PT Telaga Bintan Jaya Menabrak Berbagai Aturan Pertambangan Minerba Memperkosa Kekayaan Bumi Lingga?
Prioritas penegakan hukum kegiatan fiktif/ilegal oleh para mafia tambang harus diwujudkan demi kemakmuran masyarakat. Produk gagal penerbitan izin pertambangan yang menjadi mesin penghancur lingkungan dan kerugian negara dapat menjadi tolak ukur penegak hukum untuk kembali melakukan pembuktian dengan mereviuw semua kecurangan, pembohongan, fiktif yang memperkosa kekayaan bumi Lingga oleh PT TBJ yang menabrak berbagai peraturan negara.
Kehancuran dan kerusakan hebat lingkungan di area kegiatan eksploitasi A1203 Dabo Singkep Lingga akibat tambang bauksit yang disebabkan pemberian izin pertambangan yang bukan pada prosedur/mekanisme UU Minerba digunakan pada kegiatan tambang PT TBJ.
KEPRINEWS – Tahun 2020 PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) telah melakukan 5 kali penjualan ekspor biji bauksit ke negara China dengan menggunakan pelabuhan di Lingga yang tidak memiliki izin bongkar muat sesuai kapasitas muatan ekspor bauksit ke China. Diketahui Bauksit (Al2O3) adalah salah satu jenis mineral logam yang dari Sumber Daya Alam (SDA) tak terbaharukan. Dimana, melalui PP nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bidang Pertambangan Minerba, menjadi salah satu jenis mineral yg diawasi dan dikendalikan, khususnya pada tahapan pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Dalam melaksanakan fungsi kendali, pemerintah menggunakan instrumen yang bernama IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) untuk menjamim proses pencapaian tujuan pada tahap pelaksanaan. Selain itu, kontrol dan pengawasan pemerintah juga melalui UU nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba pasal 105 juga mengatur tentang penggunaan izin pemanfaatan mineral tergali hasil kegiatan Non tambang dengan nama IUP Operasi Produksi Untuk Penjualan, kata salah satu pejabat yang pernah bertugas di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang tidak mau namanya diekspos (nama dirahasiakan-red).
Dikatakannya, rata-rata izin tambang atas nama Provinsi Kepri oleh DPM-PTSP melaui Rekomendasi Dinas ESDM Kepri, saat kedua kepala dinasnya Amjon dan Azman Taufik yang saat ini tersandung kasus penerbitan izin bodong, termasuk IUP dari PT Telaga Bintan Jaya (TBJ). Mekanisme produk izin yang terkesan dipaksakan, tidak sesuai ketentuan UU Minerba sebagaimana mestinya.
“Saat itu, 19 izin tambang ditarik oleh Inspektorat dikarenakan menjadi temuan pelanggaran, dimana, izin pertambangan yang terbitkan Pemprov Kepri saat itu merupakan produk izin yang tidak sesuai mekanisme, alias dipaksakan, sehingga merugikan negara. Hanya saat itu PT TJB beroperasi di Lingga jadi selamat dari jangkauan pemeriksaan penggunaan izin ilegal. Temuan pada waktu itu rata-rata hanya pertambangan yang beroperasi di Bintan,” terangnya.
Berbagai Aturan Ditabrak PT TBJ & Izin Saat Terbit Tidak Memiliki Amdal
Ditambahkan lagi oleh Ketua LSM Gerakan Tuntas Korupsi (Getuk) Yusri Sabri, bahwasannya Izin pertambangan yang digunakan PT TBJ saat ini merupakan perpanjang dari produk izin gagal yang di keluarkan oleh DPM-PTSP melaui Rekomendasi Dinas ESDM Kepri. Produk izin gagal ini seharusnya ditarik Inspektorat Kepri bersamaan 19 izin pertambangn yang melakukan eksploitasi bauksit di Bintan waktu itu.
Indikasi telah terjadi penyimpangan pada kegiatan tambang PT TJB yang dikatakan menabrak UU Minerba dan tata ruang sangat jelas dan fakta seperti yang terlihat pada gambar berita di bawah in, sebagai bahan laporan oleh LSM Getuk nanti.
“Dalam hal ini kami juga akan melaporkan kasus tambang PT TJB ke Mabes Polri dan KPK bersama bukti-bukti yang ada. Saat itu Kepala BLH Kepri mengatakan kepada saya bahwa beliau takut untuk mengeluarkan Amdal untuk kegiatan tambang PT TBJ berdasarkan aturan tata ruang yang tidak boleh atau larangan kegiatan tambang di titik lokasi area yang menjadi zona pertambangan dari perusahaan tersebut. Terbukti dari ke 19 izin yang diterbitkan oleh Pemprov Kepri melanggar aturan hasil produk gagal oleh pejabat yang tidak memiliki wawasan pertambangan,” tuturnya.
Dimana Teknis Penegakan, Kontrol & Kajian Hukum Wilayah Kepri Untuk Tambang Ilegal
Perbandingan luas kerusakan lingkungan di zona tambang PT TJB dengan rencana kegiatan peruntukan tidak berimbang. Selain itu, yang perlu digasir bawahi diduga ada permainan pada kegiatan penyetoran pajak negara, seperti iuran produksi penjualan, meski mineral tergali berupa bijih bauksit di lokasi pemegang izin telah habis tergali.
Kami masyarakat ingin aparat hukum di Kepri bisa mengkaji kembali PT TBJ yang menggunakan dokumen perizinan dan ekspor bauksit, dimana terjadi kebobolan pemalsuan dokumen negara (izin tambang) sebagai dasar kegiatan PT TBJ. Hal ini merupakan manipulasi poin pelanggaran besar kegiatan eksploitasi dan ekspor penjualan berdasarkan izin dari produk gagal yang telah diloloskan oleh DESDM Kepri.
“Kami ingin juga pihak yang berkompeten dapat merincikan kembali pembayaran pajak dari hasil penjualan bauksit yang disetorkan ke Kas Negara secara benar dan sesuai hasil kegiatan pertambangan dari tahun-tahun sebelumnya oleh perusahaan ini. Jangan sampai kehancuran lingkungan dan kerugian besar kekayaan bumi terhadap pendapatan negara tidak sebanding kontribusi dari perusahaan itu,” harapnya.
Serangkaian izin pertambangan yang berkewajiban memberikan Hak Negara yaitu terdiri:
A. IURAN PRODUKSI.
B. BEA KELUAR MINERAL.
C. TARIF BEA-BEA KELUAR. IURAN PRODUKSI dibayar sebesar 3.75% x HPE x Vol jual (UU Minerba 04 Th 2009 pasal 105).
BEA KELUAR MINERAL dibayarkan sebesar 10% x HPE x Volume jual (Permenkeu 13 th 2017 tentang Penetapan barang ekspor Bertarif). TARIF BEA KELUAR dibayarkan sebesar 7.5% x HPE x Volume jual (persentase kemajuan pembangunan smelter).
Dari 3 jenis penerimaan tersebut, jika kegiatan penjualan bauksit di Lingga sebesar 1 juta ton, maka total penerimaan negara yang seharusnya diterima sebesar: T1 + T2 + T3 ~ Rp56,2 miliar. Adapun sebagai bukti pembayaran berupa BPN (bukti penerimaan negara) yang sampai saat ini dipertanyakan, dari hasil kegiatan tambang yang sudah terlaksana sekian tahun dari PT TBJ. B E R S A M B U N G (REDAKSI01)