KLARIFIKASI – Terkait adanya sejumlah pemberitaan di Media Online yang ada di Tanjungpinang, dimana substansi berita yaitu menyangkut pembayaran tunjangan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang yang dianggap tidak memiliki payung hukum berupa Peraturan Walikota Tanjungpinang. Adapun beberapa media tersebut yaitu KepriNews.co, tanggal 16 Februari 2022 dengan Judul “Secara Berjamaah DPRD Tanjungpinang diduga melakukan penyelewengan pencairan fiktif berjumlah Rp.51 miliar”
Bahwa secara nyata atas berita yang dimuat di Media Online tersebut, kami nilai sangat tendensius dan subyektif serta dapat diklasifikasikan bertentangan dengan UndangUndang No. 40 Tahun 1999 BAB. II Pasal 6 Huruf C yaitu, Pers Nasional melakukan peranannya sebagai berikut : Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, serta dapat menimbulkan opini negatif terhadap citra Kami sebagai Wakil Rakyat.
Bahwa dengan nyata pemberitaan tersebut diatas adalah sangat bertolak belakang dengan semangat dan makna “Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat” hal ini pula tidak dilakukannya konfirmasi (meminta keterangan) guna menerbitkan berita yang berimbang, akurat dan benar.
Maka berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”) dan Kode Etik Jurnalistik (Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03 SK-DP’III 2006), bersama ini kami sampaikan Hak Jawab dan Hak Koreksi sebagai berikut :
1) Bahwa berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2) Bahwa terkait Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, telah diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Selanjutnya aturan tersebut telah jabarkan kembali kedalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Sehingga tidak benar jika pembayaran tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang tidak memiliki payung hukum, sebab seluruh penghasilan yang diterima oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
3) Adapun terkait Peraturan Walikota Tanjungpinang yang dimaksud dalam isi pemberitaan, bahwa selama ini pedoman pembayaran Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang didasarkan Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 21 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan Anggota DPRD Tanjungpinang yang hingga saat ini masih berlaku dan belum dinyatakan dicabut atau diganti. Sehingga kedudukan hukum Peraturan Walikota Tanjungpinang tersebut masih dapat dipergunakan selama belum dicabut ataupun diganti.
4) Bahwa kewenangan pembentukan Peraturan Walikota merupakan kewenangan dari Walikota bukan merupakan kewenangan DPRD, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018.
Sehingga jikapun Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 21 Tahun 2018 dianggap sudah tidak sesuai atau tidak relevan, maka seharusnya Walikota Tanjungpinang yang melakukan perbaikan ataupun perubahan atas Peraturan Walikota tersebut.
Namun untuk memastikan agar tidak adanya kekosongan aturan hukum atas pelaksanaan PP Nomor 18 Tahun 2017 maupun Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, maka sepanjang Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 21 Tahun 2018 tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan atau tidak dicabut, diganti ataupun dibatalkan maka Peraturan Walikota tersebut masih merupakan payung hukum yang sah.
5) Bahwa sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, bahwa Sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan administrasi dan pemberian dukungan terhadap tugas dan fungsi DPRD, selanjutnya dalam Ayat (2) Sekretariat DPRD yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD hanya dalam hal Teknis Operasional, sementara secara Administratif Sekretaris DPRD tetap bertanggungjawab kepada Walikota.
Sehingga persoalan Peraturan Walikota yang bersifat Administratif, merupakan ranah dari Sekretaris DPRD dan Walikota Tanjungpinang. Dimana sama-sama dipahami Tugas dan Fungsi Sekretariat DPRD terhadap Pimpinan dan Anggota DPRD hanya menfasilitasi segala pelaksanaan Tugas dan Fungsi DPRD yang telah diamanatkan dalam Peraturan Perundang-Undangan.
6) Bahwa tidak mendasarnya pemberitaan yang mengatakan bahwa DPRD telah melakukan “Pencairan Fiktif”, sebab hal tersebut merupakan kewenangan dari Sekretaris DPRD yang secara Administratif bertanggung jawab langsung ke Walikota.
Begitu juga tidak mendasar dan tendensiusnya judul dan isi berita terkait “Penyelewengan” yang ditujukan ke DPRD Kota Tanjungpinang, sebab urusan Peraturan Walikota bukan kewenangan DPRD melainkan merupakan kewenangan dari Walikota sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
7) Bahwa untuk dapat dipahami terkait Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, sudah teranggarkan dalam APBD Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagaimana telah diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan
Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Selanjutnya aturan tersebut telah jabarkan kembali kedalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
8) Bahwa untuk dapat dipahami pula, Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang dari tahun 2019 sampai tahun 2021 pada dasarnya telah pula teralikasikan dan tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBD Pemerintah Kota Tanjungpinang yang telah diketahui juga disetujui oleh Walikota Tanjungpinang Tanjungpinang.
Kemudian DIPA tersebut diserahkan oleh Walikota kepada seluruh OPD pemerintah Kota Tanjungpinang termasuk Sekretariat DPRD Kota Tanjungpinang, jadi apa yang menjadi berita yang menerangkan jika DPRD Kota Tanjungpinang tidak mempunyai Payung Hukum dalam Pencairan Dana Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang adalah TIDAK BENAR dan FITNAH.
9) Bahwa untuk diketahui terkait kewajiban koreksi oleh pers, dalam pasal 1 angka 13 UU pers wajib dilakukan, dimana kewajiban koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak
benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. “Bagi perusahaan pers yang tidak mengindahkan hak jawab, maka bisa dikenai pidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500 juta. Ketentuan pidana tertuang dalam pasal 18 ayat (2) UU Pers”.
Media bukanlah alat sebagai alat penebar kebohongan dan kebodohan dengan berita yang belum atau tidak dikonfirmasi kebenarannya. Oleh karena itu, Kami meminta kepada Pimpinan Redaksi Media Online KepriNews.co, Hariankepri.com dan Barometerrakyat.com untuk melakukan klarifikasi sehubungan dengan pemberitaan tersebut.
Dalam hal ini kami meminta agar dalam waktu yang tidak terlalu lama 1×24 jam sejak surat ini di terima, untuk melaksanakan amanat Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 11 Jo Pasal 5 Ayat 2, sehingga masyarakat dapat diberikan informasi yang lebih akurat dan bertanggungjawab tanpa adanya kepentingan-kepentingan tertentu. Demikian Hak Jawab dan Hak Koreksi ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
REDAKSI: MENANGGAPI HAK JAWAB DPRD TANJUNGPINANG
KEPRINEWS – Pada alinea ke tiga hak jawab DPRD dikatakan “hal ini pula tidak dilakukannya konfirmasi (meminta keterangan) guna menerbitkan berita yang berimbang, akurat dan benar”. Jelas pernyataan hak jawab yang keliruh tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Dimana, jauh sebelum penerbitan pemberitaan berjudul “Secara Berjamaah DPRD Tanjungpinang diduga melakukan penyelewengan pencairan fiktif berjumlah Rp.51 miliar”, redaksi dan tim wartawan telah memaksimalkan melakukan konfirmasi ke DPRD, Bagian Keuangan DPRD dan Sekwan.
Sebagian yang menjawab konfirmasi diarahkan ke Sekwan. Faktanya konfirmasi yang dilayangkan ke Sekwan DPRD sejak tanggal 3 Januari 2022, sampai pemberitaan tersebut diterbitkan KepriNews.co pada tanggal 16 Februari, Sekwan belum menjawab konfirmasi.
Tanggapan Mengenai Pemaparan DPRD yang Tertuang dalam Hak Jawab
Tanggapan Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah Mhd Hasin, kepada KepriNews.co, Rabu (23/02/2022), berdasarkan hak jawab DPRD ke KepriNews.co, dikatakannya, dari esensi klarifikasi DPRD Tanjungpinang yang ditandatanggani oleh unsur pimpinan dewan mengenai alasan hukum penerimaan tunjangan selama 3 tahun berturut-turut yang mengacuh pada Perwako Nomor 21 Tahun 2018, dinilai menodai aturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ingat, fungsi aturan Perwako sangat esensial, menjadi patokan, kaidah, ketentuan aturan yang sah di mata hukum .
Hasin menjelaskan, di tahun tahun 2019 terjadi sejumlah perubahan-revisi mengenai aturan pedoman penganggaran penyusunan APBD, petunjuk teknis keuangan daerah. Karenanya referensi dan substansi dasar hukum yang menjadi tolak ukur pada Perwako di tahun-tahun sebelumnya, termasuk Perwako nomor 21 tahun 2018, sebagian sudah berganti, tidak ada alasan mengisi kekosongan Perwako. Mana aturan yang memperbolehkan hal ini.
Poin klarifikasi DPRD paling krusial yang menjadi alasan dan dasar hukum pencairan tunjangan mulai 2019 sampai 2021 pada poin ketiga. Dibunyikan “selama ini pedoman pembayaran Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tanjungpinang didasarkan Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 21 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan Anggota DPRD Tanjungpinang yang hingga saat ini masih berlaku dan belum dinyatakan dicabut atau diganti. Sehingga kedudukan hukum Peraturan Walikota Tanjungpinang tersebut masih dapat dipergunakan selama belum dicabut ataupun diganti”.
Ini alasan konyol! Lanjut Hasin, batasan waktu Perkada/Perwako dalam pasal 19 Permendagri 80/2015 diubah Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang tentang pembentukan produk hukum daerah, baik itu di lembaga, komisi, atau instansi, masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Perlu digaris bawahi, bahwa pengaturan Perwako dari semua peraturan lebih tinggi mengisyaratkan penggunaannya untuk satu tahun anggaran, tanpa pengecualian apapun atau alasan apapun. Permendagri 120 tahun 2018, ketentuan penyusunan produk hukum daerah berdasarkan peraturan lebih tinggi. Jangan dipelintirkan isyarat UU dengan menyamakan Perwako nomor 21 tahun 2018 sama halnya Perda, PP, Permendagri menggunakan istilah hukum idicabut ketika ada revisi atau diganti.
Mempedomani Pasal 117 PP nomor 12 tahun 2019, ketentuan penetapan Perda APBD dan Perkada penjabaran APBD dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya. Artinya keabsahan Perwako hanya diperuntukan pada tahun berkenaan, dan di tahun selanjutnya menggunakan Perwako yang baru. Melanggar ketentuan ini artinya melawan hukum sebagai bentuk penyelewengan anggaran.
Teknis pengelolaan keuangan daerah pada setiap jenis pengeluaran harus memiliki dasar hukum yang melandasinya secara benar dan jelas berdasarkan ketentuan yang dimaktubkan Pasal 27 dan 28 PP nomor 12 tahun 2019. Ketentuan hukum untuk sebuah Perwako disebutkan klasifikasi APBD rancangan Perkada tentang penjabarannya mendasari pengaturan klasifikasi, kodefikasi, nomenklatur keuangan daerah yang disesuaikan kemampuan anggaran berdasarkan besaran APBD sebagai pentunjuk penjabaran keuangan yang berlaku pada tahun anggaran berkenaan.
“Disini sangat jelas pemberlakukan Perwako 2018 yang dipaksakan sebagai pedoman untuk hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD Tanjungpinang selama 3 tahun adalah tindakan pelanggaran fatal dan patut disebut pencairan tunjangan DPRD 3 tahun terindikasi fiktif atau bodong. Kelalaian menjalankan aturan yang sangat esensial mulai 2019 hingga 2021 merupakan indikasi tindak pidana korupsi berjamaah,” terangnya.
Alasan kuat berdasarkan hukum Perwako harus berganti tiap tahun tertuang pada Pasal 49 sampai 54 PP nomor 12 tahun 2019. Diamanatkan penjabaran APBD (Perwako) merupakan pendelegasian aturan lebih tinggi sebagai penetapan standar harga satuan pada masing-masing daerah dengan memperhatikan tingkat kemahalan yang berlaku, analisis standar belanja dan standar teknis dan standar harga
satuan, ditetapkan dengan SK walikota tiap tahun anggaran.
Prosedurnya, Pasal 57 sampai 63 PP nomor 12 tahun 2019, ketentuan terkait memperhatikan kemampuan keuangan daerah yang setiap tahun terjadi perubahan. Pasal 101 sampai 103 PP nomor 12 tahun 2019, dokumen pendukung rancangan Perda tentang APBD terdiri atas nota keuangan dan rancangan Perkada/Perwako tentang penjabaran APBD yang disajikan SETIAP TAHUN disertai penjelasan, penganggaran pendapatan, penjelasan mengenai dasar hukum pendapatan bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan per-tahun sebagai pedoman penyusunan Perda-Perwako APBD.
APBD ditetapkan setiap tahun disertai Perda, dibahas dan disetujui bersama oleh walikota dan DPRD dengan berpedoman pada RKPD. Hasil pembahasan rancangan Perda tentang APBD dituangkan
dalam persetujuan bersama. Berdasarkan persetujuan itu barulah diterbitkan Perkada sebagai teknis penjabaran APBD diperuntukan pada tahun anggaran berjalan (satu tahun-red).
Sekwan dan Walikota Jadi Alasan Tidak Terbitnya Perwako 2019-2021
Hal senada ditambahkan oleh salah satu pejabat Pemko Tanjungpinang (namanya tidak mau diekspos-red) kepada KepriNews.co, menanggapi klarifikasi DPRD yang menitik beratkan kepada Sekwa dan walikota sebagai kelalaian kekosongan produk Perwako 3 tahun.
Permendagri 120/2018, menyatakan perencanaan penyusunan Perwako merupakan kewenangan, disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing. Penyusunan peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi berdasarkan kewenangan. Ditetapkan dengan keputusan pimpinan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dan pimpinan perangkat daerah sebagai pemrakarsa penyusunan rancangan Perwako.
Pasal 110 Permendagri 120/2018 menegaskan rancangan Perwako yang telah dilakukan pembahasan telah rampung dari tiap-tiap pimpinan lembaga, komisi, instansi disampaikan kepada kepala daerah untuk dilakukan penetapan dan pengundangan.
“Normatifnya pada proses awal rancangan Perwako hak keuangan dan administrasif pimpinan dan anggota DPRD, sewajibnya, sebijaknya semua anggota DPRD terlibat pada proses rancangan Perwako tersebut untuk memastikan kepastian hukum, ketentuan peraturan, sebagai respon kepatuhan terhadap hukum dan gambaran sikap yang menjunjung tinggi prosedur aturan yang berlaku. Jangan hanya menginginkan hak keuangannya tanpa memperhatikan rambu-rambu APBD kepastian serta keabsahan hukum yang mengikat untuk hak-nya,” pungkasnya.
Berdasarkan Pasal 120 sampai 125 PP Nomor 12 Tahun 2019, kerangka pengaturan pelaksanaan penatausahaan keuangan daerah, pejabat yang menandatangani, mengesahkan dokumen berkaitan dengan surat bukti sebagai dasar penerimaan atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. Kebenaran material merupakan kebenaran atas penggunaan anggaran dan hasil yang dicapai atas beban APBD sesuai dengan kewenangan pejabat yang bersangkutan.
“Yang menerima tunjangan cacat hukum juga punya tanggung jawab atas kesalahan tersebut, bukan sepenuhnya adalah Sekwan. Untuk kelalaian administrasinya adalah Sekwan, tapi konsekuensi hukum juga bagi yang menikmati. Menurut hemat saya, karena penjabaran realisasi tunjangan DPRD 3 tahun menabrak aturan dan pelanggaran hukum. Ketika tidak ada upaya pengembalian uang, ini jelas terindikasi tindak pidana korupsi. Untuk membuktikannya hadirkan APH, kejaksaan, kepolisian atau KPK, demi hukum,” tuturnya.
“Agar tidak sebatas polemik, KPK, kejaksaan, kepolisian kami harapkan untuk menindaklanjuti indikasi penyelewengan keuangan negara atas hak keuangan dan administrasif pimpinan dan anggota DPRD dalam realisasi tunjangan 3 tahun tidak mempedomani ketentuan aturan yang dicairkan tanpa Perwako yang sah secara hukum. (TIM)