KEPRINEWS – Terkait pemberitaan di salah satu media online, yang menyudutkan Walikota Tanjungpinang tentang masalah papan reklame yang dilontarkan Anggota DPRD Tanjungpinang, Ashady Selayar dinilai sebagai penyebaran informasi hoax.
Ketika dikonfirmasi ke Anggota DPRD Tanjungpinang fraksi Golkar, Ashady Selayar, kepada KepriNews.co, Kamis (13/10/2022) via whatsapp, mengakui bahwa ia saat itu tidak mengikuti rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD), pada Rabu (12/10/2022).
“Saya hanya mendengar dari seseorang yang saat itu mengikuti rapat,” ucapnya.
Ketika ditanya apakah memiliki bukti kalau Walikota Rahma menyalahkan walikota sebelumnya, jawab Ashady, tidak punya bukti, hanya murni mendengar dari salah satu orang yang mengikuti rapat.
Sejumlah peserta rapat FKPD saat itu, ketika dikonfirmasi KepriNews.co, menyampaikan hal yang sama, bahwa tidak ada pernyataan menyalahkan walikota sebelumnya.
Seperti yang dikatakan Plt Kadis PUPR Pemko Tanjungpinang, M Irfan menepis tudingan kepada Walikota Rahma soal isi rapat pada saat itu, bahwa tidak ada ucapan Wako Rahma yang menyalahkan orang lain, terlebih menyalahkan walikota sebelumnya.
“Saya hadir di rapat itu. Bu Wali tak ada menyalahkan pemimpin era sebelumnya,” tegas Irfan.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah, Mhd Hasim, ketika diminta tanggapan seputar masalah ini, baru-baru ini, mengatakan kalau tidak sepantasnya Ashady Selayar sebagai anggota dewan menyampaikan kabar bohong atau hoax ke publik lewat media online.
Pasalnya, hal itu dibaca oleh masyarakat. Disayangkan beliau tidak hadir, tidak punya bukti kuat, tapi berani menyampaikan sesuatu yang tidak benar. Itu sama saja pelanggaran UU ITE pencemaran nama baik.
“Apa lagi yang dituding dengan berita bohong adalah orang nomor satu di Tanjungpinang, itu sangat tidak pantas. Kalau boleh saya sarankan, bu Rahma dapat melaporkan hal ini ke polisi, biar ada pembelajaran ke depan sebagai anggota dewan tidak boleh berbicara kebohongan di media,” ujarnya.
Apapun alasan Ashady, dia tidak mengikuti rapat, dan memiliki bukti, artinya hanya mendengarkan dari seseorang yang belum tentu benar. Tapi telah mengambil kesimpulan dan tindakan berupa pernyataan ke media. Hal ini jelas pelanggaran UU ITE menyebarkan berita bohong. (Tim)