguna internet, agar ada kehati-hatian dan tidak memanfaatkan ruang publik secara brutal,” tutupnya. (*)