Apakah keistimewaan Yudi Ramdani tersangka korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) di mata hukum yang telah membuat kerugian negara Rp3,33 miliar. Kejaksaan Negeri Tanjungpinang dinilai berbelit-belit dan terkesan membiarkan tanpa proses hukum berkelanjutan sesuai instruksi UU.
Modus Korupsi-nya Memasuki Aplikasi BPHTB Sejak Januari 2018 Hingga September 2020
KEPRINEWS – Koordinator Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKN) Yenny kepada KepriNews.co Selasa (16/02/2021) mengatakan, salut terhadap kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang yang tahan banting dengan sejumlah kritikan publik di media sosial dan pemberitaan media.
“Sebetulnya ada apa Kejari dan tersangka ini, sehingga tindaklanjutnya hukum ke pengadilan dan penahanan terhadap Yudi ini tidak terlaksanan sampai saat ini. Awalnya saja terlihat kejaksaan gencar penegakannya, endingnya mulai menghilang dari peredaran,” pungkasnya.
Apa lagi alasan Kejari untuk kasus ini yang sudah diketahui masyarakat luas. Diketahui waktu pelimpahan perkara ke pengadilan, tindak pidana di bidang korupsi, dimana penuntut umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri. Hal ini Sesuai Pasal 52 ayat [1] UU nomor 30 Tahun 2002.
Pengalihan perkara ke pengadilan ini dilakukan setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik. Kemudian, penuntut umum segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan (lihat Pasal 139 KUHAP).
Dan dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan tersebut dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (lihat Pasal 140 ayat [1] KUHAP).
“Masalahnya status Yudi sudah tersangka, waktu pelaksanaannya sudah makan waktu yang terlalu lama. Mau tunggu berapa tahun lagi dengan alasan apa lagi? Kalau beralasan belum rampung, apanya yang tidak rampung, sementara Yudi sudah ditetapkan tersangka. Rampungnya butuh berapa tahun lagi kasus yang terperiksa sejak 2019,” ungkap Yenny dengan nada bertanya.
Kasus Pajak Ilegal: Penetapan Status Tersangka Yudi Ramdani Pada 21 Desember 2020
ASN Yudi Ramdani yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tanjungpinang. Sebelumnya telah membuat kerugian negara dengan melakukan korupsi senilai Rp3,33 Miliar. Modus tersangka sejak Januari 2018 hingga September 2020, dengan menggunakan dan memasuki aplikasi BPHTB.
Penegakan hukum tersangka kasus korupsi BPHTB di Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Tanjungpinang terkesan lemahnya penerapan hukum sebagai implikasi rendahnya integritas moral penegak hukum yang tidak konsisten dengan kaidah UUD 1945.
Dimulai dari keterangan yang mencuat dari sejumlah pegawai di BP2RD, termasuk keterangan Kepala BP2RD Riany kepada wartawan, pada Sabtu (26/10/2019), yang mempertanyakan jumlah kerugian negara atas dugaan penggelapan. Dilanjutkan dengan proses penyelidikan kejaksaan yang melakukab pemeriksaan terhadapat sejumlah saksi pada tanggal 29 Oktober 2019. Bahkan Kejari melakukan pemeriksaan kepada Kepala Inspektorat terkait masalah ini.
Gencar-gencarnya Rabu (20/11/2019) Kejari Tanjungpinang melakukan pemeriksaan terhadap 2 PNS yang bertugas di BP2RD Tanjungpinang. Kemudian Selasa (17/12/2019) pihak kejaksaan melakukan pemanggilan sebagai saksi Kepala BP2RD hingga Kabid Penetapan Pajak. Dalam minggu itu dilakukan pemanggilan/pemeriksaan sebagai saksi sebanyak 7 orang.
Selasa (28/1/2020) pihak Kejari melakukan penggeledahan di dua lokasi terkait kasus penggelapan pajak BPHTB ini. 2 lokasi penggeledahan dilakukan di ruangan kerja Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD), dan salah satu rumah di Batu 8. Dan berbagai upaya hukum telah dilakukan oleh kejaksaan sampai Yudi ditetapkan sebagai tersangka.
“Diharapkan kinerja Kejari dapat menjadi harapan masyarakat untuk penegakan hukum. Dimana, Tindak pidana perpajakan merupakan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian negara dan pelakunya wajib mendapatkan hukuman pidana,” ucapnya.
Berdasarkan pasal 1 angka 7 jo pasal 137 KUHAP, setelah penuntut umum menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses penuntutan, maka tindakan selanjutnya ialah mempersiapkan pelimpahkan perkara tersebut ke pengadilan yang berwenang. Dimana pelaksanaan proses perkara dugaan penggelapan pajak sudah menjadi perhatian masyarakat? (TIM)