KEPRINEWS – Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad menekankan pentingnya keberadaan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) bagi pemberdayaan nelayan di Kepri. Karena perjalanan sejarah organisasi nelayan ini telah sangat panjang. Dan sesungguhnya HNSI ini adalah alat perjuangan para nelayan.
“Banyak hal-hal yang tidak terpecahkan jika persoalan mengenai nelayan ditangani secara individu. Maka memang diperlukan wadah HNSI ini. Namun itu kembali lagi kepada sejauh mana HNSI, apakah benar-benar bisa mewadahi atau tidak para nelayan ini,” kata Gubernur Ansar pada Pengukuhan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Karimun Periode 2021-2026.
Menurut Gubernur, bicara mengenai nelayan, tidak sedikit persoalannya. Karena bicara mengenai open akses, dimana tidak mudah mengatur aktivitas laut, maka perlu sinergitas dan koordinasi yang baik.
“Terkadang permasalahan antar nelayan soal wilayah penangkapan saja masih sering terjadi konflik. Apalagi kebijakan-kebijakan pemerintah yang kadang kala di satu sisi ada kebijakan makro yang harus dilakukan, tapi di sisi lain ada hal-hal yang menyebabkan nelayan tradisional termarjinalisasi” ungkap Gubernur Ansar.
Selanjutnya Gubernur Ansar mencontohkan, nelayan cantrang di Natuna dan Anambas masih menjadi permasalahan. Ketika ia masih menjabat anggota di Komisi V (DPR RI) kemarin, ia bicara mengenai nelayan cantrang, berdialog dengan Sekjen HNSI Pusat dan sempat mendampingi tokoh-tokoh nelayan Natuna dan Anambas bertemu dengan Komisi IV (Firman Subagio).
“Alhamdulillah ada kesempatan dan kesepakatan (jarak 30 mil), tapi kesepakatan tersebut belum memenuhi keinginan nelayan Anambas dan Natuna, karena nelayan minta 50 mil. Tapi kemarin waktu mendampingi Menteri KKP alhamdulillah saya sudah beberapa kali bertemu, dan terbuka jaringan itu. Saya kira ini penting karena inilah sesungguhnya kekuatan kita ke depan, maka saya akan memanfaatkan ini untuk mendapatkan anggaran pusat sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan nelayan di Kepri,” tutur Gubernur.
Kemudian Gubernur bicara mengenai konsep penangkapan ikan secara terukur, dimana ke depan ia akan meminta 2 Dirjen KKP sekaligus yaitu Dirjen Penangkapan dan Dirjen Budidaya untuk sosialisasi lagi setelah sebelumnya dilaksanakan di Bintan. Namun dengan sasaran yang lebih maksimal, seperti pengurus HNSI dan pengusaha-pengusaha ikan.
“Sebenarnya konsep itu bagus jika nelayan kita punya kemampuan yang cukup. Tetapi itu harus kita ukur dahulu. Sekarang untuk jangka pendek akan memanfaatkan APBN sebanyak-banyaknya untuk melengkapi kebutuhan infrastruktur nelayan. Tidak hanya kegiatan nelayan tangkap, tetapi juga nelayan budidaya,” papar Gubernur mengenai rencananya.
Gubernur menambahkan, budidaya ini sekarang menjadi primadona, baik rumput laut, ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, bahkan sudah mulai mengekspor 1,2 ton sirip ikan pari. Untuk itu ia mengaku sudah menugaskan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mempelajari apakah ikan pari bisa dibudidayakan atau tidak mengingat nilai ekonomisnya yang tinggi. Sehingga saat ini pihaknya sedang berada dalam tahapan untuk memilah-milah komoditas apa yang dapat dikembangkan, baik untuk budidaya, maupun kebutuhan infrastruktur nelayan.
“Sedangkan untuk jangka panjang, tentu beberapa infrastruktur besar yang kedepannya dapat menjamin semua proses pengolahan ikan dapat dilakukan dengan baik di tempat tertentu. Antara lain pelabuhan multi purpose di Natuna, kemudian 1500 Ha Marine City di Galang kerja sama Pemprov dan BP Batam. Juga pelabuhan pendaratan ikan di Karimun dan Anambas. Untuk itu kita perlu mempersiapkan readiness criteria dahulu, baru kita dapat membuat DED yang diusulkan ke Kementerian,” paparnya lagi
Intinya Gubernur menegaskan bahwa Pemprov akan bekerja keras mendorong bagaimana porsi pemberdayaan nelayan ini dapat diperkuat melalui anggaran pusat dan daerah, tetapi HNSI juga harus dapat memfasilitasi.
“Kalau perlu bantuan-bantuan nelayan harus ada rekomendasi dari HNSI agar bantuan yang diberikan tepat sasaran,” pungkas Gubernur. (*)