Bagian I
Sejumlah nama aktor baru yang ikut bermain pada pengaturan Kuota Rokok Bebas Cukai bemunculan dalam persidangan. Hal ini adalah bukti petunjuk setiap peristiwa pidana yang wajib diterapkan sanksi hukumnya. Sehingga manakala ada fakta-fakta persidangan yang terabaikan, maka semuanya menjadi kewenangan penegak hukum.
KEPRINEWS – Sejak tahun 2019, sejumlah lembaga telah mencurigai adanya penyelewengan pada pengelolaan kuota rokok bebas cukai di sejumlah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau KPBPB di Kepulauan Riau.
Pada waktu KPK menetapkan Apri Sujadi dan Saleh Umar sebagai tersangka pengaturan barang kena cukai, sejumlah nama-nama yang ikut bermain dalam kouta rokok mulai terungkap.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Jakarta, tahun kemarin kepada wartawan dikatakannya, mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pengaturan barang kena cukai di KPBPB Bintan tahun 2016-2018.
Dijelaskan Alexander, sebelumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pernah memberikan teguran kepada Badan Pengusahaan (BP) Bintan terkait jumlah kuota rokok bebas cukai yang lebih besar dari seharusnya. Pada 2016-2018, BP Bintan terindikasi melakukan penggelembungan penetapan kuota rokok yang menguntungkan sejumlah pihak.
Permainan kuota rokok tersebut membuat kerugian negara berkisar Rp250 miliar. Dan yang bermain kuota rokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Viralnya masalah kuota rokok yang menjadi isu nasional, menjadi sorotan tajam di kalangan masyarakat Kepri. Sejumlah lembaga, LSM, Mahasiswa dan masyarakat lainnya ikut berbicara dan menyuarakan penegakan hukum secara adil dan merata, tidak tembang pilih, siapa saja yang ikut bermain ditindak tegas, sebab capaian kerugian negara sangat besar, para aktor tersebut hanya memperkaya diri.
Seperti yang dikatakan Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Mhd Hasin, Sabtu (15/01/2022), dengan terbongkarnya keterlibatan sejumlah orang lewat kesaksian para saksi dipersidangan, aparat penegak hukum (APH) wajib bertindak adil secara merata, demi hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sampai hari ini, baru 2 orang yang menjadi terdakwa. Sementara nama-nama lain sudah bermunculan yang ikut terlibat dalam pengelembungan pengaturan kuota rokok secara jelas. Nama-nama itu apakah dibenarkan atau diperbolehkan negara dan hukum hanya sebatas pemeriksaan, saksi, tidak dikenakan sanksi yang diamanatkan UU. Setiap perbuatan ada konsekuensi hukumnya. Yang lain juga sudah menikmati uang hasil kuota rokok, baik itu secara langsung dan tidak langsung. Apakah ini tidak ada sanksi hukumnnya,” tuturnya.
Nama-nama yang terungkap itu adalah nama-nama pejabat negara yang ikut menikmati. Mulai dari petinggi kepolisian, oknum Wakapolda, oknum Kapolres. Ada juga oknum Dandim, oknum kepala bea cukai, sejumlah anggota DPRD baik itu di tingkat kabupaten dan provinsi, oknum LSM, dan lainnya.
“Kan seharusnya nama-nama ini melakukan fungsinya sebagai kontrol dan penegakan hukum di wilayahnya. Negara memberikan mereka gaji yang besar, tapi bukannya bekerja demi negara, malahan sebaliknya, diduga menghianati negara dengan cara melobi-lobi untuk mendapatkan keuntungan pada bisnis yang tidak diperbolehkan UU. Menggunakan jabatan, kekuasaan dan pengaruhnya bukan untuk mensejahterakan masyarakat, tapi ikut melakukan sesuatu yang menabrak aturan,” sedihnya.
Lanjut Hasin, bahkan dalam persidangan secara rinci dan jelas dibacakan dan diperlihatkan catatan daftar penerima jatah kuota rokok yang melanggar hukum.
Nama-nama aktor disebut, Bupati Bintan nonaktif Apri Sujadi mendapat kuota 13 ribu karton, Mantan Wakapolda Kepri Yf mendapat 3 ribu karton, mantan Kapolres Bintan Bh 2 ribu karton. Mantan kepala Bea Cukai Dk 2 ribu karton, mantan Dandim Cs di tahun 2017 2 ribu karton, salah satu anggota DPRD Bintan Yt 3 ribu karton, dan lainnya.
“Kami harapkan pemerataan keadilan hukum bagi nama-nama yang mendapat kuota rokok sampai ribuan karton itu ada konsekuensi hukumnya. Jelas volume kuota rokok merupakan jatah kuota yang dimainkan sejumlah aktor dengan cara melanggar hukum, memperkaya diri, merugikan negara,” tutupnya. B E R S A M B U N G (TIM)