KEPRINEWS – 3 proyek pembangunan pelabuhan berskala internasional, yang menghabiskan ratusan miliar rupiah di wilayah Provinsi Kepri mangkrak, hanya meninggalkan jejak kerusakan.
Ketiga pelabuhan ini, masing-masing menyerap anggaran fantastis, menjadi proyek sia-sia yang tidak memberikan manfaat dan nilai tambah bagi daerah serta masyarakat. Harapan untuk berkontribusi pada pendapatan negara malah merugikan negara.
Pelabuhan yang dimaksud yaitu, Pelabuhan internasional Tanjung Berakit Bintan, Pelabuhan Petikemas Malarko Karimun dan Pelabuhan Dompak Tanjungpinang.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Mhd Hasin, kepada keprinews.co, Rabu (22/1/2025), menuturkan, ketiga pembangunan pelabuhan bersumber dari APBN, terkesan sesuatu yang membawa perubahan ekonomi, faktanya hanya menambah masalah.
Akhirnya menimbulkan berbagai persepsi negatif di kalangan masyarakat berpikir ada oknum pejabat yang hanya memanfaatkan lahan di Kepri untuk keuntungan individu atau kelompok tanpa memikirkan kerugian uang negara dan dampak jangka panjang.
“Kenapa proyek pelabuhan yang habiskan ratusan miliar dibiarkan terbengkalai. Seperti biasanya di tempat-tempat lain, sering kejadian lobi-lobi proyek sebelum tender, untuk mendapatkan fee. Jangan-jangan hanya semangat diawal untuk lobi-lobi fee? Selanjutnya bersikap masa bodoh, tidak peduli dengan keberlanjutan dan tidak bertanggung jawab terhadap pembangunan yang sudah mengeluarkan dana begitu banyak,” ucap Hasim dengan nada bertanya.
Seirama dengan itu, aktivis muda Kepri, Nanda, yang merasa terpanggil dan prihatin dengan keberadaan ketiga pelabuhan tersebut, angkat bicara.
Dirinya akan terus menyuarakan pembangunan ini untuk memastikan proyek tersebut ada tanggung jawab dan berlanjut.
Dikatakannya, 2 di antara 3 proyek pelabuhan itu, sudah berproses hukum, hanya saja masyarakat belum puas, karena terkesan tembang pilih. Yang mana, oknum-oknum pejabat yang diduga terlibat dan ikut menikmati indikasi uang hasil kecurangan, terlewatkan.
Diketahui, Pelabuhan Petikemas Malarko di Desa Pongkar, Karimun yang terhenti sejak tahun 2013, sudah menelan biaya Rp200 miliar. Namun belum bisa difungsikan dan berkontribusi pada pendapatan negara atau daerah.
Begitu juga dengan Pelabuhan Internasional Tanjung Berakit Bintan, yang dibangun sejak tahun 2010, tidak difungsikan dan dimanfaatkan sesuai peruntukan. Pelabuhan ini menelan anggaran Rp85 miliar yang menjadi bangunan tua tidak terurus.
Termasuk pembangunan Pelabuhan Dompak Tanjungpinang yang sudah menyedot Rp121 miliar mengalami nasib yang serupa.
“Seharusnya proyek APBN yang ditangani kementerian melalui Satker-nya harus memberikan contoh dan teladan yang baik pada proses pelaksanaannya. Bukan malah sebaliknya memberikan contoh buruk pada daerah. Maraknya berbagai proyek pusat yang mangkrak di Kepri, sangat memprihatinkan. Pengawasan dari kementerian yang punya proyek terkesan mandul,” kesalnya.
Untuk keberlanjutan ketiga pembangunan pelabuhan itu, membuat negara dirugikan kembali menggelontorkan anggaran. Terjadi pembengkakan biaya dan jumlah sumber daya proyek lainnya.
Ia berharap, aksi ratusan warga Kepri, pada tanggal 17 Mei 2023 lalu, agar ditindak lanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana, terdapat 170 warga Kepri ikut bertanda tangan dalam surat yang dikirim ke KPK, terkait laporan ketiga pelabuhan yang mangkrak. (P1)