Perbuatan perusakan kawasan hutan mangrove melanggar Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 98 Ayat 1 dan/atau Pasal 99 Ayat 1, dan/atau Pasal 109 Jo. Pasal 36 Ayat 1 Jo. Pasal 116 Jo. Pasal 119 dan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
KEPRINEWS – Tanjungpinang mempunyai ciri khusus wilayah hutan mangrove luas yang harus dijaga dan tidak boleh dilakukan pengrusakan berdasarkan UU. Ketika ada orang yang melakukan aktivitas penimbunan tanpa memiliki izin, hal ini bagian dari tindak pidana pengrusakan hutan bakau.
Penimbunan dan pengrusakan bakau yang terjadi di kawasan Batu 8 Atas informasinya milik dari salah satu anggota DPRD Bintan berinisial AW. Artinya oknum dewan ini seharusnya memberikan contoh dan teladan yang baik ke masyarakat, namun sebaliknya, memberikan cotoh perilaku yang melanggar aturan melakukan penimbunan bakau ilegal.
Seperti yang dikatakan masyarakat sekitar, salah satunya Karim (45), kepada KepriNews.co baru-baru ini, lokasi dilakukan penimbunan tersebut sangat mempengaruhi lingkungan mangrove sekitar. Kota Tanjungpinang sebagai daerah otonom mempunyai kewajiban melaksanakan urusan di bidang lingkungan hidup hutan bakau dilakukan pengawasan dan mengendalikan kegiatan penimbunan lahan agar tidak tercemar dan rusak, wajib mengurus UKL dan UPL, serta izin lainnya.
Sebab salah satu potensi hutan mangrove sebagai pencegah abrasi pantai. Dengan adanya hutan mangrove maka pengikisan areal pantai pada saat musim penghujan dapat diminimalisir selain itu mangrove juga dapat menjadi ekosistem bagi kepiting dan berbagai jenis ikan lainnya. Namun dalam
perkembangan pembangunan, hutan mangrove dialih fungsikan dan juga dihancurkan karena kepentingan pembangunan oleh perorangan maupun perusahan pengembang, khususnya yang terjadi di kawasan Batu 8 ini secara ilegal merusak hutan bakau tanpa izin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tanjugpinang, Riono, kepada KepriNews.co, mengatakan, kegiatan penimbunan yang dilaksanakan di Batu 8 Atas tersebut tidak memiliki UKL dan UPL. Sewajibnya pelaksaan ini sebelum melakukan aktivitas harus mengurus UKL dan UPL.
Warga yang berada di sekitar pengrusakan hutan bakau di jalan RF Fisabilillah, tepatnya di depan tempat jual buah-buahan, meminta instansi terkait yang berkompeten dapat menindaklanjuti dan diproses sesuai hutan agar menjadi contoh baik bagi yang lain.
Sampai berita ini diterbitkan, redaksi KepriNews.co belum dapat mengkonfirmasi pemilik lahan. B E R S A M B U N G (*)