KEPRINEWS – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Kepri Denny Anteng Prakoso, SH MH, kepada keprinews.co, Kamis (30/11) menjelaskan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan.
Dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana.
Plh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Tengku Firdaus pada hari Rabu dan Kamis tanggal 29-30 November 2023, didampingi Aspidum Kejati Kepri Bayu Pramesti, Kasi Oharda, Kasi TPUL, bersama-sama dengan Kajari Karimun Dr Priyambudi, dan Kajari Natuna Surayadi Sembiring, telah melaksanakan expose atau gelar perkara.
Gelar perkara ini dilaksanakan dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Dr Fadil Zumhana dan Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Nanang Ibrahim Soleh, SH, melalui sarana virtual dengan mengajukan 3 perkara yang dimohonkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Kejaksaan Negeri Natuna terdapat 2 perkara Oharda yaitu, tersangka An Rezky Fadillah Bin Abdul Fatah (Alm), dalam perkara tindak pidana pencurian yang melanggar primair pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP Subsidair Pasal 362 KUHP.
Kedua, tersangka An Eep Rukanda Bin Endang Rohmaya dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang melanggar pasal 351 Ayat (2) KUHP atau pasal 351 Ayat (1).
Untuk Kejaksaan Karimun terdapat 1 perkara Kamnegtibum dan TPUL, yaitu, tersangka An Al-Fazri Als Ari Bin Abdullah dalam perkara tindak pidana kekerasan penghapusan rumah tangga yang melanggar pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) UU nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT.
Adapun dari permohonan pengajuan terhadap 3 perkara tindak pidana untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat.
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Selanjutnya, ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan.
Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Menurut ketentuan peraturan perUndang-undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Natuna dan Kepala Kejaksaan Negeri Karimun untuk memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan keadilan Restoratif Justice.
Hal ini sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. (red)