Oleh: RICKY RAMADHAN
MAHASISWA STISIPOL RAJA HAJI TANJUNGPINANG

KEPRINEWS – Demokrasi adalah sebuah sistem alternatif yang menjadi tatanan aktivitas masyarakat dan negara. Hampir semua negara menyatakan sebagai negara yang mengedepankan rakyatnya. Namun, demokrasi bisa berbeda di setiap negara tergantung dari latar belakang sejarah, sosial ekonomi, budaya, dan ideologi.
Pada Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara.
Demokrasi dibangun di atas daulat rakyat, rakyatlah yang pemegang penuh kuasa pemerintahan. Anggota parlemen hanyalah wakil rakyat, lembaganya pun disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). MPR yang pada masa lalu pemegang tertinggi kedaulatan rakyat pun hanyalah tempat rakyat bermusyawarah. Presiden, Gubernur, Wali Kota, Bupati, bersama para wakilnya semua dipilih rakyat. Kemudian, pada demokrasi suara rakyat suara tuhan. Ketika rakya sudah bersuara, mesti diberi nilai tertinggi terkoneksi misi ketuhanan.
Di dalamnya ada sakralisasi demokrasi yang tidak boleh diabaikan dan diputarbalikkan. Ketika suara rakyat diwakilkan dan dimandatkan kepada elite kepada aktor dalam institusi pemerintahan negara. Logika dasar demokrasi meniscayakan suara elite politik itu sama sebangun dengan dengan kehendak rakyat.
Dalam politik, terdapat sebuah mata rantai pengaruh politik yang dilakukan oleh para petinggi justru membuat rakyat hanya bisa bungkam, memohon, dan berserah diri. Bagaimana tidak, bahkan dalam menyuarakan pendapat, rakyat hanya bisa menggerutu dalam hati. Padahal mereka menyaksikan secara langsung ketidakadilan yang terjadi di Indonesia.
Sejatinya, demokrasi sendiri memiliki pengertian sebagai sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi, rakyat memiliki peran paling utama dan penting di sistem pemerintahan berdemokrasi ini. Di Indonesia sendiri, budaya politik partisipan merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik dalam berdemokrasi.
Karena dengan adanya demokrasi, pemerintah dan rakyat warga negara bisa terhubung, karena rakyat dilibatkan dalam pemilihan umum sehingga rakyat merasa ikut andil dalam berjalannya tatanan Negara. Warga Negara juga mampu menyampaikan kritik, aspirasi, dan juga melontarkan protes terhadap pemerintahan apabila ada beberapa praktik yang sekiranya tidak sejalan, merugikan, maupun tidak memihak rakyat.
Selanjutnya, sistem demokrasi politik memerlukan adanya persyaratan dan instrument yang mendukung. Demokrasi dari segi subjek dan budaya politik meniscayakan rakyat yang melek politik. Dalam pemikiran Almond dan Sidney, budaya politik dengan pengetahuan rendah menumbuhkan sikap parochial, yakni partisipasi politik terbatas dan pasif. Demokrasi pada orientasi politik partisipan berbasis pengetahuan dan daya kritis.
Harus ada kekuatan kontrol yang proaktif yang mengawasi jalannya pemerintahan. Bukan rakyat yang apatis dan permisif sekadar menyalurkan suara gratis. Demokrasi selain memerlukan dukungan sistem checks and balances, pada saat yang sama adanya integrasi moral elite. Elit yang dipilih rakyat wajib memiliki kesadaran etik dan tanggung jawab politik yang tinggi.



























