KEPRINEWS – Belanja modal kantor pembangunan gedung farmasi dari Dinas Kesehatan Kepri, nomor kontrak 262/SP-SDK/III/2023, tanggal kontrak 17 Maret 2023, dengan waktu pelaksanaan 180 hari kalender, bernilai Rp9.312.905.413,39, saat ini menjadi sorotan publik.
Proyek yang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT Subana Kreasimegah, Konsultan Pengawas PT Wandra Cipta Engineering Consutant, bersumber dari APBD Provinsi Kepri tahun anggaran 2023.
Saat wartawan melakukan konfirmasi ke Kantor Dinas Kesehatan Kepri, Selasa (16/1), mempertanyakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), atau pejabat yang berkompeten dalam proyek ini, termasuk Kadisnya, terkesan saling lembar tanggung jawab.
Dimana, dijelaskan oleh seorang pegawai Dinkes, bahwa awalnya PPK-nya tersebut bernama Putri, tapi karena terjadi masalah, maka PPK itu diserahkan kepada Heri yang merupakan PPTK pada proyek tersebut.
“Kemarin ibu Putri PPK-nya, namun, mungkin ada sedikit masalah jadi diganti oleh pak Heri yang pada waktu itu juga selaku PPTK. Saat ini Bu Putri juga sedang tidak,” ungkap pegawai Dinkes.
Dikatakannya, Heri juga saat ini sedang sakit. Kepal Dinas sedang tidak berada di kantor.
“Melalui Heri selaku PPTK pembangunan Farmasi tahun 2023, yang bersangkutan sedang sakit dan tidak masuk kantor. PPK tahun 2023 lalu dimandati Putri, kemudian diganti oleh Heri,” jelasnya.
Sebelumnya, kepada media ini, penuturan dari seorang tukang yang ikut mengerjakan pembangunan tersebut (enggan namanya disebutkan-red), bahwa standar pekerjaan yang dilakukan menggunakan material paling murah. Jadi kualitas bangunan itu dipertanyakan.
Mulai dari merek semen untuk pengecoran, besi yang digunakan, termasuk menggunakan pasil ilegal. Seharusnya pakai besi ulir, tapi yang digunakan adalah besi banci (tanpa ulir).
Selisih harga semen, besi yang digunakan, dari ratusan ton besinya dan ribuan sak semen sudah terjadi keuntungan besar, yang merugikan keuangan negara, disebabkan kualitas bangunnya yang diduga terjadi lahan korupsi.
Kemudian pada pembuatan parit tanpa slot dan besi yang berpotensi cepat rusak, tidak berkualitas. Bahkan sejumlah pekerjaan lainnya yang tidak sesuai dengan bangunan bernilai Rp9,3 miliar.
“Kita liat saja ketahanan bangunan nanti setelah digunakan, apakah bisa bertahan lama atau gimana nanti,” tuturnya.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah, Mhd Hasin, menanggapi masalah ini, mengatakan, bahwa yang diketahuinya pembangunan tersebut belum layak diserahterima, belum dilakukan uji impact (tekan), namun sudah diserahterimakan.
“Untuk itu, kami berharap aparat penegak hukum agar bisa melakukan pemeriksaan secara keseluruhan pelaksanaan pembangunan gedung farmasi ini,” harapnya. (un)